Di balik kaca jendela yang bening itu, kupandangi diam-diam dirimu. Tak ada hujan malam ini, yang ada adalah rintik harapan dan keinginan menjadikanmu seutuhnya milikku.
Mia, aku telah jatuh hati sebelum mengenalmu. Telah puluhan kali kau hadir dalam mimpi di setiap tidurku. Tetapi, sekalipun kau tak pernah menyadari, bahwa ada aku di sini, mengagumimu dengan tulus.
Desember tak hanya penanda akhir tahun, dan pergantian kalender. Tapi, juga tanda akhir pencarianku. Dan aku dengan amat sungguh, meyakinkan diri, kaulah batas akhir pencarian itu. Tak sedikitpun kusesali menitipkan rasa untukmu, meski saat ini kau sedang bersama dengannya. Satu hal yang mesti kau tahu, rasaku takkan berbatas, meski kau tak pernah membalas.
"Ting... Ting... Ting..."
Bunyi lonceng kedai kopi membuyarkan lamunanku, ah sial. Dalam bayangku, tak ada batas kaca antara pandangku dengan wajahmu yang lebih bening dari jendela persegi itu.
Benar saja, kedai ini bernama Bahagia. Kehadiranmu kali pertama di sudut kiri rumah bagi pencinta kopi ini, membuatku pencinta kopi beralih menyukai minuman kesukaanmu, cokelat.
Telah tiba di hadapanku, segelas cokelat dingin. Ditambah simpul senyummu yang lebih manis, keduanya kunikmati dengan khidmat. Bedanya, hanya jarak.
Bolehkah aku mencintaimu, Mia?