"Ibu, putra saya menderita gangguan mental, meski IQ tinggi yakni 122. Â Diagnosa anak adalah CD (conduct disorder). Â Saya takut ia berpotensi diadukan tetangga yang binatang kesayangannya dipukuli anak saya", demikian antara lain curhat seorang Ibu kepada saya sebagai ketua komunitas disabilitas.
Disabilitas mental dan intelektual berpotensi menjadi terlapor kasus kriminal yang diadukan pihak ketiga yang merasa dirugikan. Â Tindakan anti sosial yang dilakukan misal: mengamuk memecahkan perabot rumah, mencelakai orang sekitar, merusak rumah dan fasilitas umum, percobaan membakar rumah keluarga, percobaan membuka gas dalam ruang tertutup di ruang keluarga, membanting anak kucing, bahkan meremas anak hewan peliharaan tetangga hingga pingsan lantas mati. Â Lantas apakah ada pasal "pemaaf" atau "pembenar" atau penghapus pidana bagi kondisi disabilitas di atas bila "kumat" atau tantrum?. Â
Hukum di Indonesia hingga hari ini masih berlaku KUHP lama yang memiliki pasal "pemaaf" yakni Pasal 44 KUHP Lama, namun  pasal tersebut tidak berlaku lagi di 2026 atau 3 tahun sejak diundangkannya KUHP baru sebagai gantinya UU Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 38 dan 39.Â
DEFINISI DISABILITAS MENTAL DAN INTELEKTUAL
Menurut Penjelasan UU no. 8 tahun 2016 Pasal 4 yang dimaksud disabilitas dengan mental dan intelektual adalah:
- Huruf b: "Penyandang Disabilitas Intelektual" adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome.
- Â Huruf c: "Penyandang Disabilitas Mental" adalah terganggunya fungsi pikir, emosi dan perilaku, antara lain:
- psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas dan gangguan kepribadian.
- disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.
TIDAK CAKAP SEBAGAI UNSUR "PEMAAF"
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 dinyatakan dalam Pasal 32 yakni Penyandang Disabilitas dapat dinyatakan tidak cakap dengan penetapan Pengadilan Negeri.
Dua kata "tidak cakap" berarti tidak dapat bertanggung jawab dalam hukum, sebagai unsur penghapus pidana.Â
PASAL 44 KUHP LAMA
Pasal 44 menyatakan:
1. Perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan dan tidak dapat dipidana, karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau karena terganggu oleh sebab penyakit.
2. Jika sebab di atas (ayat 1), hakim akan memerintahkan dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama 1 tahun sebagai waktu percobaan.
3. Ketentuan ini berlaku di tingkat Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
PENGGANTI KUHP LAMA: UU NOMOR 1 TAHUN 2023
Pertanggungjawaban pidana atas disabilitas mental dan intelektual adalah Pasal 38 dan 39. Â Perundangan ini berlaku pada 2 Januari 2026 atau 3 tahun sesudah tanggal diundangkannya.
Pasal 38: setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dapat dikurangi pidananya dan/atau dikenai tindakan.
Pasal 39: setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.
Dalam penjelasan Pasal 38 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang definisi disabilitas mental sama dan liner dengan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2016.
Dalam Penjelasan Pasal 39 UU Nomor 1 Tahun 2023 disebutkan ihwal "tidak mampu bertanggung jawab" dari segi medis harus menghadirkan ahli untuk menilai pelaku tindak pidana disabilitas mental/intelektual tidak mampu bertanggung jawab atau tidak cakap dalam hukum.
PENETAPAN "TIDAK CAKAP" DARI PN
Bagaimana cara mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri?. Â
Dinyatakan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 33 bahwa dapat dimohonkan kepada Pengadilan Negeri sesuai domisili dengan menyampaikan bukti surat dari dokter, psikolog atau psikiater. Â Keluarga disabilitas dapat menunjuk seorang wali sebagai pengampu disabilitas yang bertanggung jawab untuk mewakili kepentingannya. Â
Penetapan Pengadilan Negeri seharusnya dibuat sebelum terjadi peristiwa hukum. Â Semua keluarga disabilitas mental dan intelektual sebaiknya segera memproses Penetapan Pengadilan Negeri, sebagai upaya "berjaga-jaga, sedia payung sebelum hujan".Â
PERAN KOMUNITASÂ
Orang tua atau wali disabilitas agar tergabung dalam komunitas disabilitas. Â Komunitas dapat menjadi perantara perpanjangan tangan Pemerintah untuk mendata disabilitas, memberikan bukti kedisabilitasan, menambah wawasan dan informasi tentang pembinaan dan perlindungan disabilitas. Â
PERAN PEMERINTAH
Saat ini Pemerintah melalui BPJS Kesehatan telah menyediakan fasilitas psikolog dan psikiater di banyak rumah sakit. Â Silakan dapat dimanfaatkan. Â
Kunci dari pembinaan disabilitas dengan gangguan mental dan intelektual adalah support system lingkungan, aktif dalam komunitas, kesabaran para wali asuh dan konsistensi konsultasi ke psikolog dan psikiater di rumah sakit agar perubahan perilaku ananda disabilitas penyandang mental dan intelektual dapat lebih positif. Â
ooo000ooo
Referensi:
- UU Nomor 8 Tahun 2016
- KUHP
- UU Nomor 1 Tahun 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI