Mohon tunggu...
irsyadunnas
irsyadunnas Mohon Tunggu... Guru - Guru Swasta

Blogger, Ghost Writer, penggiat literasi lampung utara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Qadisa, Hakim Afghanistan yang Mencoba Kabur dari Ancaman Taliban

7 Mei 2023   20:15 Diperbarui: 7 Mei 2023   20:27 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasukan Taliban. Foto : AP PHOTO/Abdullah Sahil via KOMPAS.com

Setelah 20 tahun bergerilya melawan pasukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, akhirnya Taliban kembali berkuasa di Afghanistan sejak pertengahan bulan Agustus tahun 2021 lalu. Kembali berkuasanya Taliban tidak hanya memunculkan rasa takut bagi sebagian besar warganya, namun berbagai pembatasan aktivitas atas nama syariat Islam dinilai memunculkan diskriminasi terutama bagi kaum perempuan di negara tersebut.

Rezim Taliban yang runtuh sejak invasi AS ke Afghanistan tahun 2001 dalam kampanye perang terhadap terorisme setelah tragedi penyerangan World Trade Center (WTC) 11 September di tahun yang sama, memaksa kelompok ini untuk bergerilya di sepanjang wilayah pegunungan Afghanistan.

Presiden AS saat itu George W. Bush, memang ngotot ingin menyerang Afghanistan setelah menuding rezim Taliban melindungi kelompok teroris Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden, yang dianggap paling bertanggungjawab atas tragedi runtuhnya menara kembar WTC yang memakan ribuan korban jiwa.

Perlawanan gigih Taliban hingga 20 tahun sejak AS dan sekutunya menguasai negara itu, memaksa AS harus mengeluarkan biaya perang yang sangat fantastis. Tak hanya anggaran militer saja yang terus membengkak setiap tahun, AS pun harus kehilangan ribuan tentaranya yang tewas selama bertugas.

Hal ini turut menuai kritik dari dalam negeri AS sendiri. Koalisi masyarakat sipil dan keluarga veteran perang Afghanistan menuntut pemerintah untuk menarik pasukannya dan menghentikan perang karena dianggap melenceng dari tujuan awal untuk menaklukkan Taliban.

Benar saja, Presiden AS yang baru dilantik Januari 2020, Joe Biden, secara politis mengumumkan AS akan 'angkat kaki' dari Afghanistan, setelah 20 tahun berperang melawan Taliban.

"Sudah waktunya untuk mengakhi perang tanpa akhir," ucap Biden seperti dikutip dari Reuters, Rabu (14/04/2021).

Taliban Dianggap Menebar Teror Setelah Kembali Berkuasa

Taliban memang dikenal keras dalam penerapan hukum Islam, dan sangat membatasi kaum perempuan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk untuk memperoleh pendidikan secara formal. Kaum wanita juga dilarang untuk keluar rumah tanpa mahram (pendamping), dan wajib mengenakan burqa, sejenis pakaian yang menutup seluruh tubuh termasuk wajah.

Saking peliknya kondisi Afghanistan sekarang, baru-baru ini seorang mantan hakim Afghanistan yang melarikan diri setelah Taliban kembali berkuasa, mencoba untuk mencari suaka ke beberapa negara di Eropa agar terhindar dari penangkapan. Hakim bernama Qadisa ini berkisah, bahwa upayanya untuk kabur ke luar negeri masih gagal karena permintaan suakanya ditolak oleh pemerintah Inggris.

Melansir dari independent.co.uk (19/03), Qadisa mengaku kabur dari kediamannya di Kabul dan bersembunyi selama 6 bulan di tengah kekhawatiran Taliban akan membunuhnya. Mantan Hakim wanita tersebut menceritakan kisahnya dengan The Independent dari lokasi yang dirahasiakan, bahwa ia pergi berkebun pada malam hari agar tidak ketahuan tetangganya yang bisa saja melaporkan keberadaannya kepada Taliban.

Wanita berusia 46 tahun itu selama menjadi Hakim, banyak memimpin kasus-kasus kekerasan yang melibatkan kaum perempuan di Aghanistan. Ia sangat khawatir Taliban akan membunuhnya karena dirinya dianggap bagian dari rezim sebelumnya yang berkuasa. Ia pun mengaku, hari-harinya selalu diliputi rasa takut dan mencekam jika persembunyiannya ditemukan.

"Saya merasa terjebak dalam rasa takut. Ketika berjalan di malam hari, saya takut dengam bayangan sendiri. Saya menangis setiap hari. Kadang-kadang saya melihat dokumen hukum dan seragam hakim saya sambil menangis." Ungkapnya.

Qadisa juga bercerita, 5 bulan yang lalu saudara laki-lakinya bercerita bahwa Taliban datang dan bertanya kepada penduduk desa tempat ia bersembunyi. Beruntung, ia selamat setelah diungsikan saudara laki-lakinya ke tempat aman. Ia mengaku, kini tak bisa mempercayai siapapun.

Kini Qadisa hanya bisa menangis dan pasrah, setelah permohonan untuk pindah ke Inggris dan meminta suaka perlindungan ditolak pada akhir Januari lalu.

Qadisa menjadi satu dari ribuan warga Afghanistan yang ingin kabur dari negaranya sendiri, namun gagal karena Taliban telah memperketat jalur perbatasan dan akses bepergian ke luar negeri bagi warganya.

Masa depan Afghanistan kini seperti tak menentu. Taliban yang belum sepenuhnya membuka diri dengan pihak luar, akan semakin menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan kemajuan negara itu.

Konflik dan perang berkepanjangan memang membuat sebuah negara hancur secara ekonomi. Tak hanya itu, perang sangat mempengaruhi psikis warganya hingga meninggalkan trauma berkepanjangan. Tentu traumatik ini sejalan dengan cara berpikir warganya yang terus mengalami kemunduran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun