Mohon tunggu...
Intan Hera Kusuma
Intan Hera Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

An International Relations student from Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diplomasi Budaya Indonesia melalui Pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda

23 Mei 2022   13:00 Diperbarui: 23 Mei 2022   23:12 1808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diplomasi bukanlah hal yang baru bagi mereka yang bergelut dalam dunia politik dan mendalami politik internasional. Namun, bagi masyarakat umum mungkin belum begitu memahami bagaimana diplomasi itu bekerja. Diplomasi juga tidak hanya dilakukan dengan konteks pembahasan high politics (isu militer dan keamanan) saja, namun dalam politik kontemporer, berbagai macam unsur yang memiliki nilai dan mendukung keberlangsungan serta terwujudnya kepentingan suatu negara dapat dijadikan sarana diplomasi. Dalam artikel ini akan menjelaskan tentang apa itu diplomasi budaya, keistimewaan Pantun, upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia, dan penutup.

Diplomasi merupakan suatu langkah atau cara yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional dengan cara damai, tanpa menunjukkan kekuatan fisik ataupun ekonomi, politik, dan militer sebagai media dalam bernegosiasi. Diplomasi adalah contoh penerapan dari soft power, yaitu dengan menggunakan unsur budaya atau nilai untuk menarik perhatian ataupun simpati dari masyarakat mancanegara dan stakeholder negara lain. Diplomasi sendiri memiliki beragam jenis tergantung pada kepentingan dan objektifitas negara itu sendiri. Salah satu diplomasi yang diterapkan Indonesia adalah diplomasi budaya, karena budaya bersifat komunikatif dan mudah diterima oleh semua orang dengan latar belakang yang berbeda. Dalam buku karya Tulus Warsito dan Wahyuni, menyebutkan bahwa diplomasi kebudayaan menjadi usaha memperjuangkan kepentingan nasional melalui dimensi budaya seperti kesenian dan olahraga hingga propaganda, atau dapat dikatakan bukan melalui politik, ekonomi, ataupun militer. Diplomasi budaya dapat dilakukan dalam keadaan dan situasi damai, krisis, konflik, bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Aktor yang terlibat dalam menjalankan diplomasi budaya tidak hanya dari pemerintah saja, melainkan swasta, individu dan kolaborasi diantaranya. 

Penerapan diplomasi budaya Indonesia telah dilakukan melalui berbagai jenis budaya yang ada di Indonesia. Pada topik kali ini, Indonesia menggunakan media Pantun sebagai sarananya. Pantun terkenal dan berkembang di daerah Betawi dan biasa digunakan untuk upacara pernikahan yang disebut Palang Pintu. Pantun dalam bahasa Melayu disebut kuantren yang artinya sajak berbaris empat dengan rima a-b-a-b.  Seperti yang diektahui, Pantun memiliki ciri khusus yang tidak bisa sembarangan diubah karna dapat mengurangi atau menghilangkan esensi dan ciri khas dari pantun. Pantun umumnya memiliki ciri terdiri dari empat baris, dimana baris pertama dan kedua berupa sampiran, baris ketiga dan keempat adalah isi pesan yang ingin disampaikan. Panjang pendek penyusunan pantun juga tidak sembarangan, aturan dari pantun terdiri dari 8 hingga 12 suku kata perbarisnya. Pantun pada zaman dahulu diterapkan secara lisan dengan memasukkan unsur-unsur alam, tetapi seiring perkembangan zaman pantun juga diterapkan dalam bentuk tulisan. Perkembangan Pantun pun hingga saat ini mulai sering digunakan sebagai media untuk menyampaikan sendau gurau atau lelucon, seperti yang ditayangkan dalam acara televisi Indonesia. Menurut Harum Mat Piah dan Ding Choo Ming, seorang pakar sastra Melayu, Pantun diperkirakan telah ada sejak 1500 tahun lalu yang digunakan untuk ritual magis dan telah memasuki lingkup sosial masyarakat saat ini. Pantun merupakan sarana komunikasi suku Melayu yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. 

Alasan mengapa Pantun dijadikan suatu media untuk diplomasi budaya Indonesia adalah karena nilai yang terkandung dalam Pantun tersebut. Pantun menunjukkan nilai moral, agama, luhur, dan sosial  yang dianut masyarakat. Pantun memancarkan ide dan gagasan masyarakat dalam memandang kehidupan, budaya, dan lingkungan dari masyarakat Melayu. Dalam jurnal yang ditulis oleh Cho Min Sung dan Mat Zaid, gagasan yang dimaksudkan dalam pantun sarat akan makna dan serius namun dalam penyampaikan dibuat dengan lebih santai dan penuh kiasan. Hal ini memberikan gambaran bahwa masyarakat Melayu sangat hati-hati dalam berbicara. Pantung mengingatkna manusia untuk selalu menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dan Tuhan, maupun menusia dengan alam.

Melalui keunikan unsur budaya dari pantun, pemerintah Indonesia berinisiatif untuk mendaftarkan Pantun sebagai warisan budaya tak benda Indonesia ke UNESCO pada tahun 2017 bersamaan dengan Pencak Silat. Upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia untuk mewujudkan Pantun sebagai warisan budaya tak benda Indonesia adalah dengan melakukan kerja sama dengan Malaysia. Alasanya adalah karena Pantun digunakan oleh suku Melayu yang mana tidak hanya tersebar di Indonesia saja, melainkan hingga ke Asia Tenggara, seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, Malaysia juga termasuk di dalamnya. Sehingga, Indonesia memutuskan untuk mengajukan Pantun ke UNESCO melalui Multinational Nomination. Strategi ni juga dilandasi alasan untuk memudahkan Pantun lolos dalam seleksi. UNESCO memiliki sistem seleksi dan pemilihan yang cukup berbeda terhadap pengajuan suatu budaya. Pengajuan suatu budaya dari satu negara, hanya dapat dilakukan sekali dalam dua tahun. Namun, jika melalui Multinational Nomination, kesempatan yang diberikan adalah sekali dalam setahun. Maka dapat dikatakan keputusan yang dilakukan Indonesia utuk bekerja sama dengan Malaysia dapat dikatakan tepat. 

Setelah menunggu cukup lama dengan berbagai hambatan yang harus dihadapi karena kurangnya kelengkapan data dan dukungan suara dari berbagai kalangan. Akhirnya pada Desember 2020, Pantun ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada sesi Intergorvemental Committe for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO, Paris. UNESCO menilai bahwa Pantun bukanlah hanya sebuah alat atau media komunikasi bangsa Melayu saja, melainkan juga kaya akan nilai-nilai budaya dan moral agama yang berofokus pada hubungan keseimbangan antar manusia. Dengan keberhasilan ini, mununjukkan bahwa upaya Diplomasi Budaya Indonesia berhasil dilaksanakan. Selain menghasilkan kerja sama berkelanjutan dengan Malaysia, juga memberikan pengenalan kepada dunia bahwa Pantun adalah budaya lisan unik yang dimiliki oleh Indonesia. Hal ini memberikan kembali gambaran kepada dunia bahwa Indonesia merupakan negara yang ramah budaya, kaya akan budaya, dan sangat menjunjung tinggi kelestarian dari warisan nenek moyang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun