Mohon tunggu...
Irwan Ade Putra
Irwan Ade Putra Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang yang sedang belajar mengajar

Berbuatlah.... Biarkan waktu yang menjawab https://irwanadesaputra.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Diary

Romi, TV dan HP

23 Oktober 2021   18:16 Diperbarui: 23 Oktober 2021   18:44 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekilas tidak ada yang luar biasa dari foto ini, selain kumpulan orang-orang yang menatap kearah dinding. Tetapi jika diperhatikan lebih seksama maka akan keliatan ada gambar smartphone didepan patung Yesus Kristus.

Malam ini (22/10/21) Saya dapat kiriman foto dari teman di kampungnya. Romi nama panggilannya, beberapa tahun lalu dia tinggal di Makassar dengan niat untuk berkuliah, namun setelah menyelesaikan kuliahnya beberapa semester dia memutuskan untuk break, istirahat, cuti ataupun apapun namanya. 

Yang pasti dia tidak melanjutkan kuliahnya karena pembayaran SPP yang tidak sanggup dia bayarkan. Setelah itu dia kerja serabutan kesana kemari untuk hanya sekedar bisa maka ini di Kota Anging Mammiri ini.

Singkat cerita kami berkenalan lalu Romi ikut pindah tinggal dibilangan Jln Faisal ke tempat kami dan teman-teman lainnya selalu berkumpul. 

Sampai suatu saat ingin pulang merayakan Natal dikampung halamannya dan tidak kunjung balik lagi karena beberapa alasan, tentu alasan biaya transportasi akomodasi walaupun beberapa minta beli tiket dan sudah dikirimkan tapi tidak juga beranjak sampai orang tuanya berpulang dan memustuskan untuk tetap tinggal.

Dia lahir di Nusa Tenggara Timur tepatnya di  Desa Ceos, Urung Dora Kabupaten Manggarai Timur. Selalu banyak cerita menggelitik yang mengundang tawa, sekaligus miris mendengarnya. 

Seperti saat dia naik kapal pertama kali ke Makassar tahun 2012, setelah tiba dia menghabis waktu sepanjang hari di Jembatan penyebrangan Jln. Pettarani yang menghubungkan jalan depan kantor Antara ke depan Ramayana, tentu jembatan itu sudah tidak ada lagi berganti jalan layang. 

Bersama temannya dia sangat menikmati tiupan angin serta pemandangan mobil dan motor yang tak henti-hentinya lalu lalang dibawah mereka, sangat bahagia karena sudah tiba dikota. 

Sebab waktu dikampung untuk sekadar melihat  mobil atau bepergian sampe kekota dia harus berjalan ke jalan raya, lalu   menunggu beberapa jam dipinggir jalan untuk dapat melihat mobil yang lewat, kalau benar ini berkendara kekota tentu selain menunggu lama juga harus berharap keberuntungan agar mobil tersebut tidak full terisi oleh orang-orang yang juga ingin kekota, jika tidak harus menunggu mobil berikutnya. Mungkin dia terkaget-kaget lagi ketika ke makassar lalu melihat tol layang yang melintang disepanjang jalan pettarani.

Romi setelah beberapa lama, dia selalu mengupdate situasi dikampungnya dengan berbekal smartphone, yang pada saat awal tiba disana  sangat bangga bukan karena membawa Ijazah kelulusan kuliahnya tapi karena ada handphone yang senantiasi dia tentang,  walaupun butuh berjalan dan menaiki pohon untuk hanya mendapatkan signal. Yang penting gaya katanya.. hahahahha

Kembali ke foto diatas, saya tertarik membuat coretan ini setelah sekian lama tidak pernah menulis selain tentang tugas kuliah tentunya. Saya menulis bukan karena aktivitas saya yang terkait penyiaran dan melihat orang menonton bukan dengan televisi tapi melainkan dengan handphone, walaupun nanti juga sedikit ada kaitannya.

Romi bukan kali ini mengirim foto tentang kampungnya, tahun 2020 sempat juga mengirim foto dia berada didepan rumah yang jalanannya sudah pengerasan dan dengan bangga dia bahwa berkata kalau didepan rumahnya sudah bisa dilewati mobil.

Begitupun diawal tahun 2021 ditengah pandemi covid 19, dia melaporkan kalau tiang listrik sudah melintang didepan rumahnya, penanda bahwa baru saja aliran listrik masuk kedesanya. Dimana kita ditahun 2021 akan marah dan murka ketika listrik padam lebih dari sejam.

Saat mengirim foto ini, dia menceritakan bahwa sekarang sudah dapat signal internet tapi masih sangat lemah, bukan 4G katanya. Handphone yang dipakai untuk menonton lebih canggih dari punya dia, sebab hp itu model terbaru yang ternyata pemiliknya adalah anak rantau dari kota yang kebetulan balik lalu memutarkan beberapa film yang sudah lebih dlu direkam oleh siempunya HP. Mereka harus terhenti menonton jika hp tersebut bunyi entah hanya karena notifikasi pesan dan dering telepon. 

Rasa bangga pemilik Hp tentu mungkin sama seperti yang pernah dirasakan oleh Romi, anak yang baru balik dari kota dengan membawa pulang barang berteknologi tinggi. Apakah Romi sempat minder dan tersaingi, saya belum bertanya...

Nonton TV bareng, tentu hal yang langkah disama sekarang, bersama keluarga mungkin iya, tapi bersama tetangga sekampung nonton TV hal dirasakan diera tahun 90an. Saya termasuk yang sempat merasakan nonton bareng aneka ria safari di TVRI pada masa kanak-kanak. 

Dan ternyata hal itu masih terjadi dibeberapa tempat diwilayah Indonesia termasuk dikampung Romi. 

SEKARANG dikampungnya ada 1 keluarga yang punya 1 buah televisi dengan menggunakan antena parabola, setiap malam orang akan berbondong-bondong datang untuk menonton sinetron di RCTI ataupun SCTV katanya, sesekali diputar juga berita. 

Suasana dirumah yang punya Televisi selalu ramai setiap malam hanya untuk menikmati hiburan satu-satunya dikampung Ceos ini, ruang nonton bisa menampung sekitar 20 orang bahkan lebih, tentu kadang duduknya berdesak-desakan sambil menikmati daun sirih dan kopi seperti foto diatas. Menurut Romi  Pemilik rumah orang terpandang dikampunya, sebab dia adalah Kepala Sekolah SD di desanya. 

Durasi menonton dan acara yang ditonton tentu otoritas penuh tuan rumah, jika tuan rumah sudah mengantuk jam 21.00 TV akan dimatikan dan para menonton tentu tanpa protes akan bubar dan pulang kerumah masing-masing berharap besok bisa lagi menghibur diri dengan menonton setelah lelah seharian bekerja. 

Bisa dibayangkan bagaimana suasana keakraban masyarakat disana dengan segala keterbatasannya, kehidupan sosial masih terasa kental yang menjadi hal susah didapatkan ditempat lain dengan serbuan serta perangkap teknologi dengan konsekuensi yang jauh terasa dekat namun yang dekat menjadi terasa jauh.

Dari tangkapan foto ini juga membuat saya secara pribadi menjadi iri, beberapa ibu-ibu dan bapak yang penampakannya tidak muda lagi, masih bisa menatap gadget yang ukuran mungkin sekitar 7 inci dengan jarak kurang lebih semeter. 

Sedangkan yang sudah dibantu kacamata minus pun tidak fokus menatap layar hp jika sudah lebih dari sejengkal dari mata saya. Atau mungkin karena jumlah yang cukup banyak sehingga harus mengambil jarak physical distancing dari layar, tapi terlepas dari itu mereka cukup santai ditemani daun sirih dan gelas kopi didepan masing-masing.

Saya sedikit tertarik ketika membahas terkait Televisi, dikarenakan issu akhir-akhir ini tentang penyiaran TV sebab program pemerintah terkait analog switch off (ASO) yakni migrasi TV analog ke TV digital rencana tahun 2022, dimana jika program ini terealisasi dengan berbagai kendala dan permasalahnnya maka Televisi dengan teknologi analog tidak akan dapat menerima siaran TV digital, kecuali dengan menambah perangkat set top box. 

Rencananya pemerintah akan membagikan secara gratis set top box tersebut, yang diperuntukkan bagi warga miskin tentunya yang punya televisi. 

Bukannya salah satu indikator dikategorikan miskin ketika kita tak punya televisi... Tapi entahlah.. Lalu bagaimana dengan kasus dikampung Romi, jangankan bicara soal siaran TV yang blankspot, mereka masih berfikir tentang bagaimana bisa membeli TV. 

Romi sempat menggerutu dengan salah satu pejabat yang berasal dari daerahnya, yang kebetulan menjabat sebagai Menteri dipemerintahan bapak Jokowi mengurus terkait Telekomunikasi. 

Oh iya Romi adalah simpatisan Ideologis Pak Jokowi pada Pilpres yang lalu, dia sangat yakin bahwa kalau Jokowi terpilih kembali maka listrik akan menyala dan jalanan dikampunya akan diperbaiki. Alhasil keyakinannya terwujud, ini soal keyakinan ataukah sekedar harapan tapi nyata terbukti bagi Romi. 

Kembali ke Pak Menteri, menurut dia harusnya perhatikan Pak Menteri lebih baik didaerahnya supaya bisa ada tower telekomunikasi dan siaran TV bisa diakses dikampungnya. 

Sepolos itu Romi beranggapan tanpa berfikir bahwa kampungnya itu digunung dan mungkin ada pertimbangan skala prioritas pembangunan, tapi mungkin ada benarnya keluh kesah si Romi karena begitulah seharusnya kita menjadi rakyat yang butuh dilayani seperti orang lain dilayani ditempat lain.

inilah Romi

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun