Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indahnya Imlek di Bali: Sebuah Sinkritisme Budaya

1 Februari 2022   19:50 Diperbarui: 1 Februari 2022   20:45 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ratu mas Subandar, yang diyakini  semasa hidupnya adalah permasisuri raja yang berasal dari negeri Cina dan bernama Kang Cing We, pelinggih tersebut berkaitan untuk memohon keberuntungan. 

Dalam kontek nama yaitu Pura Dalem Balingkang, Dalem berasal dari nama Keraton yaitu Kuta Dalem, sedangkan Balingkang berasal dari kata Bali dan Ing Kang dihubungkan dengan pernikahan raja Jaya Pangus dengan Puteri Cina bernama Kang Cing Wie, digabungkan menjadi Bali-Ing-Kang yang sekarang bernama Balingkang. Raja Jaya Pangus Harkajalancana memerintah pada tahun 1181-1269 Masehi (saka 1103-1191), sosok raja terkenal pada masa Bali Kuno.

Selain itu, sejumlah pura di Bali terdapat juga pemujaan untuk etnis China seperti bentuk pagoda atapun kongco, penggunaan uang kepeng dari Cina (pis bolong) untuk perlengkapan upacara yadnya umat Hindu dan Lingga berupa barong landung pada sejumlah pura, bentuk sinkritisme budaya yang terus terjaga hingga kini.

Dalam susastra kisah yang sangat terkenal juga menarik yaitu Bukan hanya itu, dalam hal penggunaan uang kepeng atau koin Cina yang bagian tengahnya bolong, "sampai sekarang di Bali, di agama Hindu, menjadi alat upacara yang harus ada."

Akulturasi lain bisa terlihat jelas  antara budaya China dengan Hindu di Bali, yaitu   di Desa Candikuning, Tabanan, Bali. Di sini toleransi beragama ditunjukkan di sebuah pura yang bernama Pura Batu Meringgit. 

Keberadaan Pura Batu Meringgit dan Klenteng yang ada di dalamnya menarik perhatian mahasiwa sejarah Undiksha, yaitu  I Putu Sandiasa Adiawan (2015) , hasil kajiannya dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul " Sinkretisme Hindu-Buddha (Konghuchu) di Pura Batu Meringgit, Desa Candikuning, Tabanan, Bali (Studi tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah).

Dia tertarik mengkajinya lebih jauh karena  dilihat dari segi struktur , tempat suci itu  bukan menunjukkan struktur pura yang umum di Bali, terlebih dilihat dari dimensi multikulturalisme. 

Pura yang menunjukkan harmonisasi etnis Cina dan Hindu Bali ini, secara langsung mau pun tidak langsung memberikan pemahaman yang lebih. Hasil temuannya adalah,  Pura dan Kongco Batu Meringgit merupakan bangunan yang bercorak Hindu-Buddha, di mana bangunan ini menunjukkan adanya semacam sinkritisme budaya Hindu-Buddha.

Histori  keberadaan Pura dan Kongco Batu Meringgit di Desa Pakraman Candikuning  diduga didirikan pada masa perjalanan Ida Rsi Madura pada abad ke 11-12 Masehi. Kongconya sendiri diduga dibangun oleh Jaya Kasunu yang merupakan keturunan dari Jaya Pangus. 

Beliau mendirikan Kongco dengan tujuan untuk menghormati Jaya Pangus yang menikah dengan perempuan Cina, Selain itu beberapa aspek  untuk sumber belajar sejarah , ada beberapa aspek  antara lain, (a) historis, (b)  sinkretisme, (c)  bentuk fisik bangunan, (d)  gotong royong dan kebersamaan, dan (e) religius.

Kesaman dengan Tradisi Hindu di Bali dengan China, mungkin karena secara historis dan budaya, sama-sama serupa, Hindu dan Konghucu  sama-sama agama arwah, jadi menyembah leluhur, sama-sama pakai air suci dan dupa.  Tata cara sembahyangnya itu mirip sekali antara Hindu dan Konghucu,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun