Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Khayalan, Jakarta Zero AIDS Tahun 2030

25 Juli 2018   14:42 Diperbarui: 29 Juli 2018   21:32 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan program fast track untuk membasmi total AIDS di ibu kota. Ditargetkan pada 2030 Jakarta terbebas dari HIV/AIDS. Ini lead pada berita Jakarta Canangkan Zero AIDS 2030 (jpnn.com, 25/7-2018).

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017 menyebutkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di DKI Jakarta priode 1987 -- 31 Maret 2017 mencapai 55.527 yang terdiri atas 46.758 HIV dan 8.769 AIDS. Jumlah ini menempatkan Jakarta pada peringkat pertama jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS secara nasional.

Pemprov DKI Jakarta sendiri sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) No  5 Tahun 2008 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS, tapi perda ini tidak jalan karena tidak menyentuh akar persoalan (Baca juga: Menakar Keampuhan Perda AIDS Jakarta).

Pernyataan pada judul dan lead berita ini adalah khayalan karena adalah hal yang mustahil menghentikan penyebaran HIV/AIDS, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, karena tidak mungkin mengawasi perilaku seksual berisiko tertular HIV semua warga DKI Jakarta, khususnya laki-laki dan perempuan dewasa, di wilayah DKI Jakarta, di luar wilayah DKI Jakarta dan di luar negeri, yaitu:

(1).  Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan perempuan yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(2). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada perempuan dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,

(3). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(4). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada perempuan dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,

(5). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS.

PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

Adalah hal yang mustahil Pemprov DKI Jakarta bisa mengawasi perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 1-4 karena kondisi tersebut terjadi di ranah privat (pribadi). Tidak ada langkah yang bisa dilakukan untuk mengawasi perilaku berisiko nomor 1-4.

Sedangkan para perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 5 (a) hanya bisa dilakukan jika praktek transaksi seks dilokalisir sehingga bisa dilakukan intervensi berupa pemaksaan terhadap laki-laki memakaki kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung.

Tapi pada perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 5 (b) tidak bisa dilakukan intervensi karena transaksi terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai macam cara (modus), bahkan melalui ponsel dan media sosial.

***

Pencanangan "Zero AIDS 2030" kian mustahil karena langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, seperti dikatakan oleh Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Arifin mengatakan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jakarta Selatan yang bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat akan bahaya AIDS dan bagaimana menghindarinya.

Edukasi tentang bahaya AIDS sudah dilakukan sejak awal epedemi, yang diakui pemerintah adalah Aprtil 1987 sedangkan epidemi HIV/AIDS di dunia sudah terjadi sejak 1981 [Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia]. Sedangkan penanggulangan HIV/AIDS di Jakarta juga tidak efektif (Baca juga: Menyoal Pencegahan dan Penanggulangan AIDS di Jakarta).

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Selain ada rentang waktu antara pemberian edukasi sampai dengan kondisi perubahan perilaku, juga materi edukasi selalu dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV dengan zina, selingkuh, melacur, dll.

Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual (salah ada kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom), bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, selingkuh, homoseksual, dll.).

Selama rentang waktu antara pemberian edukasi sampai terjadi perubahan perilaku bisa saja sudah terjadi penularan HIV (Lihat Gambar).

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Langkah penanggulangan kian tidak mendukung "Zero AIDS 2030" karena seperti disebutkan dalam berita, yaitu: Sehingga upaya pencegahan yang dilakukan Pemprov DKI diantaranya melalui aksi door to door melayani dan mendatangi langsung para penderita HIV/AIDS. Dalam aksinya, lokja-pokja yang tersebar di Jakarta rutin menggelar sosialisasi serta pembekalan kepada pengidap HIV/AIDS. Dan yang ini: "Semisal, di Puskesmas petugas memberikan layanan dengan orang HIV/AIDS (ODHA). Kita ingin mereka melakukan pemeriksaan VCT diambil sample darahnya apakah positif atau negatif menderita HIV."

Langkah-langkah tsb. jelas dilakukan di hilir yaitu pada warga DKI yang sudah tertular HIV. Sebelum mereka terdeteksi ada kemungkinan mereka sudah menularkan HIV ke orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, karena mereka tidak menyadari sudah tertular HIV. Ini terjadi karena tidak tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan mereka.

Selain itu langkah di atas hanya terhadap pengidap HIV/AIDS (bukan penderita HIV/AIDS karena orang-orang yang tertular HIV tidak otomatis menderita) yang terdeteksi. Padahal, epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomana gunung es yaitu: jumlah kasus yang terdeteksi (46.758) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Kasus-kasus HIV/AIDS pada warga DKI yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Penyebaran HIV terjadi dalam bentuk silent epidemic sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS". *

*Jakal Km 5.6 Yogyakarta, 25/7-2018 ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun