Mohon tunggu...
irfanfirman
irfanfirman Mohon Tunggu... Mahasiswa

Berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Bola

Tantangan dan refleksi sepak bola setelah pemecatan Shin tae yong

6 Februari 2025   23:35 Diperbarui: 6 Februari 2025   22:38 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepak bola Indonesia telah mengalami banyak dinamika dan tantangan dalam beberapa tahun terakhir, baik di tingkat domestik maupun internasional. Salah satu nama yang mencuat dalam dunia sepak bola Indonesia dalam beberapa tahun terakhir adalah Shin Tae-yong, pelatih asal Korea Selatan yang diangkat menjadi pelatih tim nasional Indonesia pada akhir 2019. Keputusannya untuk mundur atau dipecat telah menjadi topik hangat yang memunculkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Pemecatan atau keputusan untuk berpisah dengan Shin Tae-yong bukan hanya sebuah isu internal yang berkaitan dengan hasil pertandingan, tetapi juga mencerminkan banyaknya tantangan yang dihadapi oleh sepak bola Indonesia, baik dalam hal pengelolaan tim, pengembangan pemain, maupun ekspektasi yang terlalu tinggi dari publik.

Isi

Kinerja dan Harapan yang Tidak Tercapai

Shin Tae-yong datang dengan banyak harapan. Sebagai pelatih yang berpengalaman, dengan rekam jejak yang cukup sukses di timnas Korea Selatan dan berbagai klub, diharapkan ia dapat membawa timnas Indonesia meraih prestasi yang lebih baik di ajang internasional. Namun, meskipun ia berhasil membawa Indonesia ke final Piala AFF 2020, hasil di beberapa ajang penting lainnya, termasuk kualifikasi Piala Dunia dan Piala Asia, tidak sesuai dengan harapan banyak pihak.

Bagi sebagian besar penggemar sepak bola Indonesia, pencapaian yang diraih oleh Shin Tae-yong dianggap kurang memadai, terutama mengingat ekspektasi yang sangat tinggi terhadap timnas Indonesia. Kegagalan timnas untuk menembus level yang lebih tinggi dalam kompetisi internasional seperti kualifikasi Piala Dunia 2022 dan Piala Asia 2023, meski ada beberapa kemajuan dalam gaya permainan dan mentalitas tim, menjadi alasan utama di balik desakan untuk pemecatannya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel The Jakarta Post (2021), meski ada perbaikan di sisi taktik dan kedisiplinan, hasil akhir tetap menjadi tolok ukur utama bagi banyak orang dalam menilai keberhasilan seorang pelatih.

Ekspektasi masyarakat terhadap tournament AFF 2024 menjadi salah satu pertimbangan pemecatan shin tae yong, namun disisi lain sebetulnya shin tae yong sendiri tidak memasang target penuh pada tournament ini, karena target shin tae yong sendiri squad dari tim AFF 2024 dengan rata-rata usia dibawah 23 tahun dan tim termuda pada turnamen tersebut, untuk mempersiapkan untuk tournament selanjutnya yaitu Sea Games 2025.

Para pemain keturunan yang shin tae yong ingin kan pun seperti Ivar Jenner, Justin hubner dan Nathan Tjoe-a-on terkendala izin tim meyebabkan komposisi pemain shin tae yong berubah harus mencari pemain lokal tambahan untuk memenuhi komposisi tim, dan jika berbicara kualitas maka pemain keturunan lebih berkulitas dibandingkan pemain lokal. Akan tetapi ekspektasi PSSI dan masyarakat Sebagian menganggap hal tersebut sebuah kegagalan yang fatal. Sehingga berakibat pertimbangan pemecatan shin tae yong.

Masalah Internal dan Eksternal

Pemecatan Shin Tae-yong juga bisa dilihat dalam konteks masalah yang lebih luas dalam pengelolaan sepak bola Indonesia. Sepak bola Indonesia memang memiliki berbagai masalah struktural yang sudah lama ada, termasuk kurangnya pembinaan usia muda, ketidakstabilan manajemen tim, serta minimnya kualitas liga domestik yang memadai untuk mendukung pengembangan pemain berbakat. Meskipun Shin Tae-yong mencoba untuk memperbaiki sistem ini dengan menerapkan gaya permainan yang lebih modern dan disiplin, banyak faktor eksternal yang tidak dapat ia kendalikan, seperti pengelolaan kompetisi yang tidak optimal dan kurangnya dukungan fasilitas yang memadai.

Selain itu, ketegangan antara pelatih dan pengurus PSSI, serta tekanan dari media dan penggemar sepak bola yang sangat menuntut, memperburuk situasi. Ketika sebuah tim gagal meraih hasil maksimal, kritik sering datang tidak hanya dari publik, tetapi juga dari dalam organisasi itu sendiri. Ketidakcocokan antara pelatih dan federasi sepak bola bisa menambah ketegangan, dan pada akhirnya, keputusan pemecatan bisa dianggap sebagai jalan keluar untuk meredakan ketegangan tersebut.

Dampak Pemecatan dan Refleksi untuk Masa Depan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun