Kalau saja pemerintah tidak harus 'menunggu' ada kasus yang bisa disejajarkan dengan informasi berbalut moral yaitu dengan menyebutkan bahwa HIV/AIDS adalah penyakit bule, homoseksual, dll. tentulah akan lain hasilnya jika dibandingkan dengan kondisi sekarang.
Sampai sekarang tetap saja ada anggapan bahwa HIV/AIDS hanya 'menyerang' orang-orang dengan perilaku amoral, seperti gay dan pekerja seks komersial (PSK). Menkes, waktu itu Suwardjono Suryaningrat, mengatakan Indonesia bukanlah tempatnya penyakit AIDS asal seluruh masyarakatnya tetap berpegang tegus pada ajaran agama yang dipeluknya ataupun norma-norma susila dalam kehidupan sehari-hari. (Merdeka, 25/9-1985).Â
Beberapa bulan kemudian Menkes kembali mengatakan: "Kalau kita taqwa pada Tuhan, kita tidak perlu khawatir terjangkit penyakit tersebut." Menkes dr. Soewardjono Surjaningrat. (Kompas, 12/11-1985)
Privasi
Jika berpijak pada pernyataan dr Kartono, maka yang bisa mencegah penyebaran HIV/AIDS adalah orang per orang yaitu menghindari kegiatan dan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS. Selain dari segi perilaku seks ada pula risiko melalui jarum suntik pada pemakai narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik bersama-sama dengan memakai jarum suntik bergantian.
Perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:
(1). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS.
Terkait dengan kondisi nomor (1) ini pemerintah tidak bisa melakukan intervensi karena hal itu merupakan bagian dari privasi. Kawin-cerai dan beristri lebih dari satu bukan perbuatan yang melawan hukum. Beristri lebih dari satu pun bisa saja terjadi di bawah tangan, dikenal dengan istilah nikah siri, yaitu nikah yang sah menurut agama tapi tidak dicatat ke KUA (Kantor Urusan Agama). Sedangkan perselingkuhan dan 'kumpul kebo'juga tidak bisa diintervensi selama tidak tangkap tangan.
(2). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja terjadi salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS.
Terkait dengan kondisi nomor (2) ini pun pemerintah tidak bisa melakukan intervensi karena hal itu merupakan bagian dari privasi. Kawin-cerai dan jadi istri yang kedua dan seterusnya bukan perbuatan yang melawan hukum. Jadi istri yang kesekian pun bisa saja terjadi di bawah tangan, dikenal dengan istilah nikah siri, yaitu nikah yang sah menurut agama tapi tidak dicatat ke KUA (Kantor Urusan Agama). Sedangkan perselingkuhan dan 'kumpul kebo' juga tidak bisa diintervensi selama tidak tangkap tangan.
(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja PSK tsb. tertular HIV dari laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan dia.