Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Menebak Potensi Golput di Pilkada 2020

5 Desember 2020   13:01 Diperbarui: 7 Desember 2020   15:16 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas dengan mengenakan baju hazmat membantu warga menggunakan hak suara saat simulasi pemungutan suara Pilkada Surabaya 2020, di halaman Gapura Surya Nusantara, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/11). Simulasi tersebut untuk memberikan pemahaman terkait mekanisme dan prosedur proses pemungutan suara dengan menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. (Antara Foto via KOMPAS.com)

Otaknya mana? Nuraninya mana? Keluarganya aja disuruh menjauh sama petugas RS. Saya si menduga kalau pada hari-H nanti akan ada surat sakti agar para petugas dan saksi dari TPS setempat bisa masuk ruang perawatan atau ruang karantina pasien COVID-19.

Oiya, infografis "radue utek" itu disebar KPU pada 2 Desember kemarin. Hingga hari ini (5/12), sudah mendapat komentar sekitar 2 ribuan yang isinya hujatan, di-retweet sebanyak 6 ribuan yang kemungkinan besar juga makian.

Saya mencoba menelusuri apakah info itu juga disebar di media sosial Instagram KPU. Ternyata, mereka juga mengunggah info tersebut, tapi mematikan kolom komentarnya.

Tangkapan layar kolom komentar akun IG KPU
Tangkapan layar kolom komentar akun IG KPU
Kaget! Kesal! Begitu kan biasanya judul berita yang memuat reaksi pemimpin kita kalau ada sesuatu yang "negatif".

Mengomentari digemboknya kolom komentar di postingan instagram KPU, saya menduga kalau mereka sebetulnya paham bahwa hal tersebut akan memicu suara dari netizen. Mereka pasti paham kalau kolom komentar mereka akan dipenuhi suara penolakan, hujatan, nyinyiran, hingga makian. Ya, seperti yang terjadi di akun twitter-nya.

"Pemilih yang sedang menjalani Rawat Inap, Isolasi Mandiri dan/atau positif terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berdasarkan data yang diperoleh dari perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di wilayah setempat, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang berdekatan dengan rumah sakit."

Begitu kata PKPU no. 6 Tahun 2020, pasal 72 ayat 1. Alasan dari aturan itu katanya untuk melindungi dan memastikan hak pilih masyarakat. Pertanyaannya, masyarakat yang mana?

Salah satu tanggapan yang saya temukan di twitter atas aturan tersebut cukup menohok. Salah satunya begini,

"Silakan sakit, mau mati juga boleh. Tapi, sebelumnya ikutan dulu pilkada, ya. Pilihlah penguasa... yg pada akhirnya nggak bakal ngurusin kamu, bisa-bisa korup juga...", kata akun @aik_arif

Saya sendiri setelah keluarnya aturan itu tadi bertanya-tanya, sebetulnya siapa sih yang ingin dilindungi hak suaranya? Serius, maksud saya apa tidak nyari mati mengambil suara dari pasien COVID-19?

Bayangkan saja, surat suara yang habis dicoblos oleh pasien positif COVID-19 dimasukkan ke dalam kotak suara, lalu akan dikeluarkan dan dihitung pada saat perhitungan suara oleh petugas KPPS. Maksud saya, apakah bisa terjamin itu kesehatan para petugas KPPS?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun