Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menguji Daya Tahan Risma Menghadapi Bencana yang Silih Berganti

18 Januari 2021   11:14 Diperbarui: 18 Januari 2021   11:44 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tri Rismaharini atau yang populer dipanggil Bu Risma, adalah sosok yang sukses menyulap kota Surabaya yang dulunya semrawut dan gersang menjadi kota yang tertib, hijau dan banyak taman cantik yang bisa dinikmati publik. 

Selama dua periode menjadi wali kota di kota pahlawan itu, Risma menorehkan prestasi gemilang, yang ditandai dengan banyaknya penghargaan yang diperolehnya, tidak saja untuk level nasional, tapi juga penghargaan level internasional.

Bahwa Risma sudah lama digadang-gadang akan masuk orbit nasional, memang begitulah adanya, sehingga hanya soal waktu, kapan Risma berkiprah di Jakarta. Apalagi PDIP sebagai partai tempat Risma menyalurkan hasrat politiknya, menjadikan Risma sebagai salah satu bintang unggulannya.

Tapi, agaknya tidak banyak yang menduga Risma bakal jadi Menteri Sosial. Justru, jabatan yang dianggap cocok dengan Risma adalah menjadi Gubernur DKI Jakarta, sebagai pengganti Anies Baswedan kelak.

Nasib Risma berbelok masuk kabinet gara-gara "kecelakaan" yang menimpa rekannya satu partai, Juliari Batubara, yang tadinya menerima amanah dari Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Sosial. Juliari tersandung kasus bantuan sosial yang mencoreng nama baik PDIP, sehingga Risma yang terkenal bersih, diharapkan bisa memperbaiki citra Kementerian Sosial, sekaligus citra PDIP.

Namun demikian, meskipun kesuksesannya di Surabaya bisa menjadi modal, bukan jaminan bahwa Risma akan kembali sukses. Indonesia itu terlalu luas dan kompleks, dan Surabaya hanya bagian kecil dari Indonesia.

Tentu tidak adil bila meletakkan harapan kesuksesan Kementerian Sosial dari Risma seorang. Bagaimanapun, Risma hanya punya dua tangan dan dua kaki, padahal di lain pihak bencana terjadi silih berganti. Adakalanya, pada waktu yang relatif sama, terjadi beberapa bencana.

Risma tak mungkin menerapkan pola one man show yang mau menonjol sendiri di kementerian yang dipimpinnya. Maka, kepiawaian Risma menggerakkan pasukannya, kalau bisa dengan menularkan semangatnya yang berkobar-kobar, menjadi salah satu faktor penentu.

Bayangkan, seperti baru-baru ini, Risma dengan sigap langsung hadir menyerahkan bantuan sosial kepada para korban gempa bumi di Mamuju dan Majene (keduanya terletak di Sulawesi Barat). 

Tapi, bukan berarti Risma pilih kasih, kalau belum mengunjungi korban banjir besar di Kalimantan Selatan. Toh, Risma telah memerintahkan jajarannya untuk  mengirimkan bantuan kepada para warga terdampak di sana.

Masalahnya, selain di Kalimantan Selatan, ada lagi bencana longsor di Sumedang (Jawa Barat) dan Manado (Sulawesi Utara). Ada pula bencana erupsi gunung Merapi di kawasan yang relatif dekat dari kota Yogyakarta.

Belum lagi kalau membicarakan warga yang terdampak pandemi Covid-19. Tahun lalu, paket bantuan sosial tidak diterima warga yang berhak secara utuh, namun diduga disunat terlebih dahulu. Sekarang, Risma harus menjamin tidak akan terjadi lagi main sunat seperti dulu.

Lalu, tak dapat dipungkiri, masih terdapat warga yang seharusnya menerima bantuan, tapi karena ketidakakuratan data, mereka masih belum menerima. Risma menjadikan perbaikan data sebagai salah satu program jangka pendeknya.

Bahkan, Risma proaktif menjaring kaum tunawisma untuk ditempatkan di Balai Rehabilitasi Sosial, serta dibantu pengurusan identitas kependudukannya agar dapat menerima bantuan sosial.

Jadi, pertanyaan tentang seberapa panjang "napas" Risma, seberapa tangguh daya tahan fisik dan mentalnya, wajar mengemuka. Termasuk pula di sini, kemampuannya menahan gempuran komentar di media sosial dari pihak yang kurang menyukainya.

Soalnya, mau tak mau langkah Risma berdimensi politik dan mungkin mengkhawatirkan bagi politisi lain yang pamornya menjadi di bawah bayang-bayang Risma.

Risma memang seorang perempuan, tapi itu tidak identik dengan lemah. Gaya ceplas-ceplos khas Surabaya dan kegemarannya blusukan, memberikan harapan baru, bahwa Kementerian Sosial bisa lebih baik di bawah kepemimpinannya. Dan itu menjadi modal berharga untuk karir Risma berikutnya. Siapa tahu Risma menjadi capres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun