Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Bangsa Ini Perlu Merawat Kebudayaannya dalam Kancah Globalisasi?

9 Februari 2024   11:30 Diperbarui: 14 Februari 2024   15:02 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyakit fisik itu bukan saja semata-mata karena faktor pola makan, gizi, dan kelainan fisik yang bisa dibuktikan secara medis, tetapi ada faktor di luar diri yang dipercaya menjadi penyebabnya.

Keyakinan budaya seperti itu telah membentuk pola pikir kita saat kita berbicara tentang suatu penyakit atau tentang keadaan pasien.

Pada tema pembicaraan seperti itu dari sudut pandang kita, ternyata orang Eropa tidak nyambung, sedangkan di mata orang Eropa kita ini salah sambung karena dianggap tidak rasional.

2. Budaya bisa menjadi basis sistematika berpikir

Sistematika berpikir tentu saja sangat ditentukan oleh faktor budaya di mana seseorang hidup. Sebagai orang Indonesia, tentu saja kita lahir dan besar dipengaruhi oleh budaya kita.

Bahkan bisa dikatakan budaya dan cara berpikir kita begitu menyatu. Kesadaran ini tumbuh ketika suatu waktu di tahun 2017 saya berkenalan dengan seorang Swiss yang sama-sama belajar bahasa Yunani saat itu.


Tampak sekali dalam pembicaraan kami, dia adalah orang yang sangat langsung dan lurus, apa saja yang ingin dikatakannya, dikatakannya secara langsung dan terus terang.

Bagi saya sebagai orang Indonesia, terdengar seperti teman saya itu tidak memiliki perasaan. Kadang saya terkejut, dia bisa mengkritik secara langsung dosen yang mengajar dengan sangat langsung, yang bagi orang Indonesia mustahil untuk mengatakan seperti itu.

Awalnya saya tidak mengerti mengapa pola pikir orang Swiss seperti itu. Nah, ketika saya berjalan-jalan ke Swiss dan saya melihat dan mengalami sendiri, ternyata cara berpikir orang Swiss itu seperti cara mereka membangun jalan raya.

Kebanyakan ditemukan di sana jalan lurus, gunung-gunung dibor jadi terowongan sehingga tetap lurus. Nah, kalau saya jujur dengan latar belakang saya sebagai orang Flores dan budaya orang Flores sangat jelas.

Jalan raya di Flores hanya sedikit yang lurus, kebanyakan berbelok-belok sampai pusing. Demikian juga cara bicara dan pola berpikir juga begitu, tidak bisa langsung ke pokok masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun