Mohon tunggu...
Islah oodi
Islah oodi Mohon Tunggu... Penulis - Wong Ndeso

Penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Becak Kota Tua

6 Maret 2021   20:32 Diperbarui: 6 Maret 2021   20:43 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:Pixabay

Hari telah mulai panas. Terlihat pelita mayapada pun sudah hampir di tengah-tengah petala cakrawala. Lalu-lalang orang-orang yang melakukan transaksi jual-beli juga tak seramai pagi hari. Tapi bagaimana dengan Kasdi? Si tukang becak yang sedari tadi belum mendapatkan asupan rezeki. 

Sedang Kasdi harus menghidupi satu istri dan dua orang anaknya; yang pertama telah kelas tiga SD dan yang bungsu masih menyusu.Dari pagi Kasdi hanya termenung di pangkalan becak sambil menunggu dua atau cukup satu saja orang yang mau menggunakan jasanya, entah itu mengangkut penumpang atau hanya mengangkut belanjaan. 

Tapi akhir-akhir ini banyak orang-orang yang telah memiliki kendaraan pribadi, sehingga jarang lagi yang menggunakan jasa becak sebagai ladang usaha satu-satunya si Kasdi. Tak hanya itu, orang-orangnya pun banyak beralih ke ojek-ojek online yang dengan mudah diakses, cukup dengan meng-klik aplikasi langsung datang sendiri sesuai yang orang-orang kehendaki.

Perubahan zaman memang keniscayaan yang tak bisa dinafikan. Tak hanya Kasdi yang merasa bahwa perubahan membawa dampak pada pekerjaan yang ia geluti selama ini, tapi banyak teman seprofesi yang juga merasakan bahwa becak tak lagi digemari sebagai alat transportasi. 

Banyak teman-teman Kasdi yang memilih pensiun dari mengayuh becak. Sebagian ada yang mencari pekerjaan baru dan ada pula yang beralih menjadi tukang ojek online walaupun harus kredit motor terdahulu.

"Bagaimana ini, Kang Kasdi? Sudah sampai siang begini belum juga ada rezeki yang nyantol di mari," ucap Kasno teman sesamanya sebagai pengayuh becak.

"Entah, Kang. Mau bagaimana lagi, wong memang orang-orang sudah pada punya kendaraan sendiri-sendiri." Kasdi menanggapi dengan mimik muka yang lesu.

"Jika terus begini, ya, bisa-bisa tidak dapat beli beras, tak dapat bayar sekolah anak, tak bisa cicil bayar kontrakan rumah," ucap Kasno dengan nada putus asa. Matanya menerawang jauh ke depan, namun seperti tak menemukan jalan keluar.

Mendengar teman seperjuangan, sebenarnya Kasdi turut kasihan. Tapi mau bantu apa? Sedang keadaan dirinya juga sama-sama sulit dalam masalah ekonomi. Bahkan mungkin jika ditimbang antara kebutuhan dirinya dengan Kasno akan lebih berat yang menjadi tanggungannya. Kasno hanya punya satu anak, sedang dirinya punya dua anak yang keduanya sama-sama membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidup. Walaupun toh rezeki sudah ada yang ngatur, tapi tetap saja dalam hati Kasdi ada rasa takut jika hari-hari tak ada pemasukan.

"Kang, sampean tak ada keinginan ganti pekerjaan?" Si Kasno bertanya.

"Tak tahu, Kang. Kalau mau ganti pekerjaan juga butuh biaya sebagai modal."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun