Mohon tunggu...
Intan Oktaviarni
Intan Oktaviarni Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS

MAHASISWA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Back To You

28 Februari 2021   19:32 Diperbarui: 28 Februari 2021   19:51 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Senyuman itu tidak pernah luntur dari wajahnya. Bukan karena bel pulang yang sedari tadi ditunggu akhirnya berbunyi, melainkan karena Azka akan menjemputnya setelah seminggu tidak bertemu akibat kesibukan mereka masing-masing.

"Cie yang dijemput pacar." goda Sera sambil menyikut pelan lengan Nara. "Apaan sih?" balas Nara malu-malu. Setelah selesai memasukkan semua buku kedalam tas, mereka pun keluar kelas dengan Sera yang masih saja menggoda Nara. Sesampainya didepan gerbang Sera pamit karena sudah dijemput oleh ayahnya. Nara berjalan ke halte yang tak jauh dari SMA Pancasila. Sudah setengah jam Nara menunggu, tetapi Azka masih belum menampakkan batang hidungnya.

"Kemana sih?" gumamnya sambil melihat jam tangannya. Nara mengambil ponselnya, dia akan menghubungi Azka. Tapi sudah panggilan yang ketiga Azka tak kunjung mengangkat panggilannya. Sekolah sudah semakin sepi, kalau tahu seperti ini lebih baik Nara pulang naik angkot dari pada menunggu Azka yang tidak ada kejelasan. Nara mencoba menghubungi Azka sekali lagi dan akhirnya diangkat.

"Halo?"

"Kamu dimana? Aku udah jamuran nunggu kamu." Nara mengerucutkan bibirnya, ditambah lagi mendengar Azka menertawakanya diseberang sana.

"Kok ketawa sih?" rengut Nara.

"Iya iya, maaf."

"Kamu dimana?" tanya Nara sekali lagi.

"Deket sekolah kamu pokoknya." Nara mendengus malas.

"Hahaha,, ya udah sini. Mau pulang apa enggak?"

"Ha?" Nara mengedarkan pandangannya, tak jauh dari tempatnya saat ini Azka melambaikan tangannya. Langsung saja Nara menghampiri pacarnya itu.

"Kok udah disini?" tanya Nara bingung.

"Terus kamu maunya aku dimana?"

"Di pelaminan bareng aku." Jawab Nara, pipinya kembali merona. Astaga, padahal niatnya dia ingin ngegombalin Azka tapi kenapa jadi dia yang salah tingkah? "Udah bisa ngegombal ya sekarang." Kata Azka gemas sambil mencubit pipi chubby Nara yang langsung dihadiahi pukulan dilengannya.

"Sakit, tau!" Azka tertawa kecil lalu mengandeng tangan Nara dan menuntunnya masuk kedalam mobil. Sederhana memang, tapi hal kecil seperti itu mampu membuat hati Nara menghangat. Jemari kecilnya sangat pas dalam genggaman Azka. "Ini tadi aku beliin kamu cheese burger." Nara mengambil cheese burger itu dengan mata berbinar dan langsung memakannya dengan lahap. "Laper banget ya?" tanya Azka sambil membersihkan noda saos disudut bibir Nara. Nara mengangguk sebagai jawaban.

"Langsung pulang atau gimana?" tanya Azka sambil memandang Nara sebentar lalu kembali fokus ke jalanan. "Pulang aja, capek." Jawab Nara sambil memasukkan sampah bekas makannya kedalam plastik. Azka mengangguk sebagai jawaban. Sepanjang perjalan mereka gunakan untuk saling bertukar cerita tentang apa saja yang mereka lakukan selama satu minggu ini. Mulai dari aksi konyol teman sekelas mereka, guru yang semakin hari semakin killer atau tentang PR yang kian banyak. Sesampainya dirumah Nara, Azka langsung pamit pulang. Nara pun tidak masalah dengan itu, lagi pula ia sudah ingin cepat cepat bertemu dengan tempat tidurnya yang empuk, kalau ada Azka pasti akan lama dan ia tidak jadi istirahat.

Hari Minggu adalah surganya dunia bagi Nara, karena hanya dihari itu dia bisa bebas melakukan apapun. Bangun siang, mandi hanya sekali, menonton televisi seharian, makan sebanyak-banyaknya. Saat sedang asik menonton acara kartun berbentuk kotak berwarna kuning tiba-tiba ponselnya berbunyi, ternyata pesan dari David.

David : Lo sibuk kagak?

Nara mengerutkan keningnya saat membaca pesan dari David. Sekadar info saja, David ini di sekolah orangnya sangat dingin dan tukang maksa. Wajar saja kalau Nara heran, biasanya dia to the point dan tidak terima penolakan. Dan sekarang dia bertanya Nara sibuk atau tidak.

Kanara : Kagak, kenapa?

David : Mau temenin gue nyari hadiah kagak?

Kanara : Siapa yang ultah?

David : Bukan buat hadiah ulang tahun.

Kanara : Lah? Terus buat apa dong?

David : Gak usah banyak nanya. Mau apa enggak?

Nara mendengus sebal melihat balasan dari David. Ya, David tetaplah David. Satu-satunya orang didunia ini yang butuh bantuan tapi songong yang pernah Nara temui adalah David. Tiba-tiba ide gila muncul di kepala Nara.

Kanara : Gue sih mau-mau aja. Tapi ada syaratnya.

David : Apa? Lo mau minta gue traktir, kan?

Nara terkejut dengan tebakan David yang benar 100%. "Cenayang nih orang." Gumam Nara. Segera Nara mengirimkan balasan ke David.

Kanara : Hehehe,, kok lo tau sih?

David : Ketebak orang kayak lo mah, gak mau rugi.

"Asem nih anak." Maki Nara. "Tapi bener juga sih dia." Tambahnya sambil cekikikan. Ah ya, satu lagi yang terlupa David itu memang anak yang kalem tidak banyak omong. Tapi sekalinya David ngomong pasti langsung nusuk ke hati. Contohnya seperti pesan yang dia kirim tadi, ini masih mending hanya pesan belum ngomong langsung. Dan memang Nara orangnya yang tidak terlalu diambil hati alias masa bodo, jadi tidak masalah.

Kanara : Iya lo mah emang selalu bener.

Kanara : Jam berapa perginya?

David : Sekarang. 10 menit lagi gue nyampe.

"WHAT! Gila nih anak, kagak bilang dari tadi." Nara lompat turun dari sofa dan langsung berlari ke kamarnya untuk mandi dan bersiap-siap. David memang penuh kejutan. Tak lama Nara berpamitan kepada bundanya karena David sudah menunggu didepan rumah. Dan dia benar-benar sampai ke rumah Nara dalam waktu 10 menit, padahal Nara masih sabunan.

"Lama banget, sih." Sembur David saat Nara baru saja memasuki mobilnya. "Kayak kagak tau cewek aja." Balas Nara santai. David pun menjalankan mobilnya. Suasana mobil hening, tidak ada percakapan diantara mereka. Walaupun satu sekolah bahkan sekelas, Nara dan David tidak terlalu dekat. Hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai disalah satu mall yang dituju oleh David. Setelah memarkirkan mobil, mereka langsung saja memasuki mall tersebut.

"Lo mau beli kado buat siapa sih?" tanya Nara saat mereka memasuki salah satu butik yang ada di mall tersebut. "Seseorang." Jawabnya singkat, membuat Nara gemas sendiri. "Cewek? Siapa? Nyokap? Pacar? Sepupu? TTM-an? Sahabat? Atau siapa?" tanya Nara lagi memastikan. Tapi yang ditanya hanya diam sambil melihat-lihat pakaian khusus remaja zaman kini. "David ih..." Nara mencubit lengan David kuat, ralat sangat kuat hingga membuat David meringis.

"Sakit, gila!" ucap David sambil mengusap lengannya. "Lo yang gila! Lo mau gue bantuin gak sih? Gue tanyain dari tadi kagak dijawab. Mending gue pulang tau gak lo?!" Nara melangkah keluar butik tersebut dengan kaki yang dihentakkan, seperti anak kecil yang sedang merajuk pada ibunya. Melihat Nara pergi pun David akhirnya menyusul dan mencekal tangan Nara hingga membuat gadis itu berhenti.

"Mau kemana?" itu adalah pertanyaan terbodoh yang pernah Nara dengar dari seorang David Dirgantara. "Gue mau pulang, capek nemenin cowok es kayak lo nyari kado tapi enggak mau ngasih tau kadonya buat siapa. Kalau gitu kenapa minta bantuan sama gue?" ucap Nara kesal, tanpa sadar David tersenyum tipis. Entah mengapa ia merasa ada yang aneh saat melihat wajah kesal Nara, gadis itu terlihat lebih..... manis?

"Oke, oke. Gue minta maaf, gue Cuma lagi mikir aja apa hadiah yang pas buat dia." Jawab David sambil melepas cekalan tangannya. "Buat siapa?" tanya Nara yang entah sudah keberapa kalinya. Dan kali ini mencoba untuk lebih sabar. "Cewek yang gue suka." Jawab David yang suaranya semakin lama semakin mengecil. Melihat David yang malu-malu seperti itu membuat Nara menahan tawanya. "Ciri-cirinya gimana?" tanya Nara. Akhirnya setelah David menyebutkan bagaimana ciri-ciri gadis yang disukainya mereka pergi kesebuah toko buku yang ada di mall tersebut. Nara menyarankan David untuk membeli novel jika kalian ingin tahu.

Setelah selesai mereka mencari makan, dan pilihan mereka jatuh pada salah satu restoran korea. Restoran tersebut didesign dengan sangat cantik dan apik dengan nuansa korea yang membuat siapa saja nyaman berada disana dan yang paling penting instagramable. Mereka sampai dirumah Nara pukul 19.00, David langsung pamit pulang karena sudah malam katanya. Saat memasuki pagar rumahnya, Nara melihat sebuah mobil yang sangat Nara hapal siapa pemiliknya.

"Kamu dari mana aja? Azka udah nunggu dari tadi. Ponselnya kok gak aktif?" Tanya bundanya saat Nara baru saja memasuk rumah. "Kan aku udah bilang kalau aku nemenin temen nyari kado, bun. Ponsel aku mati, lowbat." Nara berjalan menghampiri Azka yang duduk di sofa ruang keluarga sambil menonton tv, sedangkan bundanya pergi ke dapur.

"Kamu udah lama?" tanya Nara sambil duduk disamping Azka. "Kamu dari mana?" tanya Azka dingin. Nara mengerutkan keningnya bingung, Azka seperti.... menahan marah? "Nemenin temen nyari kado." Jawab Nara jujur. " Jangan bohong sama aku." Geram Azka. Nara semakin tidak mengerti maksud Azka. Kenapa bisa-bisanya Azka menuduh dirinya berbohong?

"Aku ga---"

"Terus ini apa?!" bentak Azka sambil membanting ponselnya ke meja didepan mereka. Nara melihat ada seseorang yang mengirimkan Azka fotonya dengan David, mulai dari saat mereka keluar dari mobil, masuk kedalam butik, toko buku, dan restoran. Nomor tak dikenal. "Aku bisa jelasin." Nara menatap lembut ke arah Azka yang tengah menatapnya tajam. Tak ada lagi kelembutan disana. Azka-nya sudah hilang. "Aku pulang." Hanya dua kata itu yang diucapkan Azka malam itu lalu pergi setelah mengambil ponselnya diatas meja, tanpa menoleh ke arah Nara sedikit pun. Bahkan Azka belum mendengarkan penjelasannya. Hinga dua bulan sejak kejadian itu Azka tidak ada menghubunginya, dan saat Nara mengubunginya selalu tidak aktif. Begitu bencikah Azka padanya? Hanya untuk mengangkat telponnya pun Azka tak sudi? Bahkan Nara tidak tahu apa status mereka saat ini, masih sepasang kekasih atau sudah menjadi orang asing?

"Na." Nara tersentak saat merasakan usapan pelan dipundaknya. Nara menoleh melihat Sera yang tengah menatapnya prihatin, bahkan selama dua bulan ini Nara tidak bisa fokus dalam melakukan segala hal. Semua itu karena Azka selalu ada dipikirannya.

"Kenapa, Ra?" Sera duduk disamping Nara, lalu memeluknya. "Kalau lo mau nangis, nangis aja." Kata Sera sambil mengelus punggul Nara. Nara menggeleng, "Gue udah capek. Kalau ini yang dia mau, gue bisa apa? Lagian ini salah gue juga, gue pergi gak bilang-bilang sama dia." Jawab Nara tenang, tapi Sera tahu bahwa jauh dalam lubuk hati Nara, gadis itu hancur sehancur-hancurnya. Padahal waktu itu Nara menemani David mencari kado untuk dirinya. Ya, orang yang disukai David adalah Sera, gadis yang sangat menyukai semua hal tentang sastra. Keesokan harinya David langsung menyatakan perasaannya kepada Sera yang sudah pasti diterima oleh gadis itu. Tapi Sera juga bingung, karena disaat dirinya sedang berbahagia sementara disisi lain sahabatnya sedang dilanda masalah.

"Maafin gue ya, Na." Nara tersenyum tulus sambil melepas pelukan mereka. "Ini bukan salah lo kok. Mungkin dia emang bukan jodoh gue." Sera menggenggam tangan Nara, "Semoga lo dapet cowok yang lebih baik dari Azka." Nara mengangguk setuju, "Kayak David misalnya?" goda Nara yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Sera. "Bercanda." Lalu mereka tertawa bersama.

Pagi ini hujan, biasanya saat hujan Azka akan datang lalu membawakannya bakso atau martabak red valvet kesukaanya. Tapi kini tidak lagi, semua sudah berubah. Dulu Nara pikir jika mereka putus mereka akan tetap menjadi sahabat karena awal mula hubungan mereka adalah sahabat. Ternyata tidak, semuanya hancur. Asmaranya, persahabatannya, semuanya hancur tak bersisa. Kini tak ada lagi yang bisa Nara lakukan selain berdiam diri didalam kamar sambil memandangi derasnya hujan. Dia merindukan Azka-nya.

Sorenya, setelah hujan reda Nara memutuskan untuk pergi ke taman tempat biasa ia bertemu dengan Azka. Ah, Nara masih belum bisa melupakan sosok itu. Sedang apa dia sekarang? Apakah Azka sudah mendapat penggantinya? Nara duduk disalah satu bangku taman, tak sengaja matanya menangkap sesosok yang sangat ia kenal. Sosok yang selama dua bulan ini menghantui pikirannya. Azka. Laki-laki itu ada didepannya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, langsung saja Nara menghampiri sosok tersebut.

"Azka." Orang yang dipanggilnya Azka itu menoleh dan melihat Nara dengan tatapan bingung, sementara Nara tersenyum lega. Azka-nya ada disini. Azka tidak meninggalkannya. Secara tiba-tiba Nara memeluk Azka. Azka yang terkejut pun berusaha melepaskan pelukan Nara. "Kamu siapa?" tanyanya yang membuat tubuh Nara menegang. Sebenci itukah Azka padanya sehingga pura-pura tidak mengenalnya? Nara kembali tersenyum, kali ini hanya senyuman tipis. "Ini aku, Nara. Pacar kamu." Azka tampak kebingungan, lalu mundur beberapa langkah. "Sorry, kayaknya kamu salah orang."

Lalu Azka pergi begitu saja. Meninggalkan Nara yang masih mematung ditempat. Nara memasuki rumahnya dengan langkah gontai. "Kamu kenapa?" tanya bunda saat melihat anaknya yang seperti kehilangan gairah untuk hidup. Nara hanya menggeleng sebagai jawaban lalu naik ke lantai dua dimana kamarnya berada. Setelah kejadian itu, Nara selalu datang ke taman dengan harapan akan bertemu Azka, tapi nyatanya nihil, Azka tidak datang.

Karena merasa bosan hanya dirumah saja saat hari Minggu, Nara meminta izin kepada bundanya untuk pergi ke mall. Saat sedang berkeliling, Nara melihat sosok wanita yang selama ini dia kenal sebagai mamanya Azka. Nara menghampiri wanita tersebut dan menyapanya. Sangat terlihat jelas bahwa wanita itu terkejut saat melihat Nara. "Kamu sama siapa?" tanya wanita itu membuka obrolan. Mereka kini ada disalah satu restoran ayam yang ada di mall tersebut. "Sendiri. Tante?" tanya Nara balik. "Sendiri juga." Nara mengangguk sebagai jawaban, lalu hening. Ini sangat jarang terjadi, biasanya saat mereka bertemu pasti banyak yang akan mereka bahas, tapi kini? Mereka bagai orang asing.

"Tante, aku boleh ngomong sesuatu?" tanya Nara memecah keheningan. Amanda mengangguk sebagai jawaban. "Dua minggu yang lalu aku ketemu Azka di taman." Melihat Amanda hanya diam, Nara melanjutkan ceritanya. "Tapi aku ngerasa.... dia bukan Azka. Dia bahkan gak kenal sama aku. Aku gak tau kenapa dia kayak gitu sama aku, iya memang aku salah waktu itu karena gak izin sama dia buat pergi sama David. Tapi aku berani sumpah tan, aku sama David cuma teman bahkan sekarang dia udah jadian sama sahabat aku. Kemarin bahkan aku belum jelasin apa-apa dia udah pergi gitu aja. Aku udah coba hubungi dia tapi selalu gak aktif, dan puncaknya saat kemarin aku ketemu dia," ada jeda sebentar. "dia pura-pura gak kenal aku. Apa sesalah itu aku di mata Azka, tan?" tanpa sadar Nara meneteskan air mata. Amanda menghela napas panjang.

"Azka gak pura-pura lupa sama kamu." Nara mengerutkan keningnya tak mengerti. "Azka amnesia." Tubuh Nara menegang. "Amnesia?" Amanda mengangguk. "Saat pulang dari rumah kamu waktu itu, Azka kecelakaan. Kepalanya terbentur stir dan mengeluarkan banyak darah. Bahkan Azka koma selama beberapa hari." Nara hanya diam membisu, tak tau harus berkata apa lagi. "Dan saat dia sadar dia gak kenal siapa tante, om, dan dia gak tau siapa dirinya. Dokter bilang Azka mengalami amnesia karena benturan keras di kepalanya."

"Kenapa tante gak ngabarin aku?" tanya Nara yang air matanya sudah mengalir deras.

"Sebelum kecelakaan Azka sempat ngirim pesan ke tante kalau kalian bertengkar, jadi tante pikir---"

"Aku gak bakalan peduli sama Azka?" potong Nara tak terima. "Aku tau Azka marah sama aku, tapi bukan berarti aku bakalan diam aja waktu tau dia kecelakaan. Tante gak taukan selama dua bulan ini mikir yang enggak-enggak tentang Azka. Aku pikir dia benci sama aku. Harusnya aku ada disamping dia waktu itu, kasih dia semangat, ngerawat dia." Nara menunduk. "Aku memang pacar dan sahabat yang gak berguna." Mendengar itu Amanda pun mendekatkan duduknya dengan Nara dan memeluknya. "Kamu gak boleh ngomong gitu." Tangisan Nara semakin menjadi. Amanda mengajak Nara untuk pulang bersama setelah tangisan Nara mereda. Setelah sampai, Nara mengucapka terimakasih dan langsung keluar mobil. Tapi panggilan Amanda menghentikan pergerakannya.

"Kami akan pindah ke Bandung." Nara memejamkan matanya untuk menahan air mata yang kembali ingin keluar. Tidak cukupkah dengan Azka amnesia dan kini orang yang dicintainya itu akan pindah? Apakah Nara memang tidak ditakdirkan untuk seorang Azka Nareswara? "Azka butuh ketenangan untuk masa pemulihannya, siapa tau kalau dia pindah ke tempat eyang nya di Bandung ingatannya akan kembali." Tapi sampai kapan?! Jerit Nara dalam hati. "Besok siang kami akan berangkat." Sambung Amanda. Siang? Yang benar saja, saat itu dia masih sekolah. Nara langsung keluar mobil tanpa mengatakan apapun lagi, hatinya hancur, dadanya sesak seperti ada yang menghimpitnya. Sudah tidak ada lagi yang bisa ia pertahankan. Semuanya sudah selesai. Cukup sampai disini.

Sudah setahun semenjak kepindahan Azka ke Bandung. Tapi cintanya tak pernah hilang untuk sosok itu, bahkan tak berkurang sedikitpun. Nara menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya kembali. Sekarang ia sudah kelas XII, berarti ini tahun terakhir dirinya dan teman-teman seangkatannya berada di SMA Pancasila, mereka harus membuat kenangan yang indah sebelum nanti akhirnya memilih jalannya masing-masing. Tidak ada gunanya menangisi seseorang yang bahkan tak ingat siapa dirinya. Sera baru saja datang dan langsung mengambil duduk dibelakangnya bersama dengan David sehingga Nara harus duduk sendiri. Bel jam pertama berbunyi, karena ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang, kegiatan belajar mengajar ditiadakan. Tak lama masuk bu Shinta---wali kelas XII MIPA 1 bersama dengan seorang murid laki-laki. Semua murid berhamburan ketempat duduknya masing-masing, mereka pikir bu Shinta tidak akan masuk.

"Jangan biasakan duduk diatas meja. Kalian udah kelas XII, bukannya ngasih contoh yang baik malah ngasih contoh yang buruk." Omel bu Shinta. Semua murid menunduk, tidak ada yang berani menatap kedepan. Bu Shinta memang dikenal sebagai guru yang sangat tegas dan taat aturan.

"Omong-omong, kalian dapat teman baru. Dia pindahan dari Bandung." Mendengar kata Bandung membuat pergerakan Nara yang sedang sibuk mencoret-coret buku bagian belakang terhenti.

"Tenang, Na. Yang tinggal di Bandung bukan dia aja." Gumam Nara meyakinkan dirinya bahwa anak baru itu bukan Azka. "Silahkan perkenalkan diri kamu." Kata bu Shinta pada anak itu.

"Perkenalkan, nama saya Azka Nareswara. Pindahan dari Bandung. Semoga kita bisa berteman baik." Tubuh Nara mematung. Nara langsung melihat ke depan kelas, dimana murid yang memperkenalkan dirinya sebagai Azka berdiri. Tatapannya terkunci pada bola mata coklat milik anak laki-laki itu. Itu Azka, benar-benar Azka-nya. Tapi mengapa dia bisa ada di Jakarta? Setelah perkenalan diri, bu Shinta menyuruh Azka untuk duduk dibangku yang kosong dan pasti itu adalah bangku disamping Nara. Azka berjalan dengan santai ke ara Nara dan duduk disamping. Nara yang masih belum sadar sepenuhnya hanya diam saja. Menoleh ke arah Azka dan mengerjapkan matanya berulang kali, mungkin saja saat ini dia sedang berkhayal. Azka yang melihat tingkah menggemaskan Nara hanya tertawa kecil sambil mencubit pipi chubby Nara. Sontak membuat Nara terkejut sekaligus senang, bahkan hanya dengan Azka menyubit pelan pipinya Nara bisa merasakan getaran itu. Getaran yang hanya ia rasakan saat bersama Azka.

Tanpa mereka sadari bahwa dikelas itu hanya ada mereka berdua. Setelah sepeninggal bu Shinta, semua murid berbondong-bondong keluar. Sera yang duduk dibelakang mereka berdua pun memilih mengajak David untuk keluar agar tidak mengganggu Azka dan Nara. Mereka butuh privasi. Setelah lama mereka saling menatap Nara berdiri, hendak pergi. Namun tangannya ditahan oleh Azka dan menuntun Nara untuk kembali duduk menghadap dirinya.

"Ini aku Azka, pacar kamu." Ucap Azka lembut. "Aku kembali dan kali ini aku gak akan ngelakuin hal bodoh lagi seperti waktu itu. Apapun masalahnya, semuanya harus dibicarakan baik-baik. Seperti kata kamu dulu, iya kan? Aku minta maaf karena ninggalin kamu gitu aja tanpa mau dengarin penjelasan kamu." Azka menggenggam tangan Nara. "Ingatan aku udah kembali dan mama udah bilang sama aku semua yang kamu ceritain ke mama sehari sebelum aku pindah. Maaf karena waktu ditaman aku malah ninggalin kamu gitu aja. Aku bingung tiba-tiba aja kamu datang trus meluk aku. Kamu kenal sama aku, tapi aku gak ingat apapun tentang kamu. Jadi aku pergi, aku minta maaf." Ucap Azka lirih.

Ia bisa melihat penyesalan dikedua bola mata itu. Nara pun tersenyum dan mengangguk. Karena ini semua terjadi bukan keinginan Azka ataupun keinginannya. Ini adalah ujian untuk mereka karena cinta memiliki jalannya masing-masing untuk pulang, dan Azka sudah kembali kerumahnya setelah melewati berbagai rintangan. Mulai dari kesalapahaman yang tak beralasan, kecelakaan yang membuatnya amnesia hingga harus pindah ke Bandung. Dan kini, tepat setahun setelah kepergiannya, ia kembali bersatu dengan cintanya. Dengan gadis yang masih menjaga cintanya. Gadis yang ia sukai sejak umur 10 tahun, yang dulu ia pikir hanya suka-sukaan anak kecil hingga akhirnya dia mengerti, bahwa seorang Azka Nareswara bukan apa-apa tanpa Kanara Shalitta.

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun