Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Alternatif Perspektif Literasi Kelana Masa Depan di Kompasianival 2022

27 November 2022   00:45 Diperbarui: 27 November 2022   00:55 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
4 alternatif perspektif literasi kelana masa depan di Kompasianival 2022 | Dokumen pribadi oleh Ino

Setiap jejak kelana seorang penulis, pasti ada kata yang tertinggal dan bisa dibaca, ada cinta yang bisa dirasakan dan ada pesan yang  bisa dicerna | Ino Sigaze.

Pertama kali membaca tema Kompasianival 2022, saya jadi penasaran banget dengan kata "kelana." Kelana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti berjalan ke mana saja tanpa tujuan. 

Sedikit terkejut dengan arti seperti itu, namun kembali tertegun saat coba mengerti dengan kata-kata lain yang mengikutinya yakni "masa depan."

"Kelana masa depan" bagaimanapun tetap merupakan tema terbuka kepada seluruh penulis Kompasiana. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya coba memberikan gagasan kecil tentang "Kelana masa depan."

Kelana masa depan tentu saja bukan berarti orang berjalan tanpa tujuan, tetapi orang berjalan karena ia punya tujuan dan tujuannya adalah masa depan.

Dalam pengertian seperti itu, saya melihat ada 4 alternatif perspektif literasi masa depan yang penting bagi citra penulis Kompasiana:

1. Masa depan Kompasiana, pelajar, mahasiswa dan go digital

Kompasiana punya masa depan yang cerah. Alasan dari pernyataan ini, karena ada begitu banyak penulis muda yang mau bergabung dan berbagi buah pikiran mereka di Kompasiana.

Setiap hari selalu saja ada pelajar dan mahasiswa yang menjadi anggota penulis Kompasiana. Dari kenyataan ini, saya percaya bahwa masa depan Kompasiana akan punya penulis yang tersebar di seluruh universitas di Indonesia.

Kalau benar seperti itu, maka Kompasiana telah mengambil langkah tepat dalam upaya pembangunan  sumber daya manusia (SDM). Pertanyaannya, seberapa besar perhatian Kompasiana untuk penulis dari latar belakang Mahasiswa itu?

Idealnya, saya hanya membayangkan andaikan saja Kompasiana punya cukup orang yang bertugas mengoreksi tulisan-tulisan para mahasiswa itu, maka wajah dan minat penulis Kompasiana akan jauh lebih bersinar karena kualitas ada di sana.

Rupanya di sana masih ada celah. Masih ada artikel-artikel yang lolos tersebar, tanpa seleksi yang ketat. Artikel itu membawa serta tentu saja nama Kompasiana dan kesalahannya.

Kesalahan konsep berpikir itu tidak boleh dianggap gampang lho. Mereka itu generasi muda yang sangat baik kalau masih punya kesempatan untuk dibenarkan dari segi tata etika dan wawasan berbangsa.

Era go digital ini mesti imbang dengan isi dan pesan dari tulisan yang dipublikasikan di satu sisi, dan jauh dari propaganda hal-hal yang memecah belah bangsa kita pada sisi lainnya.

Oleh karena itu, saya hanya menawarkan ide: Apakah tidak mungkin, Kompasiana memberikan seleksi kepada Kompasianer senior yang sudah makan garam sebagai penulis bekerja juga untuk hal itu?

Tentu mereka perlu diberi upah. Upah mereka tentu saja bagaikan upah seorang guru menulis. Dari merekalah generasi muda kita merintis jejak masa depan mereka secara baik dan benar.

2. Masa depan Indonesia, literasi dan warisan gagasan

Masa depan Kompasiana dan masa depan Kompasianer tentu sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia. Saya yakin media-media di Indonesia dengan platform seperti Kompasiana ini tidak punya penulis sebanyak yang dimiliki Kompasiana.

Wajar kalau ada yang merasa bahwa Kompasiana itu adalah "rumah besar" atau "satu keluarga besar penulis Indonesia." Nama dan gelar seperti itu memang terdengar enak ditelinga, bahkan ramah dan tenang dalam tata ucapan kita.

Rasa ramah dan nyaman dalam kelana masa depan itu perlu menjadi lebih nyata. Pertanyaannya, dengan cara apa? Berikut ini ada beberapa catatan:

  • Ya, saya hanya berpikir bahwa Kompasiana akan menjadi garda terdepan membela keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui pena tulisan yang menciptakan inspirasi dan keramahan (Gastfreundschaft) antara kita dan antara semua rakyat yang berbeda-beda.

  • Opsi dan keberpihakan Kompasiana terlihat nyata dari semua kategori yang ada. Semua kategori itu penting adanya, namun ada satu yang hemat saya ironi, mungkin saya salah, yaitu kategori bola. Mengapa? Orang Indonesia belum pernah masuk sampai ke laga pemain dunia. Mungkin di dunia ini hanya penulis Indonesia yang begitu tiada hentinya menulis tentang bola dan menyebut nama orang-orang yang bukan orang Indonesia setiap hari. 

  • Mirisnya nama orang asing menjadi populer di Indonesia, sedangkan nama anak  Indonesia jarang atau hampir tidak pernah dipopulerkan oleh orang luar Indonesia. Usulan saya: Sebelum penulis kompasiana menjadi spesialis menulis tentang bola, ia mungkin perlu menulis kategori lainnya juga dengan pertanyaan: Inspirasi apa yang disumbangkan untuk masa depan Indonesia dalam dan melalui tulisan terkait bola? Dalam hal ini, saya berbangga dengan penulis bola di Kompasiana yang tidak melupakan sisi-sisi pesan dan maknanya.

  • Coretan literasi penulis Kompasiana akan menjadi warisan gagasan masa depan bangsa, karena itu jangan pernah lupa menitip kata-kata bijak untuk pembaca.

3. Masa depan penulis, bukan uang, tapi karya-karya dan sebuah nama

Kelana masa depan, tentu saja ada ditangan pengelola Kompasiana dan semua penulisnya. Pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran saya adalah apa masa depan seorang penulis?

Penulis bisa menghasilkan uang, tapi uang itu akan habis pada waktunya. Namun, ketika karya-karya dari penulis itu bisa dibaca di masa depan, bagi saya itulah masa depan seorang penulis. Ia hidup lalu menulis dan berbagi, kemudian mati dan meninggalkan tulisan-tulisannya.

Tulisan itu bisa mati? Tentu saja tidak, kecuali google itu bisa mati, maka tulisan ini akan mati. Saya mau mengatakan bahwa mulailah dari sekarang ini, menulislah yang bisa berguna di masa depan nanti. Oleh karena itu, jangan meninggalkan gagasan-gagasan tanpa berpikir dua kali, seberapa pentingnya untuk pembaca dari tulisan ini pada saat ini dan nanti.

4. Apresiasi kepada Kompasiana, guru menulis yang memampukan saya berkelana

Sejak 27 Januari 2021 saya mencoba menulis di Kompasiana atas motivasi dari penulis Kompasiana, Gaganawati Stegmann dalam satu Seminar Rebuan KJRI Frankfurt secara online.

Meski sudah sering menulis liar di blog pribadi, saya merasakan bahwa ada momen-momen babak belur ketika berada di kelas debutan tahun lalu di Kompasiana. 

Saya merasakan ada momen saya merangkak dan terus belajar dari cara teguran Kompasiana. Cara belajar dan terus belajar dari tulisan-tulisan berkualitas dari teman-teman senior Kompasiana, lama-lama saya merasakan bahwa saya sedikit menemukan pesan rahasia dari kelana saya di Kompasiana.

Coba bayangkan sebagai pemula ketika itu, saya tidak tahu membedakan mana artikel pilihan dan mana artikel yang disematkan Artikel Utama. Kebahagiaan saya cuma kalau artikel tulisan saya sudah bisa muncul di sana.

40 Artikel telah ditulis tanpa tahu dan sadar mana yang berkualitas dan mana yang tidak berbobot. Akhirnya saya diberitahu teman tentang perbedaan-perbedaan itu. Mata saya seakan melihat terang saat itu.

Oh, saya harus lebih hati-hati, kira-kira apa yang penting?, tanya saya saat itu. Dalam perjalanan waktu saya menyadari artikel tanpa label pilihan itu tetap saya jaga sebagai kenangan, bahwa pada mulanya seperti bayi yang merangkak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih luar biasa kepada Kompasiana, seluruh Staf Kompasiana dan kepada semua teman-teman Kompasianer yang telah mendukung saya berkelana dari hari ke hari sampai dengan sekarang.

Mari kita bergandengan tangan, berbagi ide dan gagasan, inspirasi dan wawasan dalam setiap jejak kelana pribadi kita, karena semua itu membentuk kelana masa depan Kompasiana dan kelana masa depan bangsa Indonesia.

Salam berbagi, ino, 27.11.2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun