Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tiga Kondisi yang Dapat Dimaklumi Ketika Harus Rangkap Tugas

14 Agustus 2021   16:25 Diperbarui: 15 Agustus 2021   18:08 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja (Sumber: Jonas Leupe via unsplash.com)

Ngomong-ngomong soal rangkap tugas, saya jadi teringat saat bekerja di perusahaan sebelumnya. 

Posisi saya waktu itu adalah sebagai Regulatory Supervisor. Sesuai keinginan dan kesepakatan awal, saya bekerja back office di mana jobdesc saya adalah membuat dokumen, sehingga waktu sehari-hari saya dihabiskan duduk di hadapan komputer. 

Bagi sebagian orang mungkin terkesan membosankan karena yang ditemui setiap hari hanya layar komputer, gunungan berkas, dan printer. Tapi entah kenapa, saya menyukainya. Bahkan sampai sekarang.

Singkat cerita, suatu hari departemen saya berpartisipasi sebagai peserta pameran berskala internasional yang berlangsung selama beberapa hari. Tentu tujuan dari pameran ini adalah untuk meningkatkan penjualan produk.

Karena personel di departemen kami terbatas sementara operasional di kantor harus tetap berjalan, akhirnya atasan menginstruksikan supaya personel yang menjaga pameran bertugas secara bergantian. Tidak hanya marketing/sales, tapi seluruh personel harus terlibat. Termasuk saya sendiri.

Jujur, saat itu sebenarnya saya merasa keberatan karena sebetulnya saya tidak pernah berminat menjadi seorang sales/marketing. Tapi karena alasan 'kurang personel' itu, mau tak mau saya harus memaklumi. Ya, hitung-hitung ganti suasana sejenak sekaligus belajar sesuatu yang baru.

Tak disangka, alasan 'kurang personel' ini makin terus berlanjut. Saya dan rekan saya yang lain yang jobdesc-nya sama dengan saya, jadi terus terlibat dalam kegiatan penjualan. Bahkan saya pun diberi target penjualan yang harus dicapai. Padahal pekerjaan saya yang sebenarnya juga masih terus berjalan dan harus selesai sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Awalnya saya berusaha untuk enjoy dan positive thinking. Tapi lama kelamaan, saya jadi menjalankannya dengan setengah hati. 

Bagaimana tidak, di satu sisi beban kerja tim sales/marketing berkurang, tapi beban kerja tim back office bertambah.

Lalu apakah personel yang bekerja rangkap ini memperoleh kompensasi tertentu? Boro-boro, apresiasi kecil pun tak ada.

Sisi Positif Rangkap Tugas

Mungkin banyak dari pembaca sekalian yang beranggapan bahwa rangkap tugas adalah suatu bentuk kesempatan bagi seseorang untuk unjuk gigi. Dan saya percaya, pada kondisi tertentu rangkap tugas memang memiliki sisi positif, misalnya:

Belajar keahlian lain dan berkesempatan menemukan minat baru

Melakukan pekerjaan di luar jobdesc tentunya memberikan kita kesempatan untuk mempelajari sesuatu hal yang baru. Bisa berupa hardskill atau softskill atau keduanya. 

Dengan demikian, kita juga bisa melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan memungkinkan kita untuk merasakan tantangan yang baru. Bukan tidak mungkin pada akhirnya kita juga akan menemukan minat yang baru.

Membuka networking

Seperti pengalaman saya di atas, ketika saya dipaksa untuk membantu tim sales/marketing, mau tak mau saya harus keluar dari zona nyaman. 

Jika tadinya saya hanya berinteraksi dengan orang yang sama dan dengan bentuk komunikasi tidak langsung seperti melalui telepon dan email, akhirnya saya harus bertemu dan berinteraksi langsung dengan orang-orang baru. Bahkan saya harus mencoba teknik persuasif supaya orang-orang baru tersebut tertarik dengan apa yang saya tawarkan.

Rangkap tugas membuka peluang bagi kita untuk berkenalan dengan orang-orang baru dan membuka networking yang mungkin akan berguna di masa depan.

Membuka peluang promosi jabatan

Ketika kita bekerja dan merangkap tugas tertentu, tentu akan menjadi suatu kesempatan bagi kita supaya bisa di-notice atasan. Apalagi kalau ternyata kita dapat menyelesaikan tugas tambahan tersebut dengan baik. Tidak menutup kemungkinan peluang promosi akan datang menghampiri kita.

Ada Kondisi yang Bisa Dimaklumi Saat Harus Rangkap Tugas

Well, dari sisi cost tentu tidak sedikit perusahaan yang suka apabila karyawannya dapat bekerja multitasking. 

Jika bisa memanfaatkan tenaga yang sudah ada secara lebih lagi, untuk apa buang-buang biaya dengan menambah personel?

Terlepas dari apapun alasan yang membuat kita akhirnya menerima rangkap tugas, sudahkah kita lebih dulu memikirkan hal-hal seperti: Apakah saya mampu menjalankan tugas di luar jobdesc saya? Apakah saya dapat tetap menyelesaikan pekerjaan utama saya dengan baik atau justru malah membuat keduanya tidak maksimal? Apakah saya dapat membagi waktu dan bekerja dengan efektif dan efisien? Dan yang tak kalah penting, Apakah saya masih akan memiliki waktu untuk menjalani kehidupan di luar pekerjaan saya?

Memang dalam menjalani pekerjaan sebaiknya kita tidak boleh terlalu perhitungan. Sedikit-sedikit tanya, 'Kompensasinya apa?' atau 'Berani bayar gue berapa kalau gue mau?'

Tapi perlu diingat juga, dunia pekerjaan adalah dunia bisnis. Semua ada timbal balik. Lain cerita kalau kita jadi sukarelawan atau terlibat pelayanan di komunitas keagamaan loh ya.

Kalau ada kompensasi tambahan ya syukur, tapi kalau tidak ada dan tidak sesuai kesepakatan awal (plus merasa terpaksa karena tidak sesuai dengan minat kerja), masih yakin rela untuk rangkap tugas?

Bagi saya, ada tiga kondisi yang masih dapat dimaklumi ketika seorang pekerja harus merangkap tugas, misalnya:

Perusahaan baru saja berdiri (start up)

Namanya juga perusahaan baru berdiri, bisa jadi belum ada sistem tertentu sebagai dasar operasional perusahaan. Modal dan omset juga masih terbatas. Jadi jangan heran meskipun di kesepakatan awal kita di-hire untuk suatu posisi tertentu, nyatanya ada beberapa pekerjaan lain di luar kesepakatan yang harus dijalani. 

Para pekerja di perusahaan start up dituntut untuk dapat bekerja secara dinamis dan merangkap ini-itu. Apalagi kalau kita sedang membangun bisnis sendiri, pastinya rangkap tugas tidak dapat dihindari.

Pergantian personel

Merangkap tugas juga sangat mungkin tidak bisa dihindari ketika ada pergantian personel dalam suatu perusahaan. Misal ada seorang karyawan yang resign, namun belum ada karyawan penggantinya. Bisa jadi rekan kerja lainnya mendapat limpahan rangkap tugas hingga karyawan yang baru datang.

Kondisi force majeure

Siapa yang sangka hampir dua tahun belakangan ini kita menjadi bagian dari sejarah, yakni pandemi Covid-19. Suatu kondisi penyebaran penyakit secara global yang membuat orang-orang yang terinfeksi harus beristirahat total di rumah selama berminggu-minggu, bahkan banyak juga yang meninggal dunia.

Ketika lonjakan kasus harian terjadi beberapa waktu yang lalu, tidak sedikit pekerja yang terjangkit terpaksa harus isolasi mandiri di rumah. Tentu akibatnya operasional perusahaan tidak dapat berjalan maksimal karena kurang personel. Mau tak mau rekan-rekannya yang lain harus mem-back up dengan merangkap tugas rekannya yang tidak bisa bekerja.

Dari tiga kondisi di atas, saya menyimpulkan bahwa rangkap tugas seharusnya bukan sesuatu yang permanen. Bagaimanapun bisnis adalah bisnis. 

Kompensasi atas setiap beban kerja pastinya sudah dihitung. Jadi jangan mau tenaga dan pikiran kita dieksploitasi perusahaan tanpa kompensasi yang seimbang.

Kerja keras boleh, tapi harus kerja cerdas. Jangan sampai jerih payah yang kita lakukan pada akhirnya membawa kita terbaring di rumah sakit. Meskipun karyawan adalah aset perusahaan, tapi kalau sudah tidak lagi menghasilkan, mereka tinggal mencari penggantinya bukan?

Cherio!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun