Berhari-hari aku singgah di Palestina, aku belum menemukan buah semangka yang aku cari. Aku bertanya kepada banyak orang, tetapi mereka semua mengatakan bahwa buah itu sangat jarang, harganya pun mahal, yang hanya dapat di temui di tempat-tempat terpencil serta rahasia. Aku hampir putus asa, hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang kakek yang mengaku sebagai seorang petani semangka. Dia berkata bahwa dia memiliki kebun semangka di dekat kota Hebron, dia bersedia membawaku ke sana jika aku mau membantunya.
"Akhi mencari semangka?" tanya kakek itu.
"Betul, siapa nama akhi?"
"Masyarakat disini memanggil saya dengan nama, Engkong Felix Tani," Ia menyodorkan tangannya, "Nama akhi siapa?"
"Wibyanto." Sambil kusambar tangannya, kami berjabat tangan.
Aku tidak percaya dengan omongannya, tetapi aku tidak punya pilihan lain. Aku setuju untuk mengikuti engkong Felix, dengan harapan dia tidak berbohong atau berniat jahat. Aku meninggalkan kafilah dagang lau berangkat bersama engkong dengan menggunakan seekor keledai yang dia bawa. Aku juga membawa beberapa barang dagangan yang tersisa agar dapatku tukar dengan buah semangka jika memang ada.
Perjalanan menuju kebun semangka engkong Felix itu lebih sulit dari yang aku bayangkan. Kami harus melewati jalan-jalan yang berliku, berbatu, berbukit, berdebu, serta desa-desa yang miskin dan juga kumuh. Kami juga harus menghindari kelompok-kelompok yang saling bertikai yang bisa mengancam kami kapan saja. Beberapa kali kami hampir tertangkap dan terbunuh, tetapi engkong Felix mengetahui jalan pintas dan juga tempat persembunyian yang aman.
"Wibhy, cepat masuk kedalam gua ini," teriak engkong Felix ketika sekelompok orang Israel dengan unta-untanya menghampiri kami.
Selama perjalanan, perlahan aku mulai mengenal engkong Felix lebih dekat, ia orang yang baik hati, bijaksana, dan memiliki banyak pengetahuan serta pengalaman, ia bercerita tentang hidupnya, tentang perjalanannya menjadi seorang petani semangka, juga khasiat yang terkandung dalam buah itu, ia memberiku banyak sekali nasihat serta pelajaran berharga, tentang cara berdagang, aku sangat menghormati engkong Felix, perlahan aku mulai menganggapnya sebagai seorang guru.
***
Setelah beberapa hari, kami akhirnya tiba di kebun semangka kakek itu. "Wibhy, itu kebun semangka milikku." Engkong Felik menunjuk kebun semangka dari kejauhan.