Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Finally, It's Officially Published!

4 Agustus 2021   13:05 Diperbarui: 4 Agustus 2021   13:09 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Buku (Dokumentasi pribadi)

Bagi Kompasianer yang pernah membaca beberapa tulisan saya mengenai hobi saya menulis dan baca buku, pasti tahu bahwa saya pernah punya keinginan untuk menerbitkan buku yang saya tulis sendiri.

Dari sekian banyak buku yang sudah pernah saya baca, saya jadi bertanya-tanya bagaimana rasanya memiliki buku hasil karya sendiri yang dibaca banyak orang. Wah pasti happy-nya bukan main, pikir saya.

Maka jadilah saya memiliki impian untuk menulis buku. Pertanyaannya topik apa yang harus saya tulis?

Menentukan Topik

Awalnya saya agak bingung ingin menulis tentang apa. Tentunya saya harus cermat dalam mencari topik untuk ditulis, supaya bisa menarik minat pembaca. Saya pernah beberapa kali mencoba menulis cerita fiksi atau novel, karena buku-buku seperti ini biasanya tidak ada matinya. Tapi entah kenapa saya selalu kehabisan ide begitu sudah setengah jalan, meskipun saya sudah membuat outline sedemikian rupa.

Biasanya saat mulai menulis, pikiran saya sangat lancar mengembangkan ide-ide yang sudah saya pikirkan. Saya bisa berhasil menulis beberapa bab dalam satu malam. Tapi berhubung saya adalah seorang MMK alias Mbak-mbak Kantoran yang kadang kerjaannya suka menyita waktu dan tenaga, saya sering menunda tulisan yang sudah sempat saya mulai.

Lama-kelamaan feel saya untuk melanjutkan tulisan tadi jadi hilang. Outline yang sudah saya buat pun tidak bisa saya kembangkan alias macet. Kalau sudah begini, biasanya saya mencari topik lain. Tapi ujung-ujungnya ide saya mentok lagi, dan terus saja begitu hingga akhirnya ada sekian banyak tulisan yang saya buat tapi tidak selesai.

Saya sempat hopeless karena berpikir, saya memang tidak berbakat untuk menulis novel. Tapi teman-teman Kompasianer selalu menyemangati saya, bahwa suatu hari saya pasti bisa menulis setidaknya satu buku.

Kemudian suatu hari ide itu muncul ketika saya menulis satu artikel di Kompasiana tentang perkuliahan farmasi yang pernah saya tempuh. Jadi, kenapa saya tidak menulis tentang kehidupan dan seluk-beluk perkuliahan farmasi?

Apalagi selama ini banyak adik-adik kelas maupun orangtua yang bertanya kepada saya, seperti apa kuliah farmasi itu. Saya berpikir, kalau saya bisa menulis tentang dunia perkuliahan farmasi yang mungkin belum banyak dikenal orang, pasti akan sangat membantu dan bisa memberi semangat bagi mereka yang sedang galau dalam menentukan jurusan perkuliahan. Maka mantaplah sudah keinginan saya untuk menerbitkan buku pertama saya, yakni mengenai perkuliahan farmasi.

Menembus Tembok Penerbit

Dalam proses penulisan naskah, jujur saya tidak menemui kendala yang berarti. Mungkin karena saya sudah pernah mengalaminya, sehingga jadi lebih mudah mengembangkan outline yang sudah saya susun sebelumnya. Di samping itu, saya juga mencari beberapa referensi untuk memperkaya isi tulisan.

Sambil menulis naskah, saya juga sudah mulai mencari-cari informasi bagaimana cara untuk mengajukan naskah ke penerbit, karena setiap penerbit pasti memiliki ketentuan seperti, topik apa yang mereka utamakan, format naskah seperti apa yang mereka jadikan standar, berapa lembar naskah yang mereka inginkan, dan lain sebagainya. Memang ada beberapa jenis dan kelas penerbit yang bisa kita pilih sesuai keinginan kita. Mulai dari Penerbit Mayor, Penerbit Indie, Vanity Publisher, hingga Self Publishing.

Saya tidak akan menjelaskan secara detail perbedaan masing-masing penerbit karena pembaca bisa googling sendiri. Namun pastinya saya berharap bisa menembus tembok penerbit mayor untuk menerbitkan naskah saya, karena penerbit mayor biasanya memiliki jangkauan pemasaran yang lebih luas. Penulis juga tidak perlu pusing memikirkan final editing, desain sampul, proses pencetakkan, hingga pemasaran. Pokoknya penulis tinggal menerima royalti hasil penjualan buku, meski boleh dibilang jumlahnya pun sebenarnya tidak besar. Tapi meskipun pemasaran dilakukan oleh penerbit, penulis juga tetap harus melakukan promosi supaya publik notice. Apalagi kalau si penulis merupakan pemain baru. Kayak saya ini..

Saya tahu bahwa menembus penerbit mayor bukanlah suatu proses yang mudah. Mereka pasti memiliki kriteria atau tahapan yang panjang dan ketat dalam menyeleksi sekian banyak naskah yang masuk. Oleh sebab itu, kita juga harus betul-betul memperhatikan syarat pengiriman naskah dari masing-masing penerbit. Jadi tidak heran kalau feedback dari mereka juga cukup lama.

Setelah saya menyeleksi beberapa penerbit yang kira-kira sesuai dengan naskah yang sedang saya tulis, saya mulai mempersiapkan beberapa format naskah sesuai ketentuan mereka. Begitu naskah selesai, saya mulai dengan mengirim naskah ke tiga penerbit mayor. Untungnya saat ini semakin mudah mengirimkan naskah ke penerbit. Tidak harus selalu berbentuk hardcopy yang membutuhkan banyak kertas dan tinta, cukup via email.

Namun setelah berbulan-bulan sejak pengiriman naskah, tak kunjung ada kabar dari penerbit. Padahal saya juga melakukan follow up ke penerbit-penerbit tersebut. Akhirnya saya menyimpulkan bahwa naskah saya tidak lolos. Sedihnya…

Tapi saya tidak menyerah. Kalau saya tidak bisa menembus penerbit mayor, saya akan mencari penerbit lainnya.

Tak disangka beberapa waktu kemudian, saya mendengar bahwa salah satu jaringan penerbit mayor meluncurkan website khusus yang bisa digunakan penulis untuk mengirimkan naskahnya, sekaligus bisa memantau status dan perkembangan naskah yang sudah mereka kirim.

Di website tersebut, penulis diperbolehkan untuk memilih tiga prioritas penerbit yang dituju. Jadi, kalau naskahmu ditolak oleh penerbit prioritas pertama, naskahmu akan dioper ke penerbit berikutnya sesuai prioritas yang dipilih.

Beruntungnya saya, salah satu dari ketiga penerbit yang saya prioritaskan menanggapi dan setuju untuk menerbitkan naskah saya yang berjudul "What You Need to Know for Being Pharmacy Student". Yeay!

Pahami Kontrak dengan Penerbit

Well, saya sangat berterima kasih karena pihak penerbit tidak meminta saya melakukan banyak revisi. Menurut mereka, naskah yang saya tulis sudah cukup sistematis, menarik, dan minim typo.

Dan kalau boleh saya jujur (ya boleh lah yaw!) ini berkat latihan saya menulis di Kompasiana. Saya belajar banyak hal tentang bagaimana cara menulis yang baik dari para Kompasianer. So this book is also dedicated to Kompasianer too. Ahay!

Step selanjutnya tentu pembahasan mengenai kontrak dengan penerbit. Dan karena saya juga cukup awam, saya meminta bantuan adik saya yang memiliki pengetahuan tentang hukum untuk membantu saya mereview kontrak tersebut.

Jadi kalau suatu saat pembaca sekalian berniat menerbitkan buku melalui penerbit, jika memungkinkan mintalah pendapat dari mereka yang memiliki pengetahuan tentang legal.

Sesuai pengalaman saya, beberapa hal yang perlu diperhatikan penulis saat membaca kontrak dengan penerbit misalnya:

1. Hak dan kewajiban penerbit dan penulis

Ini sangat penting untuk dipahami supaya penulis memahami apa saja yang menjadi hak dan kewajiban penulis dan penerbit. Jadi apabila di kemudian hari ada ketidaksesuaian, penulis tidak merasa dirugikan hanya karena tidak membaca hak dan kewajiban dengan cermat.

2. Ketentuan mengenai hak cipta

Perlu dipahami apa saja yang termasuk dalam hak cipta penerbit dan penulis. Biasanya yang menjadi hak cipta penerbit adalah desain sampul, layout buku, naskah final yang sudah melalui proses editing di penerbit. Sedangkan yang menjadi hak cipta penulis adalah naskah asli. Jadi jika perjanjian telah berakhir, masing-masing pihak tidak boleh menggunakan apa yang menjadi hak cipta mereka.

3. Masa berlaku dan Pengakhiran Perjanjian

Jangka waktu perjanjian juga merupakan poin penting untuk diperhatikan. Bagaimana proses pengakhiran perjanjian, bagaimana ketentuan mengenai hak cipta setelah perjanjian berakhir. Intinya jangan sampai ada klausul yang terkesan berat sebelah.

4. Royalti dan Pajak

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan sebelumnya, saya lebih menyukai buku versi cetak dibandingkan e-book. Alasannya bisa dibaca di sini. Namun ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang akhirnya membuat saya setuju agar naskah pertama saya ini diterbitkan dalam bentuk e-book.

Nah, poin tentang besaran royalti ini juga perlu dipahami dengan baik karena biasanya besaran royalti versi e-book dan cetak berbeda. Selain itu perlu dipastikan juga bagaimana sistem pembayaran royaltinya, kapan jadwal pembayaran royalti, berapa besaran pajak yang dikenakan, dan lainnya.

Menerbitkan Buku untuk Kepuasan Diri Sendiri

Bicara tentang royalti tadi, cukup disayangkan karena royalti penulis boleh dibilang sangat kecil. Belum lagi pendapatan royalti tersebut harus dipotong pajak sebesar 15%. Maka tidak heran beberapa waktu yang lalu sempat heboh ketika beberapa penulis buku best seller akhirnya memutuskan mengakhiri kontrak dengan penerbit mayor yang menaungi mereka.

Jadi kalau boleh saya bilang, kalau tujuannya untuk mencari keuntungan atau kekayaan, menjadi penulis mungkin bukanlah suatu pilihan utama untuk berkarir. Kecuali memang buku-buku yang diterbitkan terus menjadi best seller yang dicetak berulang kali, bahkan diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Saat saya menulis di Kompasiana, seringkali saya mengatakan bahwa bisa menulis dan mempublikasikan artikel adalah kesenangan tersendiri. Jika bisa memperoleh K-rewards ya untung, tidak memperoleh pun ya aku ra popo.

Pun sama halnya dengan menerbitkan buku, bagi saya hal itu adalah suatu kepuasan tersendiri. Terlepas dari besaran royalti yang akan saya dapatkan, saya senang bisa memiliki suatu karya yang dibaca banyak orang dan syukur-syukur bisa bermanfaat atau menginspirasi mereka.

Finally, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk Kompasiana dan teman-teman Kompasianer semuanya yang sudah memberikan saya semangat untuk menerbitkan buku.

Dan pastinya saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Penerbit PT Elex Media Komputindo yang bersedia menerbitkan naskah saya. Bagi saya ini adalah suatu pencapaian yang luar biasa di tahun ini, dan semoga bukan yang terakhir. Karena seperti kata penulis terkenal Pramoedya Ananta Toer, "Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Cherio!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun