Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bank Sistemik Bukan Bank yang Terancam Bangkrut

24 Mei 2018   13:46 Diperbarui: 24 Mei 2018   16:54 2740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Akhir-akhir ini kasus Bank Century mencuat lagi, karena ada pihak yang menilai penanganan kasus tersebut masih belum tuntas mengungkapkan semua hal yang mengakibatkan pengucuran dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun kepada bank tersebut di tahun 2008 yang lalu.

Pengucuran dana atau sering disebut bail out tersebut dilakukan karena Bank Century dinilai sebagai bank sistemik. Artinya, kalau suatu bank sistemik dibiarkan bangkrut, maka dampaknya bagi perekonomian nasional bisa sangat besar, karena mengandung domino effect. 

Jadi, gara-gara satu kasus di bank sistemik, maka bank-bank lain pun bisa terkena dampak. Hal yang paling ditakuti adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, yang indikasinya adalah munculnya rush, di mana nasabah yang menyimpan dana, ramai-ramai mengambil simpanannya di bank. Hal ini justru akan mempercepat collapse-nya bank yang di-rush, bila tidak dibantu oleh Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral.

Memang salah satu perdebatan dalam kasus Bank Century adalah tentang parameter bank sistemik. Ada pro kontra, karena banyak pula pengamat perbankan yang menilai Bank Century tersebut hanya bank kecil, bukan sistemik, yang bila tidak ditalangi, tidak akan mengakibatkan krisis moneter seperti di tahun 1998 yang lalu.

Untungnya saat ini regulator perbankan yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI, telah punya definisi dan kriteria yang baku tentang apa yang disebut bank sistemik. Tapi ini tentu tidak berlaku surut, dalam arti tidak bisa dipakai untuk "menghakimi" kasus Bank Century.

Ada tiga kriteria dalam menetapkan apakah suatu bank termasuk sistemik atau tidak, yakni dilihat dari ukurannya, kompleksitas produk-produknya, dan interkonektivitasnya dengan industri jasa keuangan lainnya. 

Bank yang asetnya besar (katakanlah di atas Rp 100 trilyun), cabangnya banyak, produknya beragam, dan punya anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti asuransi, multifinance, sekuritas, dan sebagainya, sangat mungkin menjadi salah satu bank sistemik.

dok. infobanknews.com
dok. infobanknews.com

Dari penjelasan OJK, sekarang ini ada 15 bank yang tergolong sistemik (cnbcindonesia.com 1/5/2018).  Jumlah ini meningkat dari 11 bank pada tahun sebelumnya. Hanya saja OJK tidak mengumumkan secara resmi bank-bank mana saja yang dimaksud. Namun para pemerhati perbankan tentu sudah bisa menebak, paling tidak 5 bank terbesar dari sisi aset, yakni BRI, Mandiri, BCA, BNI, dan CIMB Niaga, pasti masuk bank sistemik.

Masalahnya, masyarakat bisa salah kaprah dalam memahami bank sistemik dengan mengatakannya sebagai bank yang terancam bangkrut, seperti yang sempat menyebar melalui media sosial. Hal ini bisa karena memang kurang paham, atau justru isu yang disengaja agar masyarakat cemas sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan secara politik.

Justru dengan penetapan bank-bank sistemik tersebut, yang tidak diumumkan ke masyarakat, tapi OJK pasti memberitahukan ke manajemen bank masing-masing, maka penanganan bank sistemik menjadi lebih terkelola dengan baik, sehingga meminimalkan ancaman kebangkrutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun