Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Satuan Pengawas Internal BUMN Belum Optimal

1 Juni 2019   17:00 Diperbarui: 1 Juni 2019   17:03 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga sekarang masih ikut memantau kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN)? Bukankah di masing-masing perusahaan milik negara sudah ada Satuan Pengawas Internal (SPI)? Kemudian setiap tahun ada pula pemeriksaan dari Kantor Akuntan Publik dan juga dari Badan Pemeriksa Keuangan sebagai pengawasan dari pihak eksternal.

Pertanyaan tersebut rupanya terjawab pada acara "Auditor's Talk: Bersama Menciptakan BUMN Bersih melalui SPI yang Tangguh dan Terpercaya", Kamis (9/5/2019) di gedung KPK Jakarta, yang diliput dan diberitakan Kompas, 10/5/2019.

Menurut Ketua KPK Agus Rahjardjo, kinerja SPI di lingkungan BUMN dan pemerintah hingga saat ini masih tidak optimal, dan masih ada BUMN yang belum menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas secara benar, seperti adanya kontrak fiktif.

Keterbatasan kompetensi sumber daya manusia SPI, terbatasnya kewenangan SPI karena harus melapor kepada atasan yang memegang kendali atas posisi si auditor jika menemukan indikasi penyimpangan, menyebabkan SPI tidak mampu menindak berbagai pelanggaran yang terjadi.

Sejak tahun 2004 sampai sekarang, sebanyak 33 pejabat dari 18 BUMN masih dalam proses hukum di KPK, sebagian sudah berkekuatan hukum tetap. Bahkan baru-baru ini ada direktur utama sebuah BUMN besar yang menjadi tersangka kasus korupsi dan ditahan KPK.

Memang, soal lemahnya kompetensi sumber daya manusia SPI BUMN sudah lama terdeteksi. Biasanya staf yang menonjol mendapat tempat di divisi bisnis atau operasional, sedangkan yang ditempatkan menjadi auditor internal yang peringkatnya di bawah itu. Dulu pernah juga disebut staf SPI sebagai "orang buangan".

Namun kalau diikuti perkembangan SPI di beberapa BUMN papan atas, contohnya SPI yang ada di bank-bank milik negara, perlahan sudah terlihat perbaikan. Untuk menyiasati lemahnya kompetensi sumber daya manusia, diberlakukan pola pengembangan karir secara zigzag, seorang kepala cabang yang mau dipromosikan, dipindahkan dulu ke SPI, atau sebaliknya.

Bahkan agar lebih "bergigi" Kepala SPI bank-bank BUMN saat ini diberi kedudukan setingkat Senior Executive Vice President (SEVP), yang langsung bertanggung jawab kepada Direktur Utama. 

SEVP adalah jabatan tertinggi di bawah direksi. Di bank BUMN, rata-rata punya 10-11 orang direktur sebagai anggota direksi dan 4-6 orang SEVP. SEVP disebut juga "direktur-non RUPS", maksudnya sudah setara direktur, namun tidak diangkat melalui forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dengan posisi yang lebih tinggi, SPI tidak lagi dipandang sebelah mata. Dulunya para kepala cabang atau kepala wilayah merasa semua temuan SPI bisa diatur dengan memberi imbalan secara diam-diam. Sekarang hal seperti itu sudah semakin berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun