Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melewati Deru Prahara (II)

7 Oktober 2022   06:00 Diperbarui: 9 Oktober 2022   06:43 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melewati deru prahara | sumber foto: pxhere

George menatapnya. Mata itu … ah, Febi merasa, air bening yang sejuk di kedua telaga itu telah berubah menjadi darah karena sebuah luka yang amat dalam.

“Febi,” George berbisik dengan suara bergetar. “Aku ingin memberikan kasih sayang yang tak berkesudahan kepadamu. Aku ingin terus melangkah bersamamu. Aku ingin membahagiakanmu, selalu, selamanya. Tetapi, kenapa aku harus dihadapkan pada kenyataan bahwa aku tak mampu melakukan semua itu?”

“Kau telah memberi aku sangat banyak kebahagiaan,” Febi berkata tulus, bukan sekadar menghibur George. “Kalau sekarang kita dihadapkan pada kenyataan ini, aku tahu, George, itu bukan salahmu, bukan kehendakmu.”

“Barangkali itu kehendak Tuhan,” George berkata perlahan, seolah ditujukan kepada dirinya sendiri.

“George, kau …” Febi terpana.

“Ya, barangkali Tuhan memang tidak menghendaki kita bersatu. Barangkali aku harus segera kembali ke negeriku.”

Oh, George … Febi merasa sekujur tubuhnya lemas tiba-tiba. Tuhan, jeritnya dalam hati. Ke mana perginya George yang ceria, yang selalu siap melindungiku, selalu siap menghiburku? Kenapa dia …

“Febi, cinta tidak mesti bersatu, bukan? Perpisahan memang selamanya pahit, tetapi kita akan mencoba menelan kepahitan itu kini, demi kebahagiaanmu di kemudian hari. Meski kita berjauhan, cinta kita tak pernah berkesudahan. Ya?”

Febi tak mampu menyahut. Ia pun tak kuasa mencegah ketika George melepaskan genggaman dan melangkah gontai meninggalkannya.

Padahal ia melihat awan hitam di langit, ia melihat benang-benang halus yang mulai turun. Ia tahu, rintik hujan akan segera membasahi tubuh cowok terkasih itu.

Bersambung ke:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun