Mohon tunggu...
Isfina Fadillah
Isfina Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih Belajar Menulis

Mahasiswi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konferensi Asia Afrika 1955: Suatu Respons Negara Dunia Ketiga

5 Desember 2021   23:00 Diperbarui: 5 Desember 2021   23:34 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kumparan.com

Potret penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika di Gedung Merdeka, Bandung yang menjadi cikal bakal Gerakan Non Blok.

Latar Belakang Konferensi Asia Afrika

Perang Dunia II yang berakhir pada bulan Agustus 1945 memunculkan dua negara adidaya yang saling bertentangan secara ideologis dan secara kepentingan, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet. Keduanya saling berlomba agar semua negara di dunia dapat memutuskan pilihannya kepada salah satu blok. 

Hal tersebut tentunya membuat situasi dunia semakin memanas. Badan internasional PBB memang telah ada pada saat itu, tetapi dalam kenyataanya PBB belum berhasil untuk menyelesaikan konflik tersebut. 

Akibatnya, permusuhan di beberapa negara terus berlangsung, terutama di negara yang ada di Asia Afrika. Perang secara terbuka akhirnya terjadi di beberapa wilayah seperti Korea, Indo-Cina, Afrika Utara, Afrika Selatan, dan Palestina.


Jika melihat negara-negara di Asia Afrika sebelum tahun 1945, pada umumnya masih negara jajahan berbagai bangsa barat. Namun, semenjak tahun 1945 banyak negara Asia Afrika yang telah mencapai kemerdekaanya. 

Kendati demikian, beberapa negara Asia Afrika yang sudah mencapai kemerdekaannya pun masih membuat mereka berada di bawah bayang-bayang sisa penjajahan. Tak terkecuali Indonesia dengan permasalahan Irian Barat yang dapat dikatakan sebagai duri dalam daging pada saat itu. 

Selain itu, berkembangnya senjata nuklir yang merupakan senjata pemusnah massal membuat bangsa-bangsa Asia Afrika semakin khawatir. 

Berbagai kenyataan seperti itulah yang melahirkan sebuah gagasan yang bernama Konferensi Asia Afrika. Negara-negara di Asia dan Afrika menginginkan untuk dapat terbebas dari dominasi negara adikuasa dan membangun negaranya sendiri sesuai dengan asas kedamaian, keadilan, dan kemerdekaan.

Dua Konferensi Pendahulu

Sebelum digelarnya Konferensi Asia Afrika di Bandung, terdapat sebuah dua pertemuan yang merupakan cikal dari KAA, yakni Konferensi Colombo dan Konferensi Bogor. Pada tanggal 28 April-2 Mei 1954, dilaksanakan sebuah pertemuan yang dinamakan Konferensi Colombo. 

Sesuai Namanya, konferensi ini dilaksanakan di Colombo yang merupakan ibu kota negara Sri Lanka. Konferensi Colombo dihadiri oleh perdana menteri dari lima negara, yakni Indonesia, Burma, Ceylon, Pakistan, dan India. Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa perlunya mengadakan sebuah konferensi lanjutan bagi bangsa di Asia dan Afrika. Tak hanya itu, perdana menteri Indonesia (Ali Sastroamijoyo)  juga mendapat penghormatan untuk menyelidiki kemungkinan konferensi yang akan dilaksanakan.

Sumber : Kompas.com
Sumber : Kompas.com

Konferensi Colombo 1954

(Sumber : Kompas.com)

Setelah melalui observasi dan penjajagan yang cukup serius, Ali Sastroamijoyo meyakini bahwa Konferensi Asia Afrika sangat mungkin untuk digelar. Pada tanggal 28-29 Desember 1954, dilaksanakan lagi sebuah konferensi yang bernama Konferensi Bogor. Konferensi Bogor menghasilkan empat keputusan penting, yakni; Konferensi Asia Afrika I yang diselenggarakan mulai tanggal 18 April 1955 hingga 24 April 1955 di Bandung, penetapan dari tujuan dilaksanakannya KAA dan negara-negara yang akan menjadi peserta KAA, hal-hal yang akan disampaikan dalam KAA, dan pemberian dukungan dari peserta konferensi untuk Indonesia mengenai permasalahan Irian Barat. Konferensi Colombo dan Konferensi Bogor dapat dikatakan sebagai tonggak penting dari gagasan KAA.

Mengapa Bandung ?

Bandung akhirnya dipilih sebagai tempat penyelenggaraan KAA. Dipilihnya Bandung merupakan permintaan dari Presiden Soekarno. Menurut Presiden Soekarno, Bandung merupakan titik awal dari gerakan kemerdekaan yang dipimpinnya secara langsung. Bandung juga mempunyai sisi sejarah yang sangat penting bagi Presiden Soekarno. Semasa mudanya, Soekarno pernah berkuliah di Kota Bandung. Tak hanya itu, Bandung juga merupakan saksi perjuangan politiknya untuk menggapai kemerdekaan Indonesia. Ia merasakan berbagai pahit manisnya perjuangan di Bandung. Salah satunya ialah ketika ia merasakan jeruji besi di penjara Banceuy bersama teman-teman Partai Nasional Indonesia (PNI).

Perseteruan Soekarno VS Ali Sastroamijoyo

          Societeit Concordia dipilih sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika. Namu, siapa sangka, ternyata terdapat perseteruan antara Presiden Soekarno dengan PM Ali Sastroamijoyo yang mempermasalahkan penataan arsitektonis Gedung Societeit Concordia. Presiden Soekarno yang juga merupakan seorang insinyur teknik sipil merasa bahwa dirinya mengetahui semua seluk beluk arsitektur dibandingkan dengan Ali Sastroamijoyo yang mempunyai latar belakang sebagai ahli hukum (pengacara). Tak hanya itu, tepat sebelas hari menuju pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, Presiden Soekarno melakukan sebuah inspeksi secara mendadak. Presiden Soekarno mengganti nama Gedung Societeit Concordia menjadi Gedung Merdeka. Inspeksi tersebut akhirnya mendapat kecaman dari Pemerintah Kota Bandung. Pasalnya, Presiden Soekarno tidak berkomunikasi terlebih dahulu dengan pemerintah setempat terkait pergantian nama gedung tersebut. Keputusan Soekarno bukanlah tanpa alasan. Ia berpendapat bahwa pergantian nama dari Gedung Societeit Concordia menjadi Gedung Merdeka merupakan suatu bentuk memori kolektif, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Pergantian nama tersebut menandakan bahwa terdapat sebuah peristiwa penting dalam upaya perjuangan kemerdekaan negara-negara di Asia Afrika yang akan dilaksanakan di sebuah gedung yang awalnya merupakan simbol dari kolonialisme di Kota Bandung, yakni Gedung Societeit Concordia.

Jalannya Konferensi Asia Afrika

Konferensi Asia Afrika resmi dibuka pada hari Senin, 18 April 1955. Sidang perdana pembukaan KAA bertempat di Gedung Merdeka, Bandung. Sidang diawali dengan pidato dari Presiden Soekarno dengan judul Let a New Asia and a New Africa be Born. Bung Karno berpidato selama 40 menit dan tanpa teks. Dalam pidatonya, Presiden Soekarno menyinggung mengenai rasa persatuan dan persaudaraan. Pidato Bung Karno inilah yang kemudian menumbuhkan rasa percaya diri para peserta konferensi untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada. Bahkan, pidato tersebut dapat dikatakan sebagai titik awal dari lahirnya tatanan yang bernama negara dunia ketiga.

Konferensi Asia Afrika berakhir pada tanggal 24 April 1955. Terdapat enam poin konsensus bersama yang dihasilkan, yakni : deklarasi peningkatan perdamaian, hak asasi manusia, permasalahan kemerdekaan, kerjasama ekonomi, kerjasama budaya, dan masalah-masalah lainnya. Menurut Kementerian Penerangan RI (1955), Konferensi Asia Afrika tidak hanya menghasilkan konsensus bersama, tetapi juga menghasilkan pernyataan dan kesepakatan khusus sebagai berikut: pertama, KAA menjadi sebuah medan pertentangan dengan perang dingin. Kedua, KAA merupakan konferensi yang dapat meredakan ketegangan internasional (terutama di berbagai negara Asia Afrika). Ketiga, musyawarah dan mufakat merupakan cara yang tepat untuk diimplementasikan dalam konferensi dan menghasilkan keputusan yang baik. Keempat, dengan bertemunya 29 negara Asia-Afrika yang sangat multikultural, Indonesia merupakan titik pertemuan dari berbagai aliran. Kelima, pasca adanya KAA, kerjasama antarnegara Asia Afrika yang bersifat erat dapat dilakukan (terutama dalam bidang ekonomi dan budaya). Keenam, KAA menunjukkan bahwa menggapai perdamaian dunia dapat diraih bersama-sama atas dasar sepuluh Azas Piagam Bandung. Ketujuh, semangat anti-kolonialisme berhasil diperjuangkan melalui semangat penentuan nasib sendiri.

Penutup

          Konferensi Asia Afrika dapat disebut sebagai sebuah capaian diplomasi yang sangat besar dan berperan penting bagi Indonesia dengan terumuskannya Dasasila Bandung. Negara-negara blok barat dan blok timur merespons pelaksanaan KAA dengan pandangan yang beragam. Amerika Serikat merespons bahwa dengan tidak memihaknya negara-negara yang tergabung dalam KAA kepada blok barat, maka negara-negara tersebut merupakan musuh Amerika Serikat sedangkan  Uni Soviet merespons pelaksanaan KAA secara positif, Uni Soviet menilai bahwa KAA dapat menciptakan perdamaian, persahabatan, dan upaya perhatian antarsesama negara anggota yang tergabung dalam KAA (Utama, 2017: 147).

Sumber Referensi:

Kusmayadi, Yadi. (2018). Pengaruh Konferensi Asia Afrika (KAA) Tahun 1955 Terhadap Kemerdekaan Negara-Negara di Benua Afrika. Jurnal Agastya. 8(1). 16-18. Diakses dari https://e-journal.unipma.ac.id

Muharyanto, S. 2006. Konferensi Asia Afrika I 18-24 April 1955 di Bandung (Suatu Tinjauan Historis Politik Luar Negeri Republik Indonesia). Skripsi. Program Sarjana Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Sofyan, Ahmad. (2019). Dari Societeit Concordia Menuju Gedung Merdeka: Memori Kolektif Kemerdekaan Asia-Afrika. Indonesian Historical Studies. 3(1). 26-27. Diakses dari https://ejournal2.undip.ac.id

Akbar, TH., Subagyo, A., Oktaviani, J. (2020). Realisme dalam Kepentingan Nasional Indonesia Melalui Forum Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non Blok (GNB). Jurnal Dinamika Global. 5 (1). 126-127. Diakses dari https://ejournal.fisip.unjani.ac.id

Utama, Wildan. (2017). Konferensi Asia-Afrika 1955 : Asal Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Anti Imperialisme. Tangerang : Marjin Kiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun