Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyambut Ramadan 2021: Mengenang "Kelaziman Baru di Masjid" Selama Ramadan 2020

9 April 2021   19:16 Diperbarui: 11 April 2021   11:25 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret shalat Jumat digelar dengan protokol ketat pencegahan Covid-19 dan hanya diikuti terbatas oleh warga yang bermukim di sekitar masjid. | (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Tak terasa bulan suci ramadan akan segera tiba lagi. Sepertinya baru kemarin kan kita menjalani bulan puasa di tengah pandemi. Saat itu, kita, khususnya umat islam berharap agar puasa di kondisi pandemi hanya terjadi sekali seumur hidup saja.

Kita mengira waktu setahun sudah cukup untuk mengusir Corona, tak tahunya, setahun berselang kita akan menyambut lagi bulan ramadan dengan kondisi yang kurang lebih sama seperti tahun lalu. Pandemi belum berakhir, ramadan tiba saat kita masih berperang melawan Covid-19.

Mengingat kembali peristiwa tahun lalu. Saat awal kemunculannya, Covid-19 membuat roda-roda kehidupan seakan mendadak berhenti. Kantor-kantor menerapkan Work From Home (WFH), sekolah dan kuliah dilakukan via daring, objek pariwisata ditutup sementara, transportasi sepi, bioskop ditutup, dan masjid juga sempat ikut ditutup.

Ya, kalau kita ingat-ingat lagi, dulu ada masa kala masjid/langgar/musala ditutup sementara. Imbauannya si hanya meminta umat muslim untuk menjalankan ibadah dari rumah. Seperti halnya sekolah dan kerja, ibadah umat beragama di Indonesia diimbau dilakukan dari rumah.

Singkat cerita, pada bulan Juni, pemerintah melalui Kemenag mengeluarkan edaran baru. Yaitu memberi izin membuka kembali tempat ibadah, khususnya masjid yang ditandai dengan diperbolehkannya kembali menggelar salat jumat secara berjemaah di masjid.

Tentu edaran yang keluar bukan sekadar izin semata. Izin yang tertuang dalam S.E. Kemenag No.15 Tahun 2020 itu juga memuat beragam panduan protokol kesehatan yang wajib dipatuhi sebelum dan sesudah membuka kembali tempat ibadah.

Syarat utama yang saat itu wajib dipenuhi adalah hanya masjid yang berada di zona hijau yang boleh dibuka. Yang masih berada di zona merah dan di lingkungan sekitarnya masih ada yang positif Covid-19, tak dibenarkan membuka kembali masjid untuk kegiatan keagamaan.

Lalu, prokes yang wajib diterapkan saat itu antara lain, kewajiban melakukan pembersihan dan desinfeksi secara rutin di area masjid, pintu keluar masjid dibatasi, wajib menyediakan hand sanitizer atau fasilitas cuci tangan, menyediakan alat ukur suhu, jemaah wajib memakai masker dan membawa alat solat sendiri dari rumah, dan menerapkan jaga jarak.

Itulah deretan syarat dan protokol kesehatan saat awal pembukaan kembali rumah ibadah di awal pandemi Covid1-19. Sebuah fenomena yang saat itu disebut sebagai sebuah "kelaziman baru di masjid".

BACA JUGA: Kelaziman Baru di Masjid, Mungkinkah? 

Di awal praktiknya, banyak pelanggaran terjadi. Ada masjid yang jemaahnya membludak, ada yang berada di zona merah tapi nekat membuka masjid, lalu dibubarkan aparat. Ada pula masjid yang belum menjalankan imbauan dan prokes dari Kemenag. Pokoknya banyak deh.

Apakah "kelaziman baru" tersebut langgeng?

Mari kita lompat ke kondisi nyata saat ini. Apa yang disebut "kelaziman baru" saat itu masih dipraktikkan saat ini. Namun, jumlahnya sudah makin menipis dari hari ke hari. Bahkan mungkin sudah banyak orang yang lupa kalau dulu Kemenag mengeluarkan surat edaran terkait syarat membuka kembali rumah ibadah.

Coba lihat di sekitar kita. Berapa banyak takmir masjid yang masih patuh menjalankan protokol kesehatan? Apakah masjid/musala/langgar di sekitar Anda masih rutin melakukan disinfeksi? Apakah masih dicek suhu sebelum masuk masjid? Apakah jemaah masih patuh memakai masker? Apakah shaf-nya masih berjarak 1 meter?

Di lingkungan saya sendiri, hal tersebut semakin hari semakin terlupakan. Sudah banyak yang lepas masker saat salat. Pengap katanya, saya si juga kadang. Jaga jarak minimal satu meter sudah tak saya temui. Bebas, mau kakinya nempel atau berjarak sekian centi terserah.

Pertanyaannya, apakah hal serupa akan diterapkan kembali di ramadan tahun ini?

Saya sih sangsi. Lha wong sudah banyak yang lupa dan bosan dengan beragam protokol kesehatan yang saban hari terus digaungkan. "Mau sampai kapan?" Begitu kata mayoritas masyarakat Indonesia saat ini.

Apalagi ini bulan suci ramadan yang kehadirannya selalu ditunggu-tunggu umat Islam di seluruh dunia. Bayangkan saja, tahun lalu banyak yang ngalah dengan pandemi Covid-19. 

Salat di rumah, salat tarawih juga sendiri-sendiri. Takada tadarus Al Quran di masjid. Pengajian ramadan dilakukan via daring. Momen buka bersama juga sirna.

Banyak orang, termasuk saya menilai bahwa ramadan tahun lalu ada kepuasan yang hilang. Ada perasaan kurang. Merasa ibadahnya belum sempurna. Iya, patuh dan sabar atas musibah. Namun, hati nurani tak bisa bohong kalau ingin agar ramadan berjalan seperti biasa. Apa-apa ramai, meriah, dan penuh suka cita, bukan penuh duka dan luka.

Begitu pula dengan ramadan tahun ini. Penginnya sih berjalan normal. Beragam agenda khas di bulan puasa bisa berjalan lagi. Untungnya pemerintah sudah mengizinkan salat tawarih dan salat ied dilakukan berjemaah. Beberapa daerah juga memperbolehkan acara buka bersama asal dilakukan secara terbatas.

Akan tetapi, masih akan ada yang hilang. Mudik lebaran tahun ini masih dilarang. Aneh memang, tapi entahlah saya tak mau banyak komentar. Yang pasti, masih ada satu momen yang hilang di bulan suci ramadan nanti, yaitu silaturahmi. 

Apalah arti mensucikan diri, saling memaafkan bila bertemu saja sulit? Sekali lagi, memang bisa secara daring, tapi nurani tak bisa bohong kalau ada kesempurnaan yang hilang.

Pandemi Covid-19 di Indonesia lama-lama memang menyebalkan dan bikin bosan. Bukan soal takdirnya, tapi orangnya. Saya takut kejadian saat ramadan tahun lalu terjadi lagi. Kita sudah patuh prokes, tapi orang lain banyak yang abai. Menyakitkan saat kita yang patuh ini justru berujung jadi korban ketidakpedulian orang lain.

Yang pasti, saya juga kasihan dan rindu dengan momen ramadan yang normal. Berburu takjil dari satu masjid ke masjid atau ngabuburit di pasar dadakan yang cuma ada pas ramadan saja. Momen tersebut mungkin sudah mulai tumbuh lagi, tapi jumlahnya terbatas.

Ramadan 2021 akan segera tiba. Suka tidak suka, inilah kondisinya. Masih berpuasa di tengah masih adanya ancaman penularan virus corona. Pandemi belum usai, masih banyak momen ramadan yang hilang.

Akan tetapi, bersyukurlah. Sebab, ramadan akan segera tiba dan alhamdulillah kita masih diberi umur. Berdoalah agar kita bisa berjumpa dengan ramadan tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang dan dapat menyelesaikan ibadah puasa dengan sebaik mungkin. 

Jangan lupa minta ampun di bulan penuh berkah ini. Jaga diri, saling jaga, dan mari kita sambut ramadan dengan suka cita, apapun kondisinya.

@IrfanPras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun