Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Quo Vadis" Penanganan Tindak Pidana Seksual terhadap Anak di Kota Balikpapan

23 Maret 2018   10:43 Diperbarui: 23 Maret 2018   10:51 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moderator dan para narasumber (dok. pribadi)

Meski hujan lebat disertai angin kencang  mengiringi sepanjang jalannya kegiatan. Alhamdulillah kegiatan Selasar berjalan lancar  hingga selesai. Rabu (21/3) malam pukul 19.30 Wita, ruang baca Pena dan Buku kembali mengadakan Selasar yang ke 21.

Selasar singkatan dari sharing pengalaman di pasar, sebuah kegiatan diskusi mengenai topik terhangat di kota Balikpapan dengan melibatkan narasumber yang berpengalaman di bidangnya. Selasar kali ini berbeda dari biasanya karena tidak diadakan di pasar namun di Gedung Parkir Klandasan, karena jumlah peserta yang hadir membludak. 

Tema yang diangkat adalah "Quo Vadis Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Kota Balikpapan"  dengan narasumber para profesional  yang berpengalaman di bidangnya yaitu ; Piatur Pangaribuan selaku praktisi hukum dan Rektor Universitas Balikpapan, Sri Wahjuningsih selaku Kepala Dinas P3AKB Balikpapan, Kompol  Rindu dari Subdit Renakta Polda Kaltim, Dwita Salverry selaku ketua Himpunan  Psikologi Balikpapan.

 Selasar 21 adalah kelanjutan Selasar sebelumnya  yang berbicara tentang kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.  Kedua selasar ini dipantik oleh kasus Pandu, pemuda Balikpapan yang  dikenal sebagai pemuda ramah, cerdas, dan membanggakan kota Balikpapan  dengab segudang prestasi hingga level internasional. 

Pandu adalah  presiden Green Generation Indonesia, sebuah organisasi anak dan remaja  bidang lingkungan. Dia ditangkap karena kasus pelecehan seksual  kepada  anak di bawah umur. Tersangka Pandu ditangkap di Jogja 16 November 2017,  terdapat 9 korban usia 12-16 tahun yang menjadi korbannya Pandu.  Tanggal 16 maret 2018 Pandu bebas dari tahanan, meskipun ia tetap  berstatus tersangka. Hal ini dikarenakan masa penahanan 120 hari telah  habis namun ia tidak kunjung disidangkan.

Ada apa ini ? Apa karena tidak  terlaksananya uji lie detector sehingga pandu bebas ? Masyarakat  bertanya tanya, dan butuh penjelasan yang jelas. Semalam Polda Kaltim  diwakili oleh Bu Rindu membenarkan bahwa dari pihak kejaksaan meminta  ada uji lie detector karena dari hasil visum tidak terbukti, ini bisa  jadi karena luka korban sudah pulih. Namun sayangnya tersangka menolak  dilakukan lie detector sehingga kasus tidak bisa dilimpahkan ke  kejaksaan. 

 Meskipun judul dari Selasar adalah kekerasan seksual  terhadap anak secara umum, namun audiens tetap fokus ke kasusnya pandu.  Audiens merasa bahwa apa lagi yang kurang dari kasus ini. Tersangka  sudah ada, korbannya juga ada, pengakuan dari tersangka dan korban juga  sudah ada.  Tapi kenapa proses hukumnya berbelit2 dan lama, malah  sekarang akhirnya Pandu lepas tahanan ?

Memang hukum di  Indonesia berbeda dengan hukum di Amerika, ambil contoh kasus Larry  Nassar yang telah dijatuhi hukuman 40-175 tahun penjara setelah  mendengar kesaksian 160 korbannya. Namun bukankah tetap bermuara yang  sama yaitu keadilan!

 Menurut Ibu Dwita, proses hukum sebenarnya  bukan memuaskan korban tapi itu untuk memuaskan keluarga korban. Dalam  ranah hukum setelah tersangka dipenjara maka itu sudah selesai, tapi  dalam ranah psikologi itu belum selesai. Trauma korban akan dibawa bisa  sampai seumur hidupnya.  Hal mengejutkan adalah data yang  menunjukkan bahwa 80% pelaku adalah korban.

Data ini sebenarnya harus  dibandingkan dengan berapa persen korban yang akhirnya menjadi pelaku ?  Karena ada juga korban yang malahan fokus memulihkan traumanya daripada  memilih melakukan hal yang sama ke orang lain. Ibu Dwita juga  menambahkan bila pelakunya anak dan perempuan maka dia dianggap jadi  korban.

Upaya pencegahan juga harus berbanding lurus dengan upaya  mencari akar permasalahannya, pada umumnya hal ini karena faktor ekonomi  dan hubungan anak dan orangtua tidak positif jelas Pak Rektor Uniba.  Bagaimana mungkin anak betah di rumah, bila di rumah miskin pujian kaya  cacian, miskin penghargaan banyak tuntutan anak akan ebih memilih ke  luar rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun