Infrastruktur kota yang dirancang untuk mendukung jumlah penduduk tertentu kini harus meregang untuk memenuhi kebutuhan jauh lebih banyak orang, seringkali melebihi kapasitas maksimalnya.
Akibatnya, kemacetan menjadi lebih parah, pemukiman kumuh bertambah luas, dan akses terhadap layanan dasar menjadi semakin sulit. Situasi ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup secara umum, tetapi juga memperlebar jurang ketimpangan sosial di ibu kota.
Lebih jauh, pendatang yang datang ke Jakarta tanpa modal dan relasi yang memadai berisiko tinggi menjadi beban sosial-ekonomi. Tanpa keterampilan atau pendidikan yang memadai, banyak dari mereka yang terjebak dalam pekerjaan informal dengan upah yang tidak memadai, hidup di bawah standar kesejahteraan minimal.
Ketiadaan jaringan sosial atau relasi seringkali berarti minimnya akses terhadap informasi atau peluang yang bisa membantu mereka mengangkat diri dari kemiskinan.
Ini menciptakan siklus kemiskinan perkotaan yang sulit untuk dipecahkan, di mana pendatang baru ini tidak hanya kesulitan untuk mengintegrasikan diri ke dalam ekonomi kota, tetapi juga menambah tekanan pada sistem sosial dan layanan publik yang sudah ada.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana Jakarta dapat merespons dinamika sosial-ekonomi ini dengan cara yang memastikan bahwa pertumbuhan dan pembangunan kota berlangsung secara inklusif dan berkelanjutan?
Argumentasi untuk Batasan Pendatang
Dalam upaya mengelola tantangan urbanisasi, beberapa kota besar di dunia telah menerapkan kebijakan pembatasan pendatang, dengan hasil yang bervariasi.
Contohnya, Shanghai dan Beijing telah memperkenalkan sistem hukou, atau sistem registrasi rumah tangga, yang mengendalikan migrasi internal dengan membatasi akses terhadap layanan publik berdasarkan tempat asal individu.
Sistem ini, meskipun kontroversial, berhasil mengendalikan pertumbuhan populasi dan memastikan bahwa infrastruktur dan layanan dapat mengikuti kebutuhan penduduk setempat.
Di sisi lain, Singapura menggunakan sistem kuota dan izin kerja untuk mengatur jumlah pekerja asing, memastikan bahwa hanya pekerja dengan keterampilan yang sangat dibutuhkan yang dapat menetap di negara tersebut.