Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya Bersyukur Berasal dari Keluarga Besar Guru

25 November 2018   15:37 Diperbarui: 25 November 2018   16:08 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sungguh saya tidak tahu bahwa setiap tanggal 25 November, kita di Indonesia memperingati "Hari Guru Nasional". Setelah di media sosial beredar banyak ucapan selamat hari guru, baru saya mencari tahu bahwa hari guru tersebut ditetapkan oleh pemerintah mengacu pada tanggal pendirian Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yakni 25 November 1945. Namun peringatan hari guru baru dimulai sejak tahun 1994 setelah ada Keputusan Presiden nomor 78 tahun 1994.

Mungkin karena terlalu banyak hari untuk memperingati sesuatu, awalnya saya tidak begitu peduli. Apalagi di media sosial, kadang-kadang ramai dengan pesan tentang hari ayah, hari suami, hari anak, yang setelah saya telusuri, ternyata tidak benar. Maka mumpung masih tanggal 25 November, perkenankan saya mengucapkan selamat buat para guru di seluruh tanah air, yang peranannya teramat penting untuk kemajuan Indonesia di masa depan.

Secara khusus saya menyampaikan selamat kepada anggota keluarga besar saya yang lumayan banyak berprofesi sebagai guru, sehingga saya sangat bersyukur berasal dari keluarga guru. Paling tidak, dari kecil di tahun 1960-an saya sudah akrab dengan buku, termasuk majalah anak-anak yang terkenal di era itu "Si Kuncung" yang ada di rumah nenek saya yang bersebelahan dengan rumah kami.

Empat dari tujuh orang anak nenek saya dari pihak ayah, adalah seorang guru. Satu orang guru TK, dua orang guru SD dan satu orang guru SMP. Dua orang yang guru SD tinggal di rumah nenek, dan sering membawa Si Kuncung yang saya baca dengan lahap.

Ayah saya sendiri bukanlah seorang guru, meskipun menurut beliau juga ingin menjadi guru. Kakek saya mengarahkan ayah untuk meneruskan usaha kerajinan sepatu dan sandal, baik memenuhi pesanan pelanggan, maupun untuk dijual di sebuah kios di pasar kota Payakumbuh, Sumatera Barat.

Sebagai anak tertua, ayah saya tidak bisa menolak, dan mengihklaskan adik-adiknya bersekolah di Sekolah Guru Atas (SGA), agar bisa menjadi guru. Ibu saya juga seorang guru, meskipun bukan guru formal anggota PGRI seperti saudara-saudara ayah saya. Ibu "hanya" seorang guru mengaji, tapi kami bersaudara amat bangga dengan beliau karena telah memberi teladan bagaimana berakhlak mulia sebagai bekal, di samping mengajari praktik ibadah.

Saya merasa makin berhak menyebut berasal dari keluarga besar guru, karena 2 kakak saya menajadi guru (SD dan SMA), lalu seorang adik saya guru SMP. Pasangan hidup saya juga guru di SMA. Ayah dan Ibu mertua saya, mirip dengan ibu saya, yakni guru mengaji, yang menurut saya tidak kalah terhormat ketimbang guru di sekolah.

Saya sendiri begitu selesai kuliah sempat menjadi staf pengajar di almamater, sebelum memutuskan bergabung di sebuah BUMN di Jakarta. Lalu sejak saya pensiun dua tahun lalu, saya kembali mengisi waktu dengan menjadi pengajar di sebuah sekolah tinggi ekonomi. Banyak dosen yang tidak mau disebut sebagai guru, tapi menurut saya, prinsipnya sama saja.

Kemudian, saudara sepupu saya, ada tiga orang yang guru, semuanya guru SMA atau setingkat. Terus di level generasi berikutnya, dari anak kakak saya, juga ada yang jadi guru SMA. Satu lagi keponakan saya yang lulusan perguruan tinggi keguruan, namun untuk sementara berkarir di bidang lain, katanya masih ingin menjadi guru.

Pagi ini, di grup media sosial yang beranggotakan keluarga besar kami, adik bungsu saya, seorang dokter yang kelihatannya "iri" dengan kakak-kakaknya yang menjadi guru karena ada libur semesterannya, menulis potongan dialog antara adik saya dengan pasiennya atau dengan orang lain yang ternyata pernah menjadi anak didik dari saudara-saudara saya yang guru.

Intinya, adik saya bangga menjadi adik dari guru-guru yang oleh mantan muridnya dinilai sebagai guru yang baik, guru favorit, guru yang bersemangat, guru yang murah senyum, dan berbagai julukan positif lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun