Di tengah pesatnya persaingan bisnis ritel, loyalitas konsumen menjadi aset paling berharga yang bisa dimiliki oleh sebuah usaha. Terutama dalam sektor ritel bahan bangunan yang semakin kompleks, pemahaman mendalam terhadap perilaku konsumen menjadi penentu keberlangsungan bisnis. Tapi, apa sebenarnya yang mendorong pelanggan untuk tetap setia berbelanja di satu toko, bahkan ketika banyak alternatif lebih dekat atau lebih murah?
Untuk menjawab itu, kita perlu memahami berbagai teori fundamental yang membentuk dasar dari studi loyalitas konsumen, seperti yang dibahas dalam Bab II skripsi ini.
Manajemen dan Pemasaran: Fondasi Strategis dalam Bisnis Ritel
Menurut Griffin (2021), manajemen adalah kegiatan terorganisir yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya untuk mencapai tujuan secara efisien. Dalam konteks toko bahan bangunan, manajemen yang baik mencerminkan tata kelola toko yang terstruktur, pelayanan pelanggan yang responsif, serta pengelolaan produk yang optimal.
Sementara itu, manajemen pemasaran --- menurut Kotler dan Keller (2016) --- merupakan seni dan ilmu dalam memilih pasar sasaran dan membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen melalui penciptaan nilai. Kegiatan ini mencakup seluruh proses dari identifikasi kebutuhan pelanggan, penetapan strategi harga, hingga komunikasi merek.
Peran Ritel: Jembatan antara Kebutuhan dan Kepuasan
Ritel bukan sekadar menjual produk. Berman dan Evans (2013) mendefinisikannya sebagai seluruh aktivitas yang memberikan nilai tambah melalui penjualan langsung kepada konsumen akhir. Artinya, toko bahan bangunan seperti Al-Hamim tidak hanya menyediakan barang, tetapi juga pengalaman berbelanja yang nyaman, pelayanan ramah, dan hubungan emosional dengan pelanggan.
Ritel yang berhasil adalah yang mampu membangun koneksi jangka panjang dengan pelanggannya --- lebih dari sekadar transaksi sekali beli.
Loyalitas Konsumen: Bukan Sekadar Datang Kembali
Loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen konsumen terhadap suatu toko atau merek, yang tercermin dalam pola pembelian berulang dan kesediaan merekomendasikan kepada orang lain (Kotler & Keller, 2016). Jill Griffin (2010) bahkan mengilustrasikan proses loyalitas dalam lima tahap: dari pembelian pertama, evaluasi, keputusan untuk membeli ulang, hingga menjadi pelanggan tetap bahkan penganjur (advocate) yang secara aktif mempromosikan toko tersebut.
Loyalitas yang sejati bukan hanya soal harga murah atau lokasi dekat, tapi juga soal kepercayaan, kepuasan, dan ikatan emosional.