Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ayam dan Telur Tak Ada Matinya, Jadi Penyelamat Jutaan Jiwa

29 Desember 2020   06:11 Diperbarui: 29 Desember 2020   06:29 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan berbagai jenis masakan, dari yang pedas, asam, gurih, dan berbagai variasi rasa lainnya. Masing-masing etnis di Indonesia punya bumbu khas dalam memasak.

Tapi, ada satu hal yang sama di semua suku tersebut, yakni sama-sama mempunyai masakan yang berbahan utama daging ayam dan telur ayam. Tak heran kalau dikatakan masyarakat kita adalah penggemar setia makanan ayam dan telur sebagai lauk yang dimakan bersamaan dengan nasi. 

Meskipun digemari, belum tentu setiap orang mampu membeli makanan berbahan ayam karena harganya relatif mahal. Sedangkan telur harganya lebih murah dan relatif terjangkau bagi masyarakat kelas bawah sekalipun. 

Namun, secara keseluruhan, berbicara tentang ayam dan telur adalah membicarakan bisnis besar karena dikonsumsi oleh segala lapisan. Mata rantainya panjang, dari skala usaha ultra mikro hingga korporasi. 

Seorang teman saya, sudah 4 bulan ini punya bisnis kecil-kecilan, yakni berjualan nasi dengan menu ayam bakar. Ia menyewa lapak kecil memakai tenda di halaman ruko di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. 

Bersama istrinya ia sudah beraktivitas sejak jam 4 pagi dengan berbelanja membeli 2 atau 3 ekor ayam di pasar terdekat. Kemudian mereka mulai memasak  di rumah dan selanjutnya berjualan dari jam 8 pagi hingga habis stoknya. Biasanya sekitar jam 3 atau 4 sore sudah habis. 

Memang pelanggannya belum banyak, makanya ia belum berani membeli ayam dalam jumlah yang lebih banyak. Namun, dengan sekitar 20 porsi nasi ayam yeng terjual setiap hari, ia menangguk untung Rp 100.000. Hitung-hitungannya, satu porsi dijual Rp 15.000 dengan keuntungan bersih Rp 5.000.

Sekitar Rp 100.000 pula keuntungan yang diperolehnya setiap hari dari penjualan minuman, yakni kopi, teh, dan air mineral. Dengan demikian, teman saya secara total mendapat keuntungan Rp 200.000 sehari, yang sangat membantu untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya.

Jelaslah, ayam sudah jadi penyelamat bagi teman saya tersebut, setelah ia kehilangan pekerjaan sebagai pegawai kontrak di sebuah perusahaan. Perusahaannya itu bangkrut sebagai dampak pembatasan sosial di masa pandemi Covid-19 sekarang ini.

Bayangkan betapa banyaknya keluarga di Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari ayam dan telur. Dan ingat, bisnis makanan adalah bisnis yang tak ada matinya. Boleh saja ada pandemi yang menyebabkan pelanggan tidak boleh makan di restoran. Tapi, pesanan untuk dibawa ke rumah, masih mengalir karena semua orang butuh makan.

Ambil contoh sebuah nama besar pada gerai makanan ayam goreng, yang merupakan waralaba yang induknya berada di Kentucky, Amerika Serikat. Keberadaannya di Indonesia sudah merambah sampai ke kota kecamatan. Jika satu gerai punya pekerja 5 orang saja, sudah berapa puluh ribu orang yang mendapat penghasilan dari gerai ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun