Mohon tunggu...
Irwansyah Saputra
Irwansyah Saputra Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

Belajar itu harus, pintar itu bonus.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sains, Agama, dan Atheisme

26 Juni 2020   14:31 Diperbarui: 11 Juni 2021   12:39 7475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baca juga: Atheisme, Kita Semua Andil dalam Menciptanya

Sebenarnya gugatan ini sebagian berasal dari sedikitnya sampel yang diambil, dan hipotesis penuduh yang belum diklarifikasi oleh yang tertuduh. Memang faktanya banyak orang-orang theis yang terbelakang, pandir dan keadaan negatif lainnya, tapi bukan berarti sampel tersebut bisa diinferensiasikan terhadap populasi. 

Saat kita ingin mengetahui kualitas 10 ribu botol sirup, kita tidak bisa hanya mencicipi 5% dari populasi untuk menentukan kualitas populasi itu. Artinya, semakin sedikit sampel yang dijadikan bahan riset, semakin sempit juga kesimpulan yang didapatkan, bahkan sama sekali tidak mewakili populasi. 

Gugatan seperti ini juga menghilangkan peran para cendikiawan dari kalangan theis yang memproses sulitnya dalil-dalil agama menjadi suatu hukum yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Para cendikiawan tersebut mencoba menangkap pesan yang Tuhan sampaikan lewat ayat-ayatNya agar bisa dipahami dan dijalankan dengan baik oleh umatNya. 

Proses tersebut tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Andai para penggugat itu mau baca lebih banyak, bagaimana sulitnya sebuah mazhab yang disebut dengan mazhab hanafi dalam memproses dalil menjadi suatu hukum, karena mazhab ini terkenal dengan penggunaan akal yang luar biasa. Bahkan Imam syafi'i pun berkata "belajar mazhab hanafi sangatlah sulit". 

Para imam mazhab ini bukanlah orang pandir, bodoh seperti yang digugat oleh mereka. Penggunaan akal mereka dalam menangkap pesan-pesan dari Tuhan untuk ditransliterasikan menjadi hukum praktis, tidak bisa disepelekan hanya karena banyaknya kalangan non theis yang pandir atau bodoh dalam menggunakan akal mereka. 

Tidak semua orang yang theis memahami agama secara tekstual saja, akal (dalam pemahaman theis) juga sama pentingnya dengan teks wahyu yang diturunkan oleh Tuhan.

Jaringan Analitik dan Jaringan Empatik

Sebuah riset telah dilakukan oleh Dr. Tony Jack, seorang professor dalam bidang filsafat sekaligus Neuroscience dan Professor Julie Exline, seorang professor psikologi. 

Dalam riset tersebut beliau mengatakan antara sains dan agama memberikan jalur yang valid untuk mendapatkan pengetahuan. Artinya, istilah hukum agama yang disebut oleh Atheis bersifat "meaningless", tidak lagi boleh disebut seperti itu. 

Jack menghubungkan orang-orang ke mesin MRI untuk melihat bagian otak mana yang menyala ketika mereka diminta untuk memecahkan masalah fisika vs memahami situasi sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun