Mohon tunggu...
Inong Islamiyati
Inong Islamiyati Mohon Tunggu... Editor - Gadis pemimpi dan penyuka anime

See the world with a different style and finding happiness

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pengalaman Pertamaku Menonton Film di Bioskop

17 Juli 2023   21:00 Diperbarui: 17 Juli 2023   21:02 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menyukai film sejak kecil. Bagiku film adalah cara untuk menyampaikan pesan dengan indah dan menarik. Lewat film aku belajar dan berimajinasi tentang banyak hal. Ketika aku masih kecil, film yang paling sering aku tonton adalah film kartun. Aku suka melihat tokoh-tokoh lucu, juga jalan cerita yang kadang membuatku tertawa atau sedih.

Beranjak besar, aku terkadang ikut menonton sinetron bersama keluargaku. Terkadang aku ikut geram apabila ada tokoh jahat yang muncul. Bagiku, sinetron di zaman dulu berbeda dengan sinetron zaman sekarang. Menurutku, cerita sinetron zaman dulu lebih kreatif dan mendidik dibandingkan sinetron sekarang. Lagi pula sekarang aku rasa sudah jarang orang menonton televisi di masa yang sudah serba digital ini.

Aku masih ingat ketika diajak menonton bioskop untuk pertama kalinya oleh sepupuku. Saat itu aku kelas 6 SD. Film yang hendak kami tonton adalah "Laskar Pelangi." Aku senang sekali dan membayangkan bagaimana sensasi menonton di layar lebar. Namun tepat di pagi hari sebelum kami berangkat, aku sakit demam dan mual. Terpaksa aku batal menonton bioskop. 

Hal yang sedih juga menyelimuti aku ketika tahu bahwa film yang aku hendak tonton itu menjadi film Best Seller. Ditonton oleh banyak orang. Aku tidak pernah punya kesempatan pergi ke bioskop lagi karena keluargaku hendak pindah ke Aceh. 

Hal yang membuatku miris kembali adalah di Aceh tidak ada bioskop. Aku pun mengubur keinginanku menonton di bioskop dan akan menunggu film itu tayang di layar kaca saja.

Setelah sekian lama, akhirnya aku menonton film Laskar Pelangi di televisi. Aku pun mengerti mengapa film ini begitu populer. Film ini menceritakan perjuangan untuk menimba ilmu di tengah keterbatasan. Tentang persahabatan dan juga sedikit sindiran tentang perbedaan kasta ekonomi. Aku menyukainya. Kecintaanku terhadap film membuatku tertarik terhadap cerita. Karena bagiku, cerita adalah inti dari setiap film yang ada.

Aku cukup terkejut karena menemukan novel laskar pelangi di perpustakaan daerahku. Meski aku sudah sering menonton filmnya, aku masih tertarik membaca novel yang tebal ini. Jujur, sebenarnya saat awal aku ragu apakah bisa tamat membaca buku ini. Karena ini adalah pertama kalinya aku membaca novel. Aku membaca halaman per halaman, bab ke bab, sampai aku tidak sadar aku tidak bisa berhenti. Ceritanya sangat seru, lebih seru daripada menonton filmnya. 

Aku akhirnya mengerti tentang ungkapan beberapa orang kalau novel terkadang lebih bagus dari film adaptasinya. Dalam novel lebih diceritakan latar belakangnya lebih rinci.

Ceritanya juga lebih dalam. Tetapi filmnya juga tidak buruk. Karena di dalam film juga di sampaikan pesan yang tidak jauh berbeda dengan isi novel. Walau jelas tidak semua hal yang ada di novel ada di dalam filmnya.

Sebelum aku lulus kuliah, keluargaku memutuskan untuk pindah ke Tangerang, sementara aku tetap melanjutkan kuliah sampai lulus. Ketika aku sudah lulus aku pun ikut pindah dan mendapatkan pekerjaan di sana. Kesempatanku untuk menonton film di bioskop muncul kembali. 

Kali ini aku hendak menonton film bersama teman-teman kantorku. Kami hendak menonton film "Pengabdi setan 2." Aku tidak terlalu keberatan untuk menonton film horor dan tidak merasa takut karena aku ingat kalau adegan seram di film horor itu Cuma akting saja. Yang membuat aku miris adalah banyak juga anak-anak kecil yang ikut menonton film horor itu bersama orang tuanya. 

Aku sedikit kesal, mengapa para orang tua membiarkan anaknya menonton film yang jelas tidak cocok untuk usia mereka. Bahkan aku lihat ada anak yang tidak acuh menonton film dan asyik bermain game lewat ponselnya. Ketika aku menonton pun aku tidak merasa nyaman karena anak-anak itu ribut dan berteriak setiap setannya muncul. 

Ada juga yang tertawa kencang dan ada pula yang tertidur. Namun aku terkadang cukup menikmati filmnya. Bagiku adegan film dan alur ceritanya santai dan punya latar belakang yang kuat. Lumayan seram juga ditambah efek suara dan darah yang cukup mengejutkan.

Selain anak-anak yang ribut dalam bioskop, ada satu hal lagi yang membuatku miris. Ada orang yang diam-diam merekam film bioskop. Walau memang hanya sebentar saja. 

Aku kesal karena aku tahu, merekam di bioskop itu dilarang. Aku membayangkan wajah mereka di balik layar yang sudah bekerja keras untuk menyelesaikan film ini. Dari penulis, sutradara, aktor dan lainnya yang sudah pasti mengeluarkan tenaga dan biaya demi sebuah film yang bagus. 

Mereka layak diberi apresiasi dengan cara, kita menonton filmnya secara legal. Tidak heran kalau masih banyak orang yang lebih menonton film secara bajakan dari pada lewat situs resminya. 

Jika tidak bisa menonton di bioskop, tunggu saja film tersebut hadir di televisi atau situs streaming yang resmi. Aku paham kalau ekonomi setiap orang itu berbeda sehingga beberapa orang memilih menonton secara bajakan karena gratis. Tetapi jika mereka menyadari bahwa pengorbanan dibalik sebuah film, maka aku yakin mereka pasti akan berpikir ulang untuk menonton film secara bajakan.

Sebagai penikmat sebuah film, alangkah baiknya jika kita ikut membantu sebuah film agar lebih baik dengan cara menonton film di situs resmi. Juga menonton film sesuai usia kita. Karena meski di setiap film sudah diberikan peringatan usia, namun masih saja ada pihak yang abai dan kurang peduli. Aku berharap industri film di negeriku ini bisa semakin maju. Karena film bagiku adalah cerminan kemajuan kreativitas sebuah bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun