Memberikan stigma negatif pada perokok perempuan, terutama mereka yang berasal dari kelompok yang sudah tertindas (misalnya transpuan, etnis minoritas, kelompok miskin) justru membuat mereka semakin termarginalisasi dan meningkatkan konsumsi rokoknya.
Hal tersebut berpotensi memperparah ketimpangan perilaku merokok dan sosial-ekonomi di masyarakat. Aktivitas merokok bukan simbol valid dari progresivitas perempuan.
Jika gerakan feminisme di Indonesia bercita-cita untuk mencapai kesetaraan gender, maka mereka perlu melawan segala bentuk penindasan pada perempuan. Perempuan harus dibantu untuk keluar dari kemiskinan, dan didorong untuk memiliki kontrol pada tubuh serta hidupnya sendiri. Tentu saja rokok bukanlah jalan mencapai cita-cita tersebut.
Oleh karena itu, gerakan feminisme juga perlu memasukkan agenda pengendalian tembakau dalam perjuangan kesetaraan gender dengan cara bersinergi dengan para pegiat advokasi perbaikan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
Bukan hanya kelompok feminis, kita pun bisa mendorong kesetaraan gender melalui pengendalian tembakau yang kuat.
Tulisan ini referensi dari artikel berjudul Mengapa rokok menghambat tercapainya kesetaraan gender di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H