Mohon tunggu...
Ira Pranoto
Ira Pranoto Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga

Menebar kebaikan lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita Rakyat | Teluk Awur 2

18 Mei 2021   12:52 Diperbarui: 18 Mei 2021   13:13 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Teluk Awur. (Dok. Pribadi)

"Bukankah Paduka sudah mengetahui kalau saya sudah bersuami?"

"Itu bukan masalah besar, bagi seorang raja semua bisa diatur."

"Itu namanya sewenang-wenang, Paduka."

"Saya raja di sini, sedang suamimu hanyalah rakyat biasa. Bisa apa dia dengan kekuasaan yang kugenggam?"

"Paduka benar-benar tak berhati nurani."

"Sudah, tak perlu lagi berdebat. Beberapa hari ke depan, saya akan berkunjung di kerajaan tetangga. Saat saya kembali, kamu harus bersedia menjadi permaisuri."

Tanpa menunggu jawaban Rara Kuning, Raja Jaka Wangsa meninggalkan kaputren. Makin tak karuan suasana hati Rara Kuning. Hanya tangisan yang bisa dia lakukan untuk menumpahkan rasa hatinya.

"Lir ilir, lir ilir. Tandure wes sumilir. Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar. Cah angon, cah angon. Penekna blimbing kuwi. Lunyu, lunyu penekna kanggo mbasuh dadatira. Dadatira, dadatira, kumitir bedhah ing pinggir. Dandamana jlumatana kanggo seba mengko sore. Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane. Yo, surak aaa, surak hore."

Lamat-lamat, Rara Kuning mendengar suara seseorang nembang (melantunkan lagu Jawa) diiringi tabuhan kentrung. Suara itu tak asing di telinga Rara Kuning. Untuk memastikannya, perempuan yang lembut dan tegas itu mengutus salah satu pengawal untuk memanggil orang yang nembang tersebut.

"Den Ayu, menika piyantun ingkang nembang wau. Ngendikanipun piyambake nembe mbarang." (Den Ayu, ini orang yang nembang tadi. Katanya dia sedang mengamen).

Suka cita rasa hati Rara Kuning saat mengetahui siapa yang mengamen. Telinga dan socanya tak dapat ditipu. Sekian tahun hidup bersisian telah menjadikan segala yang melekat pada diri Syekh Abdul Aziz telah dikenalnya.
Bukan Rara Kuning kalau tak bisa menguasai keadaan. Walau hatinya bersorak, tapi rasa itu bisa dia simpan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun