Maka, tidak mengherankan jika banyak populasi yang melakukan transmigrasi, baik dari desa ke kota, atau sebaliknya, bahkan sampai ke mancanegara. Aktivitas ini semata dilakukan demi memiliki finansial yang berkecukupan.
Motif ini pastinya berbanding lurus dengan keperluan hidup perantauan, populasi yang konsumtif, kemajuan kota, sekaligus lapangan pekerjaan yang besar.Â
Dengan lapangan pekerjaan yang banyak dan perindustrian yang aktif, para perantauan merasa percaya diri bahwa kesempatan pekerjaan dengan taraf gaji yang mapan bisa terpenuhi.Â
Gaji yang mapan pastinya mampu memenuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf hidup dalam jangka panjang. Hal ini semakin jelas dengan tujuan para perantauan hanya untuk menyejahterakan kondisi finansial keluarga. Â
Kedua, meningkatkan taraf kehidupan. Perubahan gaya hidup yang tak terelakkan serta cara sosialisasi yang nampak pragmatis memicu perantauan meninggalkan kampung halaman demi memperoleh mutu kehidupan.Â
Persoalan taraf hidup ini sangat penting mengingat kebanyakan orang kerap kali membicarakan status dan identitas dalam lingkup kesosialan.Â
Sehingga menaikkan potret keluarga sangat perlu untuk menampik asumsi tidak mampu, miskin, atau konotasi negatif lainya dari cemoohan masyarakat.Â
Untuk menjegal konotasi rendah itu, tidak heran jika para perantuan tidak pulang puluhan tahun sampai sukses. Â
Ketiga, mencari pengetahuan atau pengalaman. Selain merantau identik dengan pekerjaan dan peningkatan status, ada juga perantauan yang bertujuan untuk bersekolah atau mencari ilmu pengetahuan dan mengembangkan potensi.Â
Hal ini bisa dilihat dari kalangan pelajar, terutama mahasiswa yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi yang berlokasi di daerah terkenal seperti, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang.Â
Hal ini tidak lain hanya untuk menambah cakrawala pengetahuan sekaligus mencari fasilitas pendukung pengembangan potensi diri yang barangkali tidak tersedia di daerah tempat tinggal.