Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bank Jangan Menunggu, Jadilah Penggerak Pemulihan Ekonomi Nasional

21 Juni 2021   11:25 Diperbarui: 22 Juni 2021   08:03 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bank Mandiri| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Perkembangan perekonomian dari suatu negara, antara lain bisa dideteksi dari perkembangan perbankannya. Jika bank-bank bergairah menyalurkan kredit kepada dunia usaha, menjadi sebuah pertanda bahwa kondisi perekonomian lagi kondusif.

Sebaliknya, bila penyaluran kredit secara agregat sangat minim, menjadi salah satu ciri-ciri ekonomi yang "sakit" dan perlu dicari resep yang jitu untuk menyembuhkannya.

Dari publikasi terbaru Bank Indonesia (BI) terlihat bahwa bank-bank di negara kita lebih banyak menyerap dana (menerima simpanan) dari masyarakat ketimbang menyalurkan dana sebagai kredit kepada masyarakat.

Sampai dengan akhir April 2021, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan nasional tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 10,94 persen dibanding kondisi satu tahun sebelumnya (April 2020).

DPK itu sendiri merupakan simpanan masyarakat dan institusi di perbankan dalam bentuk giro, tabungan, deposito, dan bentuk penyimpanan dana lainnya. 

Di lain pihak, penyaluran kredit dari bank kepada masyarakat dan institusi, justru mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar -2,28 persen pada April 2021 dibandingkan April 2020.

Seretnya penyaluran kredit di tengah melimpahnya likuiditas (ketersediaan dana), menunjukkan fungsi intermediasi perbankan nasional belum berjalan secara optimal.

Fungsi intermediasi tersebut maksudnya adalah fungsi perantara. Itulah yang menjadi fungsi utama bank, menjadi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana yang menyimpan di bank dengan masyarakat yang kekurangan dana yang meminjam dari bank.

Sebetulnya, tidak ada yang aneh atas data di atas. Semua orang juga tahu, penyebab utamanya adalah badai pandemi Covid-19 yang melanda negara kita sejak hampir 1,5 tahun terakhir ini.

Pembatasan sosial dalam rangka memutus penularan Covid-19, telah membuat kegiatan perekonomian tidak berlangsung secara normal. Ini terjadi di awal-awal pandemi, ketika semua orang diminta untuk berdiam di rumah. 

Tapi, setelah pandemi terjadi beberapa bulan, roda perekonomian sudah bergulir kembali. Meskipun, ada kewajiban mematuhi protokol kesehatan bagi mereka yang beraktivitas di luar rumah.

Selain itu, untuk mereka yang di dalam rumah pun, sudah muncul kebiasaan baru, yakni tetap melakukan kegiatan produktif dan juga konsumtif. Adapun transaksi antara penjual dan pembeli berlangsung secara online.

Lalu, kenapa bank masih enggan memberikan kredit? Alasan yang mengemuka dari kalangan perbankan, mereka tak ingin terburu-buru mengalirkan kredit karena ingin memantau kondisi. 

Lagipula, dunia usaha yang selama ini membutuhkan kredit dari bank, juga tidak berani berproduksi secara normal, karena menilai permintaan atau daya beli masyarakat masih lemah.

Justru, masih terdengar berita perusahaan yang menutup usahanya, seperti yang  baru-baru ini terjadi pada grup hypermarket Giant. 

Kemudian, sektor pariwisata dan transportasi menjadi salah satu sektor usaha yang sangat terpukul. Tak heran, bila maskapai penerbangan kebanggaan kita, Garuda Indonesia, lagi dipertanyakan masa depannya.

Untuk menyelamatkan perekonomian di destinasi wisata utama di negara kita, Bali, pemerintah membuat program "Work from Bali". Seperti diketahui, perekonomian Bali sangat tergantung pada kedatangan wisatawan, baik dari mancanegara, maupun domestik.

Tapi, tak semua sektor mengalami kesuraman. Sektor otomotif termasuk yang masih menggeliat, di mana masyarakat kelas menengah ke atas masih membeli mobil baru, meskipun harus inden selama dua hingga tiga bulan, karena stok yang ada sangat terbatas.

Konsumsi mobil tersebut antara lain didorong oleh kebijakan pemerintah yang memberikan fasilitas pembebasan pajak atas penjualan kendaraan bermotor.

Demikian pula sektor usaha kesehatan seperti penyediaan alat pelindung diri, alat kesehatan dan obat-obatan, ini jelas lagi booming, karena pandemi Covid-19 masih belum jelas kapan akan berakhir.

Jadi, kalau disebut perekonomian lagi mandek, tidak sepenuhnya tepat. Memang, secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi nasional masih negatif, tapi dengan negatif yang semakin mengecil.

Sebaiknya, bank bisa kembali menggenjot penyaluran kredit, meskipun tentu dengan perhitungan yang matang, dengan cara lebih selektif.

Membiarkan bank-bank kelebihan dana karena simpanan masyarakat tetap mengalir masuk sistem perbankan, justru akan membebani bank, karena mau tak mau bank harus membayar bunga kepada nasabah penyimpan. 

Makanya tidak heran, bunga deposito yang diberikan bank kepada para deposan sudah semakin rendah, yakni sekitar 2 hingga 3 persen di bank-bank papan atas. Ini bisa dikatakan yang terendah sepanjang sejarah,  paling tidak sejak Orde Baru hingga sekarang.

Diharapkan bank tidak terlalu lama memantau kondisi. Menunggu badai pademi berlalu, agaknya bukan langkah yang tepat. 

Kredit konsumtif seperti kredit untuk pemilikan rumah atau kendaraan, bagi mereka yang punya penghasilan tetap, sebaiknya bisa ditingkatkan bank.

Demikian pula kredit produktif bagi pelaku ekonomi kreatif yang promosinya melalui media sosial berjalan dengan baik dan terbiasa dengan perdagangan secara online, merupakan peluang yang bagus untuk dibiayai bank.

dok. cnbcindonesia.com
dok. cnbcindonesia.com
Jadi, bank diharapkan mampu jadi penggerak dalam upaya pemulihan ekonomi nasional, bukan menunggu kondisi pulih, baru bergerak.

Jika yang menjadi penggerak pemulihan ekonomi hanya diserahkan kepada pemerintah, rasanya terlalu berat. Makanya, harus ada pihak lain yang saling melengkapi.

Pemerintah memang sudah cukup banyak mengucurkan dana kepada masyarakat yang terkena dampak pandemi. Ada yang berupa bantauan dalam bentuk sembako. Ada juga dalam bentuk bantuan langsung tunai kepada pelaku usaha mikro.

Tapi, mengingat kemampuan anggaran pemerintah yang sangat terbatas, berbagai program stimulus ekonomi tersebut belum cukup "nendang".

Mumpung perbankan sekarang lagi punya kelebihan dana, tentu bagus bila dimanfaatkan untuk menggerakkan roda perekonomian melalui kucuran kredit kepada pelaku usaha.

Kalaupun tidak semua bank merasa terpanggil, bank-bank pelat merah yang peranannya cukup dominan dalam peta perbankan nasional, bisa memulai untuk lebih agresif dalam menyalurkan kredit.

Jangan lupa, sekarang ada Bank Syariah Indonesia yang merupakan hasil merger 3 bank syariah milik bank BUMN. Belum lagi bila dihitung semua bank milik pemerintah daerah.

Artinya, potensi perbankan sangat strategis untuk bahu membahu dengan pemerintah dalam rangka memulihkan perekonomian nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun