Mohon tunggu...
Islah oodi
Islah oodi Mohon Tunggu... Penulis - Wong Ndeso

Penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Kematian Imah

24 Februari 2021   22:56 Diperbarui: 24 Februari 2021   23:28 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay

Kasihanilah mayat Imah wahai alam, wahai semesta, wahai Yang Maha Esa. Andai saja tidak turun hujan mungkin sebagian warga ada yang berjaga sehingga lelaki bejat berkerudung sarung itu tak dapat merusak makam Imah. Alam malah seperti merestui makam Imah dirusak atau sejatinya alam dengan hujan yang deras ini menjaga makam Imah, hanya saja lelaki berkerudung sarung itu nekat untuk melakukan perbuatan bejat?

Makam Imah kini benar-benar telah rusak, patok nisannya tercabut dan dilemparkan entah ke mana oleh lelaki berkerudung sarung. Beberapa kali lelaki itu mendengus kesal sebab tanah kubur yang tergali kembali ke dalam hanyut oleh air hujan. Tapi tetap saja ia ayunkan cangkulnya terus, terus dan terus tanpa henti. Hingga kini papan-papan yang menutupi mayat Imah beristirahat dalam lahad telah tampak. Lelaki berkerudung sarung bergumam lirih, "akhirnya."

Satu persatu papan ia ambil dan perlahan pocong Imah terlihat. Hujan yang masih turun dengan derasnya membuat air bercampur lumpur mengalir ke liang lahad mengotori putih kafan yang membalut mayat Imah. Bujur kaku pocong Imah telah tampak sepenuhnya, lelaki yang berkerudung menyingkap kain sarung bagian bawah yang menutupi wajahnya dan sejurus kemudian kepalanya menjulur ke pocong Imah dan mulailah satu persatu tali pocong ia ambil dengan gigitan mulutnya; mulai dari tali bagian atas, tengah hingga terakhir tali bagian bawah kaki Imah.

Semua tali pocong Imah telah didapatkan oleh lelaki berkerudung sarung. Belum puas dengan tali pocongnya kemudian lelaki itu mengeluarkan mayat Imah dari lahad ke bagian sebelahnya. 

Kini, satu demi satu lapisan kafan Imah ia buka dan tampaklah aurat mayat Imah. Lelaki berkerudung sarung menanggalkan celana kolor yang ia kenakan lalu menindih mayat Imah dan sungguh teramat bejat apa yang kini dilakukan lelaki berkerudung sarung itu. Ia setubuhi mayat perawan Imah yang suci. 

Di langit suara petir menggelar, hujan turun semakin deras bercampur angin kencang. Bunga-bunga pohon kemboja pekuburan gugur jatuh dan kotor ternoda lumpur seperti bunga kehormatan Imah yang kini dirampas oleh manusia berwatak binatang. Bahkan, sebejat-bejatnya binatang pun tak ada sejarahnya menyetubuhi bangkai binatang lainnya yang telah mati.

***

Oh, Imah gadis cantik berkulit putih itu yang kala senyum tampak gigi gingsulnya menambah elok rupa wajahnya. Oh, Imah gadis yang semasa hidupnya dirundung derita sebab ibunya tak menginginkan ia lahir di dunia, hanya Sudarmin tepat Imah mendapat kasih sayang. 

Oh, Imah gadis suci yang membawa kesuciannya hingga akhir usia mengapa kini terpaksa dinodai oleh lelaki bejat budak setan yang terlaknat. Mengapa Tuhan? Mengapa tak Engkau sudahi penderitaan Imah bahkan hingga ia mati pun masih mendapatkan musibah? Ah, biarlah apa yang kini dilakukan lelaki berkerudung sarung pada Imah tak tertulis dalam cerita ini. Terlalu nista, hina dan keji.

***
Mayat Imah kini telah ternoda. Lelaki berkerudung sarung bangkit dan mencoba keluar dari dalam kubur Imah. Tapi ia terpeleset lalu bangkit kembali dan bersamaan dengan itu tanah bagian atas liang lahad Imah ambruk dan longsor memendam sebagian tubuh lelaki berkerudung sarung hingga sampai dadanya. 

Lelaki itu berusaha keluar dari impit longsoran tanah, tapi usahanya seakan sia-sia sebab air hujan yang mengalir dari atas bukit membawa lumpur membuat lelaki itu semakin terkubur. Lelaki berkerudung sarung masih terus berusaha dan terus berusaha berpacu dengan deras air hujan yang perlahan menenggelamkannya. Lelaki itu mengerang dan berteriak meminta tolong namun suaranya kalah dengan pekik petir yang menggelegar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun