Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Investasi Buku sebagai "Self Reward", Hati-Hati Terjerat Tsundoku

7 Maret 2021   17:50 Diperbarui: 8 Maret 2021   22:00 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Amine Rock Hoovr on Unsplash

Ada bermacam cara yang dilakukan orang untuk memberikan penghargaan atas pencapaian pribadinya. Salah satu cara yang sepertinya banyak dipraktikkan adalah membeli buku baru tiap mendapat rezeki.

Istilahnya "self reward". Yaitu memberikan hadiah untuk diri sendiri setelah bekerja/berjuang/belajar sangat keras. "Self reward" bisa juga diasosiasikan sebagai cara untuk memanjakan diri sendiri.

Karena berupa hadiah, maka wajar bila "self reward" yang ditempuh banyak orang memerlukan biaya untuk memenuhinya. Masuk akal, sebab "reward" mustahil ada bila tak didahului dengan turunnya rezeki.

Tak sedikit yang memilih berinvestasi buku sebagai bentuk "self reward" yang ia pilih. Sebuah pilihan yang nyaris takada negatifnya. Dengan membeli buku baru, lalu membacanya, merupakan sebuah langkah positif untuk memberikan asupan gizi ilmu dan spiritual ke dalam jiwa.

Berinvestasi buku baru dilakukan oleh mayoritas para pencinta atau pembaca buku sejati. Setelah berusaha keras dan memetik hasilnya, menghadiahi diri sendiri dengan buku baru adalah sebuah langkah bijak. Bisa berupa buku non-fiksi untuk menambah wawasan atau buku fiksi sebagai bacaan ringan.  

Apapun jenis buku yang dipilih, membeli buku baru adalah bentuk investasi positif. Namun, hati-hati bila berinvestasi buku yang tadinya sekadar "self reward" untuk memanjakan diri menjadi sebuah kebiasaan buruk yang berujung kecanduan.

Investasi dengan membeli buku baru bisa berbuah candu yang membahayakan, yaitu tsundoku. Bagi para pecandu buku, istilah ini pastilah tidak asing. Mengutip dari openculture.com (24/7/2014), istilah tsundoku merupakan umpatan Jepang yang sudah ada sejak era Meiji (1868-1912).   

Tsundoku adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan seseorang yang menumpuk banyak barang, termasuk buku. Namun, pengidap tsundoku membiarkan koleksi bukunya itu menumpuk dan tidak atau belum sempat membacanya.

Awalnya, tsundoku adalah umpatan, tetapi seiring perkembangan zaman, istilah tersebut bisa berkonotasi positif atau negatif. Semua tergantung pada akar sebab dan akibat yang ditimbulkan.

Kembali ke konteks "self reward", seseorang yang berinvestasi buku sebagai bentuk penghargaan terhadap dirinya, mungkin pada awalnya tak sengaja menumpuk buku barunya hingga menggunung dan belum sempat ia baca. Bisa jadi, "self reward" berupa membeli buku baru sebagai hadiah pribadi malah jadi sebuah kebiasaan buruk alias candu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun