Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa obat setelan dikemas tanpa penanda yang jelas. Oleh sebab itu kita tidak mengetahui apa saja kombinasi atau komposisi bahan aktif obat-obat tersebut. Bahkan dari contoh kombinasi obat setelan di atas, umumnya terdapat obat keras bahkan antibiotik.Â
Penggunaan obat keras secara sembarangan berpotensi menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Apalagi jika digunakan jangka panjang dapat berisiko merusak organ tubuh seperti ginjal, hati, dan jantung. Bahkan dapat mengancam nyawa bila terjadi syok anafilaktik (syok akibat alergi hebat) pada orang yang alergi terhadap obat tertentu. Tak hanya itu, penggunaan antibiotik secara sembarangan juga dapat menimbulkan resistensi antibiotik.
Baca juga: Ancaman Serius Resistensi Antimikroba sebagai Silence PandemicÂ
2. Kualitas dan legalitas obat tidak diketahui
Setiap kemasan obat dipilih sedemikian rupa oleh produsen obat untuk menjaga kestabilan dan menjamin mutu obat selama masa simpan. Selain itu, lama masa simpan obat juga ditentukan berdasarkan uji data stabilitas yang dilakukan produsen dengan menggunakan bahan kemas yang telah dipilih.Â
Oleh sebab itu ketika obat dikeluarkan dari kemasan aslinya dan dikemas kembali dengan menggunakan kemasan lain, akan berpotensi merusak fisik obat karena terpapar suhu, cahaya, dan kelembaban yang tidak sesuai. Selanjutnya kualitas obat akan menurun dan efeknya tidak maksimal.
Selain itu, obat setelan yang tidak disertai penandaan yang jelas atau tidak memiliki NIE dapat dikatakan sebagai obat palsu atau ilegal, dan sudah pasti tidak dapat dijamin keamanan, mutu, dan efikasinya.
Baca juga: Karena Obat adalah Racun, Jangan Simpan dengan Sembarangan YaÂ
3. Tidak ada keterlibatan tenaga profesional yang kompeten
Salah satu peran apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian adalah memberikan layanan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada pasien terkait produk obat, cara pakai, penyimpanan, hingga cara membuang sisa obat yang baik. Namun, berhubung peredaran obat setelan dilakukan dalam jalur distribusi tidak resmi, maka tidak ada keterlibatan apoteker sebagai tenaga profesional yang berkompeten. Hal ini akan membuat pasien tidak mendapatkan informasi yang tepat terkait obat yang akan dia gunakan.
4. Risiko penggunaan obat yang tidak rasional