Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hadiah Pernikahan di Tengah Relung Krisis Respek

6 Februari 2023   05:19 Diperbarui: 6 Februari 2023   20:32 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hadiah pernikahan (Sumber gambar dari biz.kompas.com)

Generasi muda yang pola pikir mereka hanya terpaut pada kemeriahan konyol dan kosong. Ya, gimana gak? Datang tanpa diundang, tanpa rasa malu pula. Sudah seperti itu, isi amplop mereka cuma 2000 rupiah.

Mereka mungkin punya uang, tapi uang mereka itu disiapkan untuk membeli miras yang juga dijual di tempat pesta. Uniknya lagi, penjual itu ada di sekitar panggung pesta.

Kalau saya mengamati itu, terasa betapa budaya kehidupan manusia ini sedang diterpa oleh kedangkalan hidup, sampai pada nilai-nilai dalam sekejap tidak dipedulikan lagi karena isi otak generasi mudah sudah diguncang minuman keras.

Di mana posisi penting dari hadiah pernikahan? 

Tampaknya kemerosotan kesadaran ini muncul dari desa. Desa-desa kita tanpa ada regulasi yang menata kehidupan generasi muda menjadi lebih teratur dan berperikemanusiaan.

Tidak hanya itu tua-tua adat kita menerima begitu saja perubahan itu, dengan dalil, "ah ini kan cuma sekali-kali saja, sudahlah kita nikmati kemeriahan ini."

3. Manusia dewasa ini haus hiburan

Berdasarkan diskusi dengan beberapa tokoh masyarakat selama liburan tahun lalu terkait fenomena pesta pernikahan dan hadiah pernikahan, saya punya asumsi bahwa manusia dewasa ini haus hiburan.

Saya tidak lagi menyebut generasi muda, karena kenyataan membuktikan bahwa yang hadir di panggung pesta itu bukan cuma orang-orang muda, tetapi tua-tua juga tidak kalah semangatnya.

Mungkin seperti tren di kota-kota besar di daratan Jawa, seperti selera saweran itu datang pula orang-orang tua yang sudah sempoyongan langkahnya, tapi nekad berdansa dan saweran dengan gadis muda belia.

Kenyataan-kenyataan itu, pernah ada gagasan dari seorang pemuda, katanya, "gimana kalau dibuatkan tempat hiburan tanpa alkohol. Siapa saja yang mau menari dengan aneka musik dia harus membayar dulu berapa harganya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun