Mohon tunggu...
ismu chandra Kurniawati
ismu chandra Kurniawati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Sehari-hari berpraktik sebagai Psikolog Associate di Unit Konsultasi Psikologi, UGM dan Biro Psikologi Intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dapatkah Kita Mengendalikan Emosi?

9 Februari 2021   14:15 Diperbarui: 9 Februari 2021   14:26 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bagaimana caranya supaya saya bisa mengendalikan emosi?

Ini adalah pertanyaan yang seringkali saya temui, baik itu dalam sesi-sesi konseling pribadi, dalam sesi-sesi pelatihan ataupun psikoedukasi. Ketika saya tanyakan alasan munculnya keinginan untuk mengendalikan emosi ini, biasanya saya akan mendapatkan sharing pengalaman ketika peserta mengalami berbagai emosi. Misalnya:

kalau sudah emosi, saya benar-benar nggak bisa berpikir. Jadi kacau urusan kuliah saya.

Saya tidak suka ketika saya marah. Biasanya saya menyakiti orang lain ketika saya marah.

Saya jadi melukai diri sendiri ketika saya bersedih.

Saya berusaha menahan diri saya agar tidak bersedih. Ketika bersedih biasanya saya lalu jadi tidak ngapa-ngapain. Pekerjaan saya keteteran semua.

Bagaimana ya biar saya tidak merasa takut lagi? Ketika rasa takut itu muncul, presentasi saya jadi kacau sekali

pokoknya jangan sampai saya kecewa atau bosan. Bisa-bisa saya jadi tidak semangat menyelesaikan tugas-tugas saya.

saya pinginnya semangat terus biar tugas-tugas kuliah bisa cepat selesai.

Sharing pengalaman serupa juga saya dapatkan ketika bertemu dengan para orangtua. Kebanyakan orangtua tentu lebih menginginkan anaknya mengalami emosi yang menyenangkan dan sedapat mungkin tidak mengalami emosi yang tidak menyenangkan. Misalnya:

Anak saya ini pemalu banget. Saya pinginnya dia lebih berani ikut pentas 17an di sekolah.

Anak saya ini cengeng. Mainan direbut sama adiknya saja dia langsung menangis.

Bagaimana ya biar anak saya tidak mudah bosan? Saya capek diganggu terus dengan rengekannya saat bosan.

Kenapa anak saya kalau sedih lama sekali ya? Padahal itu cuma karena hewan kesayangannya hilang.

Berbagai pertanyaan dan sharing pengalaman ini menunjukkan adanya keinginan untuk mengendalikan emosi. Mengendalikan dalam konteks ini artinya ingin menghentikan atau bahkan meniadakan emosi negatif, dan sebaliknya keinginan ini bermaksud mempertahankan emosi positif berlangsung terus menerus di setiap waktu dan kesempatan.

Dalam tren yang mengusung produktifitas dan kebugaran di masa kini, keinginan untuk dapat mengendalikan emosi tentunya bukan hal yang asing. Bahkan sepertinya ini adalah keinginan yang boleh dikatakan bersifat universal. 

Kita berharap sedapat mungkin mempertahankan agar terus menerus berada dalam situasi emosi yang menyenangkan, misalnya bersemangat, senang, penuh sukacita dan kegembiraan. Kita beranggapan bahwa emosi-emosi positif ini akan mendukung produktivitas dan relasi sehingga mendukung kesehatan psikologis kita.

Sebaliknya, ketika berhadapan dengan emosi yang negatif, sedapat mungkin kita berusaha menolaknya. Seolah-olah tidak mengijinkan diri kita mengalami emosi-emosi yang sensasinya tidak nyaman atau negatif. Tidak sedikit dari kita yang kemudian seolah terjebak dalam pusaran emosi negatif sehingga mempengaruhi produktivitas dan relasi. 

Oleh karenanya, meskipun emosi-emosi negatif adalah hal yang sudah menjadi keseharian dalam pengalaman kita sebagai manusia, kita cenderung berpikir bahwa menerima emosi negatif justru akan membuat kita semakin terpuruk.

Meskipun keinginan mengendalikan emosi adalah hal yang universal, apakah keinginan ini adalah hal yang baik bagi kesehatan psikologis kita? Benarkah menolak merasakan emosi-emosi negatif akan membuat kita merasakan emosi-emosi positif? Benarkah menolak merasakan emosi-emosi negatif akan membuat kondisi psikologis kita lebih sehat? Penelitian psikologi ternyata menunjukkan hal yang berbeda.

Salah satu penelitian yang dipublikasikan dalam  Journal of Personality and Social Psychology (2018) mengeksplorasi hubungan antara penerimaan emosi negatif dengan kesehatan psikologis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa seseorang yang menerima pengalaman emosi negatifnya- bukan menilai (jugde) ataupun menolaknya- ternyata memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik. 

Pengalaman emosi negatif yang diterima, secara natural akan berlangsung lebih singkat. Hal ini terjadi karena ketika kita mengijinkan emosi negatif membasuh diri kita dan bukan berusaha mengenyahkannya, maka intensitasnya akan berkurang perlahan-lahan dan tidak memburuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun