Mohon tunggu...
Isharyanto Solo
Isharyanto Solo Mohon Tunggu... Penulis

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Siapa yang Bertanggung Jawab atas Perlindungan Konsumen?

11 Juni 2025   16:58 Diperbarui: 11 Juni 2025   16:58 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pasar digital dan fisik dipenuhi beragam barang dan jasa---dari yang dibutuhkan hingga yang hanya memikat---pertanyaan paling sederhana sekaligus paling penting muncul: siapa yang seharusnya melindungi konsumen? Apakah negara, pelaku usaha, atau konsumen itu sendiri?

Menurut Browne et al. (2015), konsumen kerap berada dalam posisi lemah secara informasi dan daya tawar. Mereka tidak ikut merancang produk, tak memiliki akses pada alat uji keamanan, dan umumnya tak memahami sistem produksi. Namun di saat yang sama, mereka didorong untuk bertindak cerdas dan mandiri. Dalam studi tentang literasi finansial, Williams (2007) menyoroti kontradiksi ini: negara mendorong konsumen menjadi agen rasional, namun abai terhadap hambatan struktural yang mereka hadapi. Spirit Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 pun tampak membagi tanggung jawab secara proporsional---pelaku usaha dilarang menyesatkan, konsumen wajib berhati-hati, sementara negara bertugas menyadarkan. Tetapi apakah pembagian ini efektif?

Sebagaimana ditulis oleh Herrine (2022), hukum perlindungan konsumen bukan sekadar perangkat legal, tetapi refleksi dari nilai-nilai sosial tentang keadilan ekonomi. Dalam kajian Goenka (2020), pendekatan pluralistik terhadap moralitas konsumen mengusulkan bahwa tanggung jawab etis tersebar antara negara, pasar, dan masyarakat sipil. Namun, pendekatan ini rentan menyalahkan konsumen atas kerugian yang sesungguhnya lahir dari sistem yang timpang.

Dalam konteks digital, tekanan terhadap konsumen semakin besar. Dommeyer dan Gross (2003), dalam penelitiannya tentang strategi perlindungan privasi, menemukan kesenjangan yang nyata antara pengetahuan dan tindakan konsumen. Walaupun banyak yang tahu risiko, hanya sedikit yang melakukan perlindungan aktif. Di sinilah, menurut Fletcher et al. (2023), perlindungan konsumen digital membutuhkan pendekatan regulatif yang lebih kuat dan tidak hanya bergantung pada edukasi.

Jika kita menengok praktik di negara lain, India menonjol sebagai negara yang mengakui perlindungan konsumen sebagai bagian dari hak konstitusional. Verma (2002) mencatat bahwa Consumer Protection Act 2019 memperkuat akses hukum bagi konsumen, sementara Rizzi (2017) menekankan pentingnya kebijakan keamanan produk sebagai agenda strategis negara. Swire (2008) menambahkan bahwa pelaku usaha digital di India dituntut untuk tunduk pada kerangka hukum yang ketat, bahkan ketika konsumen bertindak sebagai produsen konten.

Berbeda dari itu, Malaysia membangun pendekatan proteksi yang lebih kontekstual. Dalam kajian oleh Halim et al. (2014), isu perlindungan halal menjadi pintu masuk untuk memperkuat regulasi mutu produk dan kepercayaan publik. Zeno (2020) menekankan bahwa regulasi kini juga menjangkau pelaku usaha daring, sementara menurut Aziz et al. (2011), kerangka hukum Malaysia terbukti lebih adaptif dibanding Indonesia dalam menjembatani kepentingan konsumen dan pelaku usaha.

Vietnam memilih jalur berbeda. Menurut Diep dan Huy (2022), Vietnam mengadopsi pendekatan kontrol negara yang kuat atas produk dan jasa yang beredar, terutama dalam sektor digital. Studi perbandingan oleh Kadir et al. (2024) menunjukkan bahwa Vietnam lebih progresif dalam merevisi UU perlindungan konsumen secara sistematis untuk menyesuaikan tantangan pasar global.

Lantas, apa pelajaran untuk Indonesia?

Pertama, sebagaimana ditegaskan oleh Salai et al. (2014), kita perlu meninggalkan pendekatan moralistik yang menyuruh konsumen untuk "cerdas" tanpa dukungan sistemik. Perlindungan harus dibangun melalui ekosistem yang memungkinkan keputusan rasional---transparansi produk, literasi berbasis teknologi, dan kanal aduan yang responsif.

Kedua, perlindungan konsumen tidak bisa berdiri sendiri sebagai ranah hukum, tetapi harus menjadi bagian dari strategi kebijakan publik lintas sektor. Delovieres et al. (2025) menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat mendorong pertumbuhan merek lokal jika didukung kebijakan pemasaran yang bersinergi.

Ketiga, dalam konteks ruang sosial, Veresiu (2020) mencatat bagaimana negara Eropa membangun ruang-ruang publik yang tidak hanya fungsional tetapi juga edukatif, memperkuat akulturasi dan kontrol sosial terhadap praktik pasar.

Dengan demikian, peran negara dalam perlindungan konsumen bukanlah sekadar penjaga di ujung proses. Negara harus menjadi arsitek keberdayaan, membangun sistem di mana konsumen bisa bertindak rasional tanpa ketakutan. Pertanyaannya bukan lagi: "Apakah konsumen sudah cerdas?" melainkan: "Apakah negara sudah membangun kondisi yang memungkinkan konsumen menjadi cerdas?"


Daftar Pustaka


Aziz, A. A., Razman, M. R., & Khalid, K. A. T. (2011). A comparative study on the consumer protection legislations of Malaysia and Indonesia. International Business Management, 5(5), 266--278.

Brennan, C., Vlaev, I., Blakemore, M., & Smith, N. (2017). Consumer education and empowerment in Europe: recent developments in policy and practice. International Journal of Consumer Studies, 41(2), 147--157.

Browne, M. N., Clapp, K. B., Kubasek, N. K., & Biksacky, L. (2015). Protecting consumers from themselves: consumer law and the vulnerable consumer. Drake Law Review, 63, 157.

Delovieres, K. R., et al. (2025). Empowering local brands: The role of government and marketing in driving growth.

Diep, N. T., & Huy, D. T. N. (2022). Viewpoints of issuing law of consumer protection in Vietnam. International Journal of Ecosystems & Ecology Sciences, 12(3).

Dommeyer, C. J., & Gross, B. L. (2003). What consumers know and what they do: An investigation of consumer knowledge, awareness, and use of privacy protection strategies. Journal of Interactive Marketing, 17(2), 34--51.

Fletcher, A., Crawford, G. S., Crmer, J., Dinielli, D., Heidhues, P., Luca, M., ... & Sinkinson, M. (2023). Consumer protection for online markets and large digital platforms. Yale Journal on Regulation, 40, 875.

Goenka, S. (2020). A pluralistic approach to consumer morality. Cornell University.

Halim, M. A. B. A., Mohd, K. W. B., Salleh, M. M. M., Yalawae, A., Omar, T. S. M. N. S., Ahmad, A., ... & Mohd Kashim, M. I. A. B. (2014). Consumer protection of halal products in Malaysia: A literature highlight. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 121, 68--78.

Herrine, L. (2022). What is consumer protection for? Loyola Consumer Law Review, 34, 1.

Kadir, M. Y. A., Arifin, M., Disantara, F. P., Thuong, M. T. H., & Nutako, B. S. M. (2024). The reform of consumer protection law: Comparison of Indonesia, Vietnam, and Ghana. Jurnal Suara Hukum, 6(02).

Rizzi, M. (2017). The evolution of consumer product safety policy and regulation in India. Journal of Consumer Policy, 40(3), 389--412.

Salai, S., Znidersic, R. K., & Salai, L. (2014). Consumers' protection and creating consumers' value. African Journal of Business Management, 8(13), 474.

Swire, P. P. (2008). When should "Consumers-as-Producers" have to comply with consumer protection laws?. Journal of Consumer Policy, 31, 473--487.

Veresiu, E. (2020). The consumer acculturative effect of state-subsidized spaces: spatial segregation, cultural integration, and consumer contestation. Consumption Markets & Culture, 23(4), 342--360.

Verma, D. P. S. (2002). Developments in consumer protection in India. Journal of Consumer Policy, 25(1), 117--123.

Williams, T. (2007). Empowerment of whom and for what? Financial literacy education and the new regulation of consumer financial services. Law & Policy, 29(2), 226--256.

Zeno, J. (2020). Digital entrepreneurs: Legal obligations under the consumer protection laws and regulations in Malaysia. Asian Journal of Entrepreneurship, 1(4), 39--52.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun