Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lagu Rindu Internet Masuk Desa, "Di Sana Senang, Di Sini Susah-susah"

27 Juli 2021   03:09 Diperbarui: 27 Juli 2021   03:19 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang lagu rindu anak-anak di wilayah pedesaan di Flores, NTT, "di sana senang, di sini susah-susah" | Dokumen diambil dari: inakoran.com

Mungkinkah di zaman kita ini, kemajuan pendidikan tanpa internet. Percepatan pembangunan tanpa akses informasi yang memadai sampai ke pedesaan?

Di tengah kerinduan sebagian besar orang Indonesia tentang kemajuan teknologi komunikasi yang merata di seluruh tanah air, ternyata cerita itu tidak dapat dipisahkan dari peran tower sinyal dan internet. 

Tidak heran kalau dikatakan, "Internet kencang, semua senang." Ya, itu sebuah ungkapan yang sangat menarik. Meskipun demikian, terkait tema itu, saya lebih tertarik dengan kenyataan masyarakat pedesaan di Flores misalnya yang begitu merindukan internet, namun tidak semua orang bisa menikmatinya.

Signal saja sudah susah, bagaimana bermimpi tentang internet kencang? Nah, kenyataan itu lebih dilihat sebagai bagian yang tidak boleh dilupakan dalam bahasan tentang internet kencang, semua senang.

Bagaimanapun juga kerinduan untuk memperoleh internet adalah juga kerinduan masyarakat di pedesaan. Bagi sebagian masyarakat di wilayah pedesaan, sebenarnya urusan paket internet itu urusan pribadi mereka, mau pakai paket bulanan atau apa, ya tidak menjadi soal.

Masyarakat di pedesaan dan internet

Apa yang paling diharapkan oleh masyarakat di pedesaan adalah bagaimana supaya masyarakat di wilayah pedesaan itu punya akses sinyal dan internet yang bagus.

Jika sinyal bagus, maka akses internet juga pasti bagus,  yang tentu masyarakat di pedesaan siapkan sendiri melalui berbagai jenis tawaran paket data internet. Karena itu, kendala terkait internet itu di Indonesia mungkin berbeda-beda di setiap kota, provinsi atau desa.

Di kota mungkin aktual sekali kalau dibahas tema internet kencang, namun di desa mungkin aksen aktualnya berbeda yakni bagaimana solusi pemerintah untuk menyediakan tower sinyal bagi masyarakat desa.

Punya paket data berapa giga pun percuma, kalau tidak ada signalnya. Kenyataan keterbatasan signal sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari bahasan tentang internet. Demikian juga tidak bisa dipisahkan dari tema pemerataan pembangunan dan pendidikan.

Pendidikan anak-anak di pedesaan dan internet

Bagaimana sulitnya masyarakat di pedesaan pada saat pandemi covid19 ini, ketika tuntutan daring itu berlaku. Anak-anak di pedesaan tetap saja menjadi terbelakang dalam hampir semua hal hanya karena hal yang satu itu tidak serius diperhatikan.

Salah siapa? Bagaimana masyarakat sederhana bisa membeli dan membangun tower sinyal? Itu sesuatu yang sungguh tidak mungkin. Kalau melihat kenyataan seperti itu, apakah didiamkan saja? Di manakah rasa hati kita terkait ketertinggalan sebagian anak-anak sekolah di daerah pedesaan itu?

Hidup di desa akhirnya bisa melahirkan konotasi "serba terbelakang." Saya sebenarnya tidak setuju dengan hal seperti itu. Saya mengambil sampelnya agar lebih konkret.

Desa Kerirea yang berada di wilayah Kabupaten Ende, Flores, NTT sampai dengan saat ini tidak punya tower sinyal, jadi kebutuhan masyarakat akan internet hanya bisa diakses di beberapa tempat tertentu saja, dan itu pun "sinyal kebetulan" yang tersisa dari desa di sebelahnya, dari Rajawawo.

Saya pikir, alasannya bukan lagi berapa banyak masyarakat pengguna internet di sana, tetapi apakah di sana ada sekolah dan anak-anak sekolah.

Tentu semua orang pasti membutuhkan internet, namun alangkah baiknya kalau internet perlu menjadi prioritas untuk memperlancar proses pendidikan di sekolah-sekolah, khususnya di masa-masa krisis covid19 ini.

Sesuatu yang semestinya tidak mungkin terjadi di kota-kota besar bahwa tanpa internet proses pendidikan tetap berjalan, namun di desa oleh kebanyakan orang dianggap biasa dan bukan merupakan persoalan. Aneh bukan?

Lagu masa kecil dan kerinduan anak-anak di pedesaan akan hadirnya internet

Saya akhirnya ingat lagi lagu masa kecil, "Di sini senang, di sana senang, di mana-mana hatiku senang, tra lalalalalalala...." Senang apa nya kalau anak-anak di desa tidak menikmati kemajuan informasi, bahkan proses belajar mengajar online tidak berjalan sama sekali karena tidak punya internet. Adilkah situasi seperti itu? Kepada siapa masyarakat di pedesaan harus mengadu?

Karena itu, saya pikir alangkah pentingnya tema internet itu, jika memungkinkan mengapa tidak dilakukan terobosan-terobosan ini:

1. Internet masuk desa

Andaikan saja ada program pemerintah seperti internet masuk desa, maka sangat mungkin masyarakat di desa-desa bisa mengikuti segala macam perkembangan dengan lebih cepat, tentu dengan harapan hal yang baik.

Kekeliruan bisa saja terjadi bahwa fokus pemerintah kadang salah arah, ya internet masuk desa itu beda dengan internet masuk kantor desa.

Itu benar terjadi lho. Kalau internet masuk kantor desa, itu cuma hanya untuk melayani kebutuhan administrasi desa, bukan untuk melayani kebutuhan masyarakat.

Karena itu, lebih penting adalah masuk desa, atau bisa diakses oleh seluruh warga desa, sehingga mereka bisa belajar membaca segala macam hal yang berkaitan dengan perkembangan dan kehidupan mereka. 

Untuk mengimbangi itu, baiklah jangan hanya internet masuk kantor desa, tetapi internet masuk desa atau internet masuk kampung dan masuk di sekolah juga sesuai topografi daerah setempat.

Coba bayangkan kita yang sudah punya internet, sekali lemot saja omelin, bagaimana dengan mereka yang belum bisa menikmati internet atau untuk menikmatinya mereka harus berangkat ke kota dengan jarak 10-30 km. 

2. Internet masuk ke sekolah

Internet masuk ke sekolah-sekolah untuk masyarakat di wilayah pedesaan memang akan sangat bermanfaat. Ya, tentu sangat berguna agar anak-anak di pedesaan bisa menikmati tayangan-tayangan yang bernuansa edukasi.

Saya ingat hari Sabtu, 24 Juli 2021 lalu, saya mengikuti kegiatan dalam rangka 17 Agustus 1945 yang diselenggarakan oleh KJRI di Frankfurt. Ada beberapa cabang olahraga yang ditawarkan di sana. 

Hal yang menarik bahwa anak-anak selalu diberikan kesempatan tayangan pada suatu ruangan cerita anak-anak, kartun dan lain sebagainya.

Semuanya dimungkinkan karena ada internet. Nah, bagaimana keadaan seperti itu bisa ada juga di desa-desa, rupanya hal seperti itu masih merupakan mimpi masyarakat desa sebelum tahun 1945.

Maksud saya, jika saat ini saja masyarakat dan anak-anak di pedesaan belum bisa menikmati internet untuk memperlancar proses belajar mereka, adilkah itu? Rasanya seperti belum merdeka saja.

Langkah apa yang perlu dilakukan agar anak-anak sekolah di pedesaan bisa memperoleh akses internet yang bagus untuk proses belajar mereka. Tentu bukan saja anak-anak, tetapi guru-guru juga akhirnya punya kendala yang sama.

Di sini senang, di sana susah, di kota-kota senang, di desa susah-susah

Keterbelakangan dalam hampir semua bidang kehidupan itu bisa saja punya benang merahnya dengan internet. Bagaimana masyarakat di pedesaan mengubah pola makan dan cara masak, kalau mereka tidak punya internet. Di mana mereka bisa membaca ulasan tentang cara-cara masak dan lain sebagainya, kalau tanpa internet.

Bagaimana anak-anak di desa bisa belajar mengirimkan email kepada guru dan keluarganya, kalau internetnya tidak ada, sinyalnya juga mungkin harus naik di pohon dulu.

Bagaimana mereka bisa membaca berita-berita baru tentang pendidikan, atau membaca buku-buku online, kalau tanpa sinyal dan internet.

Bagaimana para petani di desa bisa mencoba mengatasi hama untuk tanaman mereka? Kalau mereka tidak bisa mengakses cara-cara itu melalui internet?

Tentu, begitu juga dalam bidang-bidang kehidupan lainnya. Sebetulnya kerinduan masyarakat di pedesaan adalah agar perkembangan teknologi komunikasi itu bisa berjalan bareng dengan pemerataan ruang akses internet.

Demikian juga kemajuan dan perkembangan dalam semua bidang kehidupan itu, tidak akan menemukan jurang ketertinggalan yang begitu jauh, kalau pemerataan akses internet itu sudah benar-benar masuk dalam skala prioritas pembangunan di bidang komunikasi.

Solusi alternatif 

Alternatif ini bukan sebagai jawaban dari kesulitan masyarakat pedesaan, tetapi lebih sebagai tawaran dan pertimbangan. Apakah mungkin pemerataan pembangunan tower signal itu diprioritaskan untuk desa-desa tertinggal?

Tidak enak sekali menyebut desa tertinggal, tapi apa boleh buat masih ada juga instansi yang mengurus itu. Mungkin skala prioritas harus dilengkapi dengan data survei kebutuhan masyarakat dan kebutuhan untuk kelancaran proses belajar mengajar.

Berusahalah supaya tidak tega mendengar syair ini: "di kota-kota senang, di desa susah-susah." Mungkin saja di provinsi lain sudah bisa dirasakan, lalu mengapa di NTT belum ada?

Demikian ulasan terkait lagu rindu masyarakat dan anak-anak sekolah di pedesaan. Mereka rindu punya signal dan bisa mengakses internet untuk kehidupan dan kemajuan proses belajar.  

Salam berbagi, ino, 27.07.2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun