Mohon tunggu...
Isa Rian Fadilah
Isa Rian Fadilah Mohon Tunggu... -

Penikmat kuliner

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tiga Kuliner Wajib Saat ke Bandung

9 Mei 2018   11:47 Diperbarui: 9 Mei 2018   12:35 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sop Buntut Dapur Dahapati. Foto: Isa Rian Fadilah

Apa yang membuat orang mau melancong ke Bandung? Mungkinkah wisatawan berpikir hal lain selain kuliner? Bisa jadi karena tempat wisatanya, tapi hampir pasti mereka pun mengincar kulinernya. Makanan sudah lumrah jadi salah satu alasan para wisatawan untuk berkunjung ke Kota Kembang. 

Bersyukurlah masyarakat Bandung atas segala kenikmatan sajian kulinernya yang begitu melimpah dan, yang juga tak kalah penting, mudah didapat. Ini baru akan disadari secara sahih dan tak terbantahkan ketika orang Bandung merantau ke tempat lain. 

Saya contohnya (saya sebenarnya orang Cimahi, tapi hidup saya tak lepas dari Bandung). Merantau ke Medan, saya semakin teryakinkan bahwa Bandung punya segalanya soal kuliner.

Ada beberapa panganan di Bandung yang punya magnet yang begitu kuat bagi saya. Makanan-makanan ini punya daya tarik yang tidak dimiliki kebanyakan lantaran kualitas rasanya. Kuliner ini berhasil membuat saya kembali dan kembali lagi. Pertama, Dapur Dahapati. Resto ini adalah spesialis sop buntut. Anda tak bisa mendapatkan makanan lain di sini. Cuma sop buntut, tapi bukan main enaknya.

Kebetulan, saya pernah berbincang dengan supervisor Dapur Dahapati, Ajeng, tentang sejarah dan bagaimana tempat ini bisa menghasilkan sop semaknyus itu. Menurut dia, Dapur Dahapati sudah puluhan tahun konsisten mempertahankan resep sop buntut secara turun temurun. Sang pemilik resto menjaga resep pemberian sang nenek yang berdarah Thailand. Boleh dibilang, sop buntut di sini merupakan perpaduan antara citarasa nusantara dengan sentuhan sensasi Thailand.

Ciri khas yang paling melekat pada sop buntut di sini adalah kekayaan rasa kuah dan tekstur daging buntut sapinya. Sensasi kuahnya memang amat terasa, bukan sekadar asin. Saya tak mau menyisakan sedikit pun kuahnya. Daging buntut sapi di sini segar, empuk, dan lembut. Penikmatnya tak perlu kerepotan mengunyah dagingnya. Bau amis pun sama sekali tidak tercium.


"Pelanggan di sini sering menyebut sop buntut di Dahapati itu dagingnya copot, tinggal tulangnya. Maksudnya saat mereka makan sop buntut di sini hanya menyisakan tulangnya," ujar supervisor Dapur Dahapati.

Saya semakin penasaran dengan cara membuatnya. Ternyata, proses pembuatan sop ini merepotkan dan memakan waktu lama. Buntut sapi segar dicuci terlebih dahulu hingga bersih dan tidak meninggalkan bau tak sedap. Buntut kemudian direbus dengan menggunakan beragam rempah seperti merica, pala, bawang bombay dan rempah lainnya.

Mayoritas pelanggan memesan sop buntut untuk dibawa pulang atau pun pesan antar. Dapur Dahapati mampu menghabiskan sekitar 150 porsi sop buntut dalam sehari. Jika sedang ramai-ramainya, lebih dari 200 porsi sop buntut di dua outlet habis terjual dalam sehari.

"Konsumen kami bukan dari Bandung saja. Banyak dari Jakarta. Malah ada yang bawa sampai ke Singapura. Mereka biasanya dibekukan," ucapnya.

Ada dua tempat yang bisa Anda kunjungi, yakni di Jalan Anggrek dan Jalan Cipaganti Bandung. Cukup merogoh kocek Rp 100 ribu, Anda sudah bisa menikmati sop buntut dan jus di sini. Itu pun masih kembalian.

Berbicara kuliner di Jalan Cipaganti, pikiran saya langsung tertuju pada cireng dan cilok Cipaganti. Meski 'sekadar' cilok dan dijual di pinggir jalan, pembelinya justru kebanyakan mereka yang berpakaian necis dan memakai kendaraan roda empat. Pemiliknya, Abah Cireng, sudah beroperasi di sana sejak 1990. Dulu, cilok masih menjadi produk nomor dua setelah cireng di sini. Tapi kini, seiring berjalannya waktu setelah banyak orang mencobanya, cilok tak kalah lakunya dengan cireng.

Cilok Cipaganti. Foto: Foody.id
Cilok Cipaganti. Foto: Foody.id
Cilok Cipaganti sama sekali berbeda dengan cilok biasa. Teksturnya benar-benar empuk dan tidak terlalu kenyal seperti karet. Dengan beberapa gigitan, cilok sudah bisa hancur dan terasa lembut di dalam mulut. Ukurannya tidak jauh beda dengan cilok lainnya yakni sekitar 2,5 sentimeter. Supaya terasa lebih nikmat, cilok diisi keju atau tetelan daging.

Cilok di sini dibuat dengan bahan yang tidak jauh berbeda dengan cireng. Namun, ada beberapa racikan tertentu yang ditambahkan. Seporsi cilok matang berisi sepuluh butir dengan bumbu kacang dan dikemas di dalam kap plastik. Ini bisa dinikmati dengan harga Rp 12 ribu. Bumbu kacangnya mengandung rasa pedas yang cukup terasa. Penyuka pedas tentunya akan sangat menyukainya. Namun bagi lidah yang tidak terlalu suka pedas, bumbu kacangnya akan terasa sangat pedas. Namun, itu bisa disiasati dengan menambahkan kecap.

Dalam sehari, Abah memproduksi lebih dari 2000 butir cilok. Cilok yang dijual di hari tersebut diproduksi hari itu juga. "Kalau cireng tidak habis, tidak bisa dijual besok jadi bahan cireng itu dibuat cilok dengan ditambah beberapa bahan tertentu. Itu sebabnya saya jual Cireng Cipaganti itu tidak ada limbah. Semua terpakai," ujar Abah saat ditemui di tempatnya berjualan, kemarin.

Abah pun membuat cilok dalam kemasan termasuk bumbunya. Cilok dalam kemasan hanya perlu dikukus kembali selama sepuluh menit. Cilok akan mengembang, dan hanya perlu menambahka sedikit air panas untuk bumbu kacangnya. Satu kemasan berisi 25 butir cilok yang dibanderol seharga Rp 30 ribu. Cilok dalam kemasan mampu bertahan selama tiga hari di suhu normal. Jika dimasukkan ke dalam lemari pendingin, cilok masih bisa bertahan selama dua minggu.

"Abah selalu mempertahankan tradisionalitas, khas Sundanya. Enggak bisa pakai tambahan macam-macam. Yang khas tradisional Sunda itu seperti ini," katanya yang sesekali masih kerap melayani pelanggan.

Abah membuat bumbu kacang sebanyak 25 kilogram dalam sehari. Jumlahnya bisa berlipat saat hari libur tiba. Cilok Cipaganti rutin dipesan konsumen luar kota. Konsumen dari Cibubur dan Depok misalnya, yang kerap memesan ribuan butir dalam seminggu.

Cireng Cipaganti setiap harinya dikunjungi oleh sekitar 300 pembeli. "Kalau gerimis justru lebih ramai. Ramainya pukul 13.00 hingga 17.00," ucapnya. Cireng dan Cilok Cipaganti memiliki lima cabang di Bandung.

"Yang jadi daya tarik utama mungkin bumbu kacangnya," katanya. Abah pun menerima pesanan melalui Facebook dan Instagram.

Cireng Cipaganti bisa dikunjungi setiap hari mulai pukul 13.00 hingga 20.30.

Satu lagi kuliner yang wajib dicoba, Lotek Tjihapit. Lotek ini termasuk salah satu lotek legendaris di Bandung lantaran telah aktif sejak 1970. Kualitas rasanya pun masih dipertahankan dan tidak berubah sejak dulu. Berkat rasanya yang orisinil, kedai lotek yang beralamat di Jalan Cihapit No. 8A Bandung ini tak pernah surut pembeli.

Lotek Tjihapit. Foto: Isa Rian Fadilah
Lotek Tjihapit. Foto: Isa Rian Fadilah
"Lotek di sini sama seperti lotek biasa. Mungkin yang membedakan rasa ya. Orang banyak datang ke sini karena rasanya khas dan mereka melihat ini sudah lama dari tahun 70-an," ujar pemilik Lotek Tjipaganti Nunung.

Dalam satu hari, sebanyak lebih dari 100 porsi lotek terjual di kedai ini di hari kerja. Di hari libur pun kedai ini tetap ramai. hanya Nunung seorang yang membuat lotek di sini, sehingga pelanggan kerapkali menunggu cukup lama. 

Namun, mereka tetap menunggu karena ingin menikmati lotek di kedai ini. "Pelanggan menunggu lotek sambil makan masakan yang ada di sini. Ada yang sampai diminta nunggu sampai dua puluh bungkus, tiga puluh bungkus, tapi mereka mau nunggu" ujarnya.

Lotek Tjihapit buka mulai pukul 09.00 hingga 15.00. Tidak jarang, lotek terjual habis satu jam sebelumnya, pukul 14.00. Anda bisa mengunjungi kedai ini untuk menikmati cita rasa lotekyang khas setiap hari kecuali Minggu.

"Pelanggan dari kalangan selebritas juga pernah ada yang datang ke sini. Berhubung di sini selalu penuh pengunjung, jadi kami tidak sempat untuk berfoto. Pak Dada Rosada dulu pernah ke sini," ujar Lengga, putri dari Nunung.

Pendatang dari luar kota pun mendengar kepopuleran Lotek Tjihapit, sehingga mereka terkadang mengunjungi kedai ini untuk menikmati lotek. Kendati lokasi kedai ini sedikit tersembunyi, tapi tempat ini selalu penuh sesak oleh pelanggan. Nunung hampir tidak memiliki waktu jeda dalam membuat lotek, karena pelanggan tak henti-hentinya berdatangan memesan kudapan sayur berlumur saus kacang ini.

Selain lotek matang, di sini juga tersedia lotek mentah, karedok, dan rujak. Keempat menu ini dibanderol Rp 15.000.

"Kadang-kadang kalau ada syukuran, malah ibunya yang dibawa ke sana untuk bikin lotek di tempat," kata Nunung.

Pelanggan banyak meminta agar kedai diperbesar dan dibuka cabang di tempat lain. "Masalahnya kalau buka cabang susah karena yang bikin lotek cuma satu orang, ibu saja," ujarnya.

Kendati saat ini penjual lotek sudah menjamur di mana-mana, Lotek Tjihapit justru memiliki pelanggan lebih banyak saat ini dibanding dahulu. "Pesaing lebih banyak sekarang memang betul. Tapi kami punya kelebihan dari yang lain yaitu kami sudah ada dari 1970. Sekarang kami promosi di media sosial juga. Mungkin itu yang membantu kenapa sekarang lebih rame daripada dulu," ujar Lengga.

Ia mengatakan, kedai ini akan terus seperti ini, mempertahankan masakan-masakan Sunda, meski kompetitor mengembangkannya dengan konsep resto. "Kami akan terus menjual makan yang sehat, murah, khas Sunda. Ini yang kami pertahankan," jelas Lengga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun