Mohon tunggu...
Intan Rahmawati
Intan Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo Blog untuk berbagi informasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Teori Kerucut Pengalaman Edgare Dale dalam memilih Media Pembelajaran bagi Guru Sekolah Dasar

29 September 2021   13:00 Diperbarui: 29 September 2021   13:01 14317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teori Kerucut Edgar Dale (Dokpri)

#indonesiamaju  #guruhebat  #siswapintar

Tahukah Bapak/ Ibu Guru sekalian bahwa dalam memilih media pembelajaran bagi siswa Sekolah Dasar tidak bisa sembarang lho, karena kita juga harus memperhatian tingkat pemahaman dari peserta didik kita. Nah untuk lebih jelasnya mari kita bahas

Guru sering beranggapan bahwa menggunakan media dalam proses pembelajaran sesuatu yang merepotkan, menyita banyak waktu dan cenderung membuat siswa tidak konsentrasi dalam belajar karena perhatianya akan tertuju pada media saja.

Menurut Sheal, Peter (dalam Depdiknas, 2004 : 23), siswa dapat belajar dengan baik berasal dari 10 % dari apa yang dibaca, 20 % dari apa yang didengar, 30 % dari apa yang dilihat, 50 % dari apa yang dilihat dan didengar, 70 % dari apa yang dikatakan, serta 90 % dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Kemudian penelitian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman pendengaran 11 %, pengalaman penglihatan 83 %, sedangkan kemampuan daya ingat yaitu berupa pengalaman yang diperoleh dari apa yang didengar 20 %, serta dari pengalaman apa yang dilihat 50 % (Sanaky, 2009 : 23).

Koesnandar (2003:77) mengatakan tentang cara menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan media adalah dengan membawa gambar, foto, film, video tentang objek tersebut. Cara ini akan sangat membantu guru dalam memberikan penjelasan. Selain menghemat kata-kata, waktu dan penjelasan pun akan lebih mudah dipahami oleh murid, menarik, membangkitkan minat belajar, menghilangkan kesalahan pemahaman, serta informasi yang disampaikan lebih konsisten. Dari cara tersebut di atas, penggunaan media sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, terutama untuk materi-materi yang sangat sulit dipahami atau yang bersifat abstrak.

Edgar Dale dan James Finn adalah tokoh yang berjasa dalam pengembangan teknologi pembelajaran. Menurut Edgar Dale pembelajaran lebih mengutamakan keaktifan peran serta siswa dalam berinteraksi dengan situasi belajarnya melalui panca inderanya baik melalui penglihatan, pendengan, perabaan, penciuman dan pengecapan, sehingga pada modus berbuat yaitu katakan dan lakukan. Edgar Dale dalam Sanjaya (2008) mengemukakan bahwa pengalaman belajar yang di peroleh peserta didik akan semakin banyak jika media pembelajaran semakin konkret peserta didik mempelajari bahan pengajaran. Sebaliknya, jika peserta didik semakin abstrak dalam mempelajari bahan pengajaran, maka semakin sedikit pengalaman belajar yang diperoleh. Edgar Dale melukiskan pengalaman belajar peserta didik melalui sebuah kerucut yang dikenal dengan nama kerucut pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale Cone of Experience)

Di dalam teori kerucut pengalaman menurut Edgar Dale dikembangkan pada tahun 1996, apabila gambar menunjukkan semakin keatas berarti semakin abstrak dan apabila gambar menunjukkan semakin kebawah semakin kongkrit. Pemahaman tersebut berkaitan bahwa pengalaman belajar seseorang, 75% diperoleh melalui indera penglihatan (mata), 13% dari pendengaran. Untuk keterangan lebih jeas dapat gambar dibawah ini:

Menurut teori kerucut pengalaman (cone of experience) Edgar Dale, sebagaimana dikutip (Arsyad & Fatmawati, 2018) menyatakan media membuat jenjang konkret abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata. Peserta didik akan lebih konkret memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui benda tiruan, pengalaman melalui drama, demonstrasi wisata, dan melalui pameran.

Media paling konkret menurut kerucut pengalaman Edgar Dale adalah pengalaman langsung atau nyata. Posisi kedua media terkonkret jika dilihat dari kerucut pengalaman Edgar Dale adalah stimulasi benda tiruan. Pengalaman dengan benda tiruan menurut Wina Sanjaya (2010:201) adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya terutama untuk menghindari terjadinya verbalisme.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio visual merupakan media pembelajaran berbasis audio dan visual yang digunakan sebagai sarana penyaluran pesan. Pesan yang disampaikan dengan media audio visual a-kan memberikan pengalaman langsung yang bermakna dan berkesan pada siswa. Pembelajaran dengan menggunakan media audio visual pada siswa SD, akan membantu siswa untuk belajar lebih banyak, daripada siswa yang hanya belajar dengan rangsangan pandang saja atau hanya belajar dengan rangsangan dengar saja karena siswa SD masih dalam usia operasional konkret, sehingga siswa menggunakan pancainderanya untuk memahami pesan yang disalurkan.

Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran IPA melalui model inkuiri terbimbing berbantuan media audio visual di kelas V SDN 111/IX Desa Muhajirin , peneliti menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Melalui model inkuiri terbibimbing berbantuan media audio visual pada pembelajaran IPA di kelas V SDN 111/IX Desa Muhajirin dapat meningkatkan keterampilan guru.
  2. Melalui model inkuiri terbimbing berbantuan media audio visual pada pembelajaran IPA di kelas V SDN 111/IX Desa Muhajirin dapat meningkatkan aktivitas peserta didik.
  3. Melalui model inkuiri terbimbing berbantuan media audio visual pada pembelajaran IPA di kelas V SDN 111/IX Desa Muhajirin dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar peserta didik pada ketiga siklusnya. Pada siklus I mendapatkan ketuntasan klasikal 56% dengan rata-rata nilai sebesar 62,56, pada siklus II perolehan rata-rata 71,61 dengan ketuntasan klasikal hasil belajar 78%, siklus III perolehan nilai rata-rata meningkat menjadi 78,22 dengan ketuntasan klasikal belajar pada siklus III ini yaitu 83%.

Penggunaan Model Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Audio Visual dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA pada Peserta Didik Kelas V SDN 111/IX Desa Muhajirin. Jurnal Ilmiah Dikdaya (Halimah, H. 2020).

Selain itu Media diorama 3 dimensi juga merupakan media yang kongkret dan memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam mempelajari ekosistem. Hal ini sesuai dengan landasan teori penggunaan media yaitu kerucut pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience). berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale tersebut dijelaskan bahwa media yang paling baik adalah melalui pengalaman langsung. Media diorama 3 dimensi memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui pengamatan pada diorama ini. Siswa juga aktif dalam pembelajaran dengan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang ada pada diorama kemudian menyimpulkannya. Media diorama 3 dimensi berbentuk kongkret, sehigga memudahkan siswa dalam belajar, hal ini sesuai dengan teori perkembangan kognitif menurut Piaget, yang menyatakan bahwa anak usia SD berada pada tahap operasional kongkret yang tipe belajarnya menggunakan benda kongkret.

Pembelajaran IPA dengan menggunakan media diorama 3 dimensi juga mengandung empat hakikat IPA. Menurut Carin and Sund (1993) dalam Wisudawati (2015:24) hakikat IPA ada empat yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai sikap, IPA sebagai produk, dan IPA sebagai aplikasi. IPA sebagai sikap dalam penelitian ini diwujudkan dalam sikap ilmiah yang dimiliki siswa seperti sikap ingin tahu, teliti, disiplin dan tidak putus asa. Sikap-sikap ini timbul saat siswa mendapat produk IPA melalui proses mengamati dan mengobservasi media diorama ini.IPA sabagai proses dalam penelitian ini adalah dengan siswa memperoleh pengetahuan IPA tentang ekosistem yaitu dengan cara mengamati dan mengobservasi dan yang ada pada media diorama 3 dimensi ini.

Media Visual juga memiliki peranan dalam memilih media pembelajaan. Pasalnya menurut Rose &Nicholl (2002:94) dengan mengidentifikasi kekuatan visual, auditori, dan kinestetik siswa mampu memainkan berbagai strategi yang menjadikan pemerolehan informasi lebih mudah daripada sebelumnya. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Robert Ornstein (Rose & Nicholl 2002:136-137) menunjukan bahwa proses berpikir adalah kombinasi kompleks kata, gambar, skenario, warna, bahkan suara dan musik. Dengan demikian proses menyajikan dan menangkap isi pelajaran dalam peta-peta konsep mendekati operasi alamiah dalam berpikir. Selanjutnya dikatakan bahwa pencatatan secara visual berlangsung sepanjang sejarah manusia, dimana kebanyakan anak-anak membuat sketsa dan melukis saat hendak menyajikan gagasan gagasan baru.

Berikut adalah sedikit informasi mengenai Teori Pengalaman (cone of experience) Edgar Dale yang bisa dijadikan sumber dalam pemilihan media pembelajaran bagi Bapak/ibu Guru semua.

Semoga Bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun