Mohon tunggu...
Isidorus Lilijawa
Isidorus Lilijawa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Meneropong posibilitas...

Dum spiro spero

Selanjutnya

Tutup

Money

Garam NTT Tak Seasin Garam Impor

1 Juni 2021   10:42 Diperbarui: 1 Juni 2021   11:27 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pujian, optimisme, harapan para pejabat di atas terhadap garam NTT memang luar biasa. Namun, selalu begitu, indah kabar dari rupa. Niat hati mau memproduksi garam lokal semakin berkuantitas dan berkualitas, kran impor garam dibuka lagi 3 juta ton. Petani garam gigit jari. Keberpihakan pemerintah tidak seasin garam NTT. Asin di narasi, hambar di aksi. Alhasil puluhan ribu ton garam 'nganggur' di gudang. Rakyat menjerit. Pejabat membangun narasi lagi.

Narasinya adalah 3 juta ton yang diimpor itu untuk kebutuhan garam industri. Sementara kualitas garam NTT masih belum berkualitas industri. Lalu, buat apa pemerintah minta rakyat memproduksi garam jika hanya untuk digudangkan? Mengapa dari dulu narasinya garam NTT bisa menutup kekurangan impor garam industri jika saat ini malah di-PHP? Politik garam memang kejam. Kalau tidak asin pasti tak laris. Garam NTT indah di nasari, sakitnya di hati para pekerja garam.

Garam NTT mungkin saja tak seasin garam impor. Tetapi tidak boleh menjadi hambar di kandang sendiri. Jika belum mampu bersaing secara nasional, minimal menjadi jago di kendang sendiri. Coba cek fakta. Apakah garam NTT menguasai NTT? Apakah rakyat NTT mengkonsumsi garam NTT? Apakah para pejabat teras depan, teras samping dan teras belakang rutin dan rajin mempromosikan garam NTT? Jangan ada dusta di antara kita.

Garam kita 'kalah' di kandang sendiri. Garam dari luar NTT malah menguasai pasaran NTT. Di Sabu ada garam Sabu. Di Nagekeo ada garam Nagekeo. Tetapi di kios, toko, pasar yang kelihatan malah garam dengan merek dari luar NTT. Pemerintah daerah sebagai regulator harus berani atur itu. Jangan banyak narasi garam tanpa tahu asinnya garam NTT. Lakukan kebijakan. 

Proteksi bila perlu supaya orang NTT konsumsi garam made in NTT. Titik. Kalau ada yang berani macam begini, luar biasa. Namun, saya menduga pemerintah daerah kita malah sudah tidak seasin garam NTT alias hambar. Hambar dalam kebijakan, hambar dalam keberpihakan. Jika hambar ini kelamaan dan kebanyakan efeknya bisa ke suam-suam kuku, tidak panas tidak dingin, disposisi batin yang tidak jelas keberpihakannya.

Beberapa tahun lalu saya sempat melihat lahan garam dan mendengar curhat pekerja garam di Wini Kabupaten TTU. Ribuan ton garam mereka hanya parkir di gudang. Padahal mereka sudah keluarkan modal banyak untuk bekerja garam. Mau jual ke mana? Siapa yang mau beli? Sudah tidak dibeli, harus buat gudang penampungan jika tidak mau garam rusak. Ujung-ujungnya jual murah meriah atau rusak di gudang. Apesnya nasib pekerja garam kita. Yah, semoga NTT bangkit NTT sejahtera bisa juga dimulai dari urusan garam ini agar kita benar-benar asin seasin garam NTT.

tayang di rote-ndao.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun