Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Sungai di Orotonggo, Flores dan Pesan dari Pelajaran Berenang

23 Juli 2021   14:10 Diperbarui: 24 Juli 2021   09:45 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air sungai di Orotonggo yang sering menjadi tempat anak-anak belajar berenang | Dokumentasi pribadi oleh Ino

Pada bagian yang semakin dalam, bunyinya akan semakin besar dan bahkan bisa menghasilkan gema (echo) yang cukup jauh dan bisa terdengar orang lain dari jarak sekitar 100 meter. 

Kenangan itu bagi saya sungguh seru dan sangat menarik. Di sungai ternyata kami belajar berkreasi menghasil suara alam yang menyerupai nada-nada musik modern lainnya.

Dari beberapa ulasan tentang sungai sebagai tempat pendidikan bagi anak-anak, saya akhirnya bisa menarik tiga poin sebagai kesimpulan:

1. Sungai perlu dilindungi, seberapa pun kreatifnya guru bahkan mau menuntun anak-anak untuk mengalami pelajaran tentang alam dan lain sebagainya, hal itu tidak bisa dilakukan kalau di sana cuma ada sungai, tapi tidak ada airnya.

Sungai kering sebenarnya sudah menjadi problem tersendiri yang mungkin perlu dikaji lebih dalam lagi. Ada banyak sekali proyek penambangan pasir yang membongkar pasir sampai terjadi dampak peresapan air yang begitu ekstrim, bahkan nyata-nyata telah merusak ekosistem alam di sekitarnya. 

Tidak air, ya bagaimana bisa hidup?

2. Pelajaran ekstrakurikuler mestinya juga sampai pada wawasan tentang hubungan anak-anak dan air. Ya, tentu sangat menarik, jika anak-anak sampai bisa menikmati pesan-pesan di atas, tapi juga mungkin bagi mereka terlalu dini.

Meskipun demikian sebagai suatu pengalaman mungkin saja itu penting, yang pada akhirnya menuntun mereka kepada pemahaman tentang kehidupan, kedalaman, kejujuran, tentang dinamika hidup dan lain sebagainya.

3. Pendidikan kita terlalu punya jarak dengan terjun langsung ke alam. Hubungan alamiah itu sudah ada, kemudian oleh karena tuntutan formal pendidikan itu, jarak hubungan (Beziehung) anak-anak dengan alam (air, sungai dan lain sebagainya) menjadi begitu jauh hingga dibiarkan bebas tanpa bimbingan guru. Padahal hubungan mereka itu (anak-anak dan sungai) seperti tidak bisa dipisahkan lagi.

Demikian beberapa ulasan yang berangkat dari pengalaman masa kecil di pelosok yang tidak punya pilihan berenang di kolam buatan, selain sungai alam dengan segala macam yang terjadi di dalamnya. Tidak terduga, ternyata dibalik itu semua ada pelajaran yang berarti sekurang-kurangnya untuk diri saya. 

Ya, saya percaya siapa saja punya cara pandang sendiri tentang hal yang sama. Oleh karena itu, cuma ada ajakan mari kita berbagi, agar kita semua sama-sama diperkaya.

Salam berbagi, ino,23.07.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun