Bukan tidak mungkin, jika pada sekolah asrama hanya dipimpin oleh seorang formator, maka yang terjadi di sana "suka-suka" menurut selera pribadi saja.
Perlakuan khusus dan tidak merata sering terjadi tanpa dikritisi sama sekali. Nah, dalam konteks seperti itu, sangat mungkin potensi ketidakadilan terjadi.
Faktor penyebabnya bisa saja bermacam-macam, ada yang dibentuk karena relasi pribadi dengan orangtua anak didik dan ada yang terjadi karena kemampuan intelektual anak.
Umumnya anak yang cerdas akan lebih diperhatikan daripada anak yang kemampuannya minimalis. Nah, jika demikian kapan anak dengan kemampuan biasa itu bisa meningkat daya nalarnya?
Oleh karena itu, sangat penting bahwa wawasan sekolah asrama perlu dilengkapi dengan kesadaran tentang keseimbangan perhatian kepada anak tanpa dipengaruhi oleh kedekatan pribadi dan kepentingan lainnya.
Dalam konteks budaya Jerman, realitas seperti itu sudah bisa dikategorikan dengan pelecehan (Missbrauch), entah itu pelecehan seksual, maupun spiritual.
4. Evaluasi dan koreksi perlu dari beberapa sudut pandang dan bukan tunggal
Poin tentang evaluasi dan koreksi menempati posisi sangat penting. Pendidikan tanpa proses evaluasi dan koreksi pantas diragukan kualitas pencapaiannya.
Tentu saja bukan lagi hal baru bahwa hampir semua sekolah asrama selalu punya program dan acara harian sendiri.
Di dalam detail program mereka pasti ada sesi tentang evaluasi dan koreksi, baik itu di tingkat anak-anak asrama sendiri, maupun dari pendampingnya terhadap anak asrama.
Evaluasi dan koreksi bahwa dilakukan secara teratur dan terprogram. Tujuannya adalah untuk melihat sejauh mana perkembangan studi, kepribadian, mentalitas, dan aspek-aspek spiritual lainnya yang memang menjadi fokus dari sekolah asrama itu sendiri.