Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencermati Lahirnya Generasi Mati Rasa pada Masa Pandemi Covid-19

11 Juli 2021   14:52 Diperbarui: 11 Juli 2021   16:47 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang lahirnya generasi mati rasa di masa pandemi ini sama seperti air yang terus mengalir sampai orang tidak sanggup mendengar riak air yang sedang mengalir | Dokumen pribadi oleh: Ino

Nah, kenyataan seperti inilah yang menarik untuk ditelaah. Ya, bukan lagi sebagai suatu kematian beberapa orang karena sebab tertentu yang bisa dikategorikan sebagai suatu kekerasan atau tindakan yang tidak manusiawi saja, tetapi lebih dari itu suatu kematian massal yang dialami terus menerus dalam kurun waktu tertentu, hingga manusia sendiri merasakan bahwa kematian itu sudah biasa.

Seorang teman saya mengatakan seperti ini: "Saking setiap hari dengar berita tentang kematian, jadinya seperti sudah kebal." (R. M., 7.7.2021). Kebal dengan berita tentang kematian dalam konteks ini bukan berarti kematian yang disebabkan oleh virus corona itu dianggap wajar, tetapi lebih karena tidak punya pilihan lain untuk menyelamatkan diri.

Pengalaman kematian yang terus-menerus hingga menjadi biasa dengan fenomena itu bisa saja menjadi sebuah trend baru tentang lahirnya generasi "mati rasa." 

Ada beberapa alasan yang menjadi latar belakang lahirnya generasi mati rasa pada situasi krisis covid19 ini:

1. Virus misterius, bisa ada di mana saja, kapan saja dan bisa serang siapa saja

Sebagian orang masih belum percaya bahwa covid-19 itu ada dan bisa mematikan, meski kematian terjadi setiap hari. 

Kenyataan adanya anggapan bahwa Covid itu tidak ada memang sungguh-sungguh sangat menyedihkan bahkan bisa dikatakan bisa sangat menyesatkan.

Sudah tahu bahwa kematian oleh karena serangan virus korona di seluruh dunia sudah mencapai angka lebih dari 4 juta, tapi orang masih belum juga percaya.

Bagaimana cara meyakinkan orang-orang seperti itu? Bisa saja orang-orang seperti itu adalah kelompok orang yang anti teknologi dan anti media.

Kecurigaan pada berita-berita hoax begitu tinggi hingga mereka tidak percaya sampai sendiri terpapar covid. Konyol bukan? Covid memang tidak pernah dilihat kasat mata, namun virus itu benar-benar ada. 

Langkah penting yang mungkin perlu dilakukan pemerintah bisa juga sosialisasi khusus pada orang-orang yang belum menerima kenyataan adanya covid dan bahayanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun