Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dilema Antara Kebebasan Berpendapat, "Wartawan Kaleng-kaleng" dan Scamadviser

16 Desember 2021   14:43 Diperbarui: 18 Desember 2021   16:23 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilutrasi tentang dilema antara kebebasan berpendapat, wartawan kaleng-kaleng dan scamadviser | Dokumen diambil dari: qureta.com

Pendidikan, tata aturan dan tata krama dalam menggunakan media sosial adalah prinsip yang harus dimiliki, apalagi untuk seorang wartawan dan pengguna media online lainnya. 

Kebebasan menyampaikan pendapat di Indonesia saat ini sedang mencapai puncaknya. Tumbuhnya kebebasan itu berjalan bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi sosial.

Saat ini siapa saja bisa punya Youtube channel, bisa juga punya website sendiri, punya Tiktok, IG dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarang ditemukan bahwa ada banyak sekali orang hidup dengan rasa sebagai wartawan. 

Apakah hanya dengan memiliki media online iu seseorang sudah bisa dikatakan sebagai seorang wartawan? Tentu tidak. Seorang wartawan tentu membutuhkan pendidikan khusus. Nah, bagaimana dengan kenyataan seorang wartawan tanpa punya pendidikan khusus itu?

Sosok wartawan kaleng-kaleng

Bermodalkan bisa menulis, lalu kartu nama dan identitas dari media tertentu entah diakui, legal atau enggak, pokoknya ada pita biru yang selalu di leher, maka diakui di masyarakat.

Tidak ada satu orangpun yang tahu dengan pasti, mana ada wartawan yang benar dan jujur menjalankan profesi dan mana wartawan yang hanya berusaha supaya dapat uang dari orang-orang yang punya kepentingan untuk popularitas diri dan kekuasaan.

Berita-berita tidak jarang sama sekali tidak sesuai kenyataan, ya manipulasi data dan informasi sungguh marak hanya untuk membentengi diri orang-orang yang punya uang dan kepentingan.

Wartawan kaleng-kaleng itu punya tujuan beraneka ragam, ya sekitar supaya cepat tenar, masuk TV, meskipun semuanya bohong besar. Bukankah hal itu merupakan sebuah krisis?

Saling menyerang dan bully bisa dilakukan dengan cara yang elegant, hanya karena siapa saja bisa punya media online tanpa ada izinan dan verifikasi yang resmi diakui. Model wartawan seperti itu saat ini sedang berkeliaran sampai di desa-desa terpencil.

Mungkin perlu ditawarkan peluang model pendidikan dan kursus untuk menjadi seorang wartawan. Saya pikir hal ini sangat penting supaya wartawan yang tidak punya bekal pendidikan khusus bisa mengenal tata aturan dan prinsip sebagai seorang wartawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun