Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Artikel Utama

Aksi Pamer Pemudik dan Terhambatnya Regenerasi Petani

25 April 2022   16:46 Diperbarui: 29 April 2022   02:14 1748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang, aroma pamer kesuksesan para perantau seolah mendapat panggung yang pas saat mudik lebaran. Capeknya membanting tulang di tanah rantau perlu semacam relaksasi dengan mengumbar cerita sukses kepada orang kampung.

Padahal, para perantau belum tentu sesukses seperti yang diceritakannya. Bisa jadi cukup banyak bumbu sandiwaranya agar orang kampung terkesima.

Memang, ada pemudik yang royal mentraktir di warung kopi desa. Tapi, siapa tahu, uang tersebut merupakan hasil perjuangannya secara berdarah-darah, atau bahkan mungkin uang yang didapat dengan berutang. 

Pamer saat mudik menjadi fenomena yang lazim karena pada dasarnya setiap orang membutuhkan penghargaan dari orang lain. Penghargaan tersebut antara lain terlihat ketika para perantau yang pamer dielu-elukan masyarakat di desanya.

Jelas, ada kebahagiaan tersendiri bagi pemudik yang dihargai di desanya, meskipun hanya bersifat sementara, yakni saat mudik saja.

Tapi, dampaknya bagi warga desa yang termakan dengan kisah sukses para pemudik, sungguh serius dan bukan bersifat sementara. Bahkan, bisa membahayakan program ketahanan pangan. Lho, kok begitu? 

Soalnya, tak sedikit orangtua di desa yang mendorong anaknya agar merantau mengikuti jejak warga desa yang telah terlebih dahulu hijrah ke kota besar dan pamer saat mudik.

Ilustrasi petani|dok. Ahmad Fayumi via Pinterest.com
Ilustrasi petani|dok. Ahmad Fayumi via Pinterest.com

Akhirnya, jadi petani tak menarik lagi bagi anak muda yang tinggal di kampung. Regenerasi petani jadi terhambat dan program ketahanan pangan jadi terancam.

Lagi pula, remaja desa yang telah menamatkan SMA, atau apalagi yang sarjana, merasa tidak sesuai lagi jadi petani. Mereka berpikir, kalau memang mau jadi petani, tak perlu sekolah tinggi-tinggi.

Padahal, petani terdidik yang berpikiran maju dari generasi muda sangat diperlukan agar pertanian kita semakin berkembang, dengan menggunakan sarana teknologi informasi terkini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun