Mohon tunggu...
Ismaliyah Yusuf Rangkuti
Ismaliyah Yusuf Rangkuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Terpilih Sayembara Menulis Cerita Anak BBSU 2020

Berpelesir, Menulis, Membaca dan Tertawa. Menulis adalah obat bagi saya yang ingin lekas pulih setiap hari; adalah perjalanan liar yang bebas saya tempuh meski tanpa kompas yang utuh; adalah cinta-kasih yang saya beri izin tumbuh meski tanpa seorang kekasih. Sepanjang nafas yang Tuhan pinjamkan, ada beberapa buku yang telah saya terbitkan. Karya utama saya adalah "Surga Tersembunyi di Pulau Nirwana" berupa cernak yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Sumatera Utara, lalu diramaikan oleh "Bangau Putih" buku puisi perdana saya. Dan beberapa buku lain berupa Antologi bersama yaitu "Ada Bena di Adiwidia", "Agrari", "Ingatan Edelweiss". Terimakasih sudah singgah dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seulas Cerita dari Rote

7 Desember 2023   15:17 Diperbarui: 7 Desember 2023   21:58 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alunan sasando yang masih dimainkan, membuat suasana pada hari itu benar-benar hikmat dan menyenangkan. Ku lihat dari jauh Bu Langga berjalan menuju tempat penduduk desa berkumpul di bibir pantai. Disana para penduduk desa yang bermata pencaharian sebagai nelayan tertawa sukacita sembari berbagi hidangan satu sama lainnya. Aku pun turut menikmati hidangan lain yang mereka suguhkan. Nanti malam adalah waktu dimana bulan akan muncul dengan sempurna, bulan purnama. Bulan dimana aku, Pak Tolu dan Bu Langga banyak berbincang tentang perjalanan hidup yang aku dan mereka lalui sejauh ini.

 Ada banyak sekali suka, duka, jatuh, bangun hingga rasa ingin menyerah yang terlontar dari bibir kami. Namun satu hal yang membuatku justru merasa sangat tertampar yaitu saat aku merasa begitu sepi dan biasa saja dengan hidup yang ku jalani. Pak Tolu dan Bu Langga justru ingin hidup seribu tahun lagi karena terlampau mensyukuri dan menikmati. Bukan tak ada yang dikeluhkan, bukan pula tak ada yang ingin di capai, namun satu-satunya cara mereka menikmati hidup sangatlah sederhana, cukup bangun di subuh hari, membuka pintu, membantu Bu Langga menghidupkan tungku, memanaskan air untuk menyeduh teh, kemudian melaut, pulang dengan selamat dan menyantap makan malam bersama.

Bukan uang yang dicari, tapi kenyamanan hidup dan masih diberi keberkahan untuk saling membersamai dalam kondisi apapun. Hal ini juga dilakukan oleh penduduk desa. Pak Tolu benar, menulis bukan caraku mencintai diri sendiri, namun caraku melarikan diri untuk tetap terlihat bahagia. Dari Pak Tolu aku banyak belajar bahwa perjalananku di wilayah paling selatan Indonesia adalah perjalanan yang membuatku menemukan jati diri, tulisan yang ku tuangkan tidak semata-mata hanya sebatas bacaan, namun pelajaran hidup untuk bisa lebih menghargai apa yang saat ini kita miliki.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun